Musim hujan telah tiba. Bagi sebagian manusia bumi, kehadiran hujan selalu dinanti-nanti. Baginya, hujan membawa sejuta kenangan.
Bagi para penyuka hujan, rasanya mereka kenal dan kompak menyukai lagu Desember dari Efek Rumah Kaca. Kata Efek Rumah Kaca dalam liriknya,
"Aku selalu suka sehabis hujan dibulan Desember"
Ya, pas banget kan. Sekarang bulan Januari di awal tahun 2021, tepat setelah bulan Desember dan kebetulan sedang musim hujan pula.
Sayangnya, bagi sebagian penduduk bumi, hujan bukan cuma anugerah dari Tuhan, melainkan juga cobaan. Mereka yang dapat cobaan dari hujan adalah orang berkacamata.
Sebelum saya teruskan tulisan ini, saya cuma mengingatkan bahwa orang dengan mata normal tidak paham bagaimana menderitanya orang berkacamata saat hujan turun. Jadi, tolong simak dengan baik tulisan berikut agar Anda, Anda, dan Anda bisa memahami kami dengan bijak.
Menerjang hujan itu nekat namanya
Bagi orang dengan mata normal, menerjang hujan bukan perkara sulit. Membuat keputusan dalam kondisi seperti itu juga bukan perkara sulit. Apes-apes, paling cuma masuk angin. Ya kan?
Akan tetapi, bagi orang berkacamata, membuat keputusan untuk menerjang hujan itu bikin gamang. Selain berisiko masuk angin, orang berkacamata akan disibukkan dengan sebuah ritual rutin yang hanya pantas dilakukan para pengguna kacamata.
Ritual tersebut adalah mengelap lensa kacamata yang basah. Jika Anda perhatikan dengan seksama, orang berkacamata pasti akan berhenti sejenak di tempat teduh usai menerjang hujan.
Jika Anda perhatikan dengan lebih teliti lagi, untuk menghemat waktu mereka pasti akan menggunakan apapun yang tersedia, asalkan instan, praktis, dan tidak memakan waktu. Sering kali, ujung pakaian yang sedang dikenakan akan digunakannya sebagai lap bila tak sedia sapu tangan atau lap kacamata khusus.