Mata menyipit, mulut komat-kamit tergagap-gagap. Itulah kondisi saya ketika membaca salah satu nama kesebelasan yang lolos ke babak 32 besar Liga Europa 2020/2021.
Wolfsberger AC. Klub macam apa ini? Namanya keren, tapi siapa mereka?
Setelah melihat dengan bantuan kacamata minus 1,5 sambil memperbesar gambar, alangkah kagumnya saya dengan logo Wolsberger AC. Ada serigalanya. Sangar!
Alangkah makin penasarannya setelah mengetahui mereka lolos ke babak 32 besar usai kandaskan Feyenord di matchday terakhir fase grup Liga Europa. Sekadar selingan, Feyenoord ini bukan tim medioker.
Di Eredivisie 2020/2021, Feyenord belum terkalahkan selama 11 pekan. Musim lalu mereka finish di posisi ketiga. Feyenoord adalah juara Liga Belanda 13 kali dan 2 kali jadi juara UEFA Cup.
Jadi, siapa Wolfsberger AC ini? Bisa-bisanya mengalahkan salah satu "The Big Three" Belanda?
Bila Anda mencari informasi soal Wolfsberger AC di laman pencarian Google, percaya deh, susahnya minta ampun. Memang, masih bisa ditemukan beberapa info, tapi Anda perlu menyusunnya untuk mengenal klub ini.
Jadi, baca saja ulasan berikut hingga tuntas untuk mempersingkat waktu sekaligus menjawab rasa penasaran panjenengan (kalau ada). Ya, minimal sodaqoh views dan nilai kepada saya, hehe. Oiya, ulasan berikut cukup panjang, jadi siapkan teh, kopi, atau cemilan biar betah. Â
Wolfsberger, klub tua Austria minim prestasi
Austrian Bundesliga atau Liga Austria bukan termasuk dalam jajaran liga top Eropa. Semenjak Indonesia merdeka sampai sekarang, liga Austria belum pernah ada yang menayangkan. Jadi, wajar bila tak mengenal Wolfsberger.
Akan tetapi, usia Wolfsberger AC ternyata lebih tua dari usia negara kita. Klub ini berdiri dengan nama The Wolfsberger Athletiksport Club (sering disingkat WAC) pada 1931 di kota Wolfsberg, negara bagian Carinthia yang terletak di wilayah paling selatan Austria.
Walaupun sudah berusia 89 tahun, lemari trofi klub ini sangat lengang. Hanya sebuah trofi 2.Liga atau setara Liga 2 di Indonesia yang bisa mereka banggakan. Alasannya, Wolfsberger tercatat menghabiskan 20 tahun kariernya di 2.Liga. Sebelum itu, mereka malang melintang di kasta ketiga dan regional Austria sebelum promosi pada musim 2012/2013.
Dimiliki perusahaan pembuat pelet
Ada satu fakta menarik dari Wolfsberger yang sayang bila dilewatkan. Di kompetisi Liga Europa, klub ini terdaftar dengan nama Wolfsberger AC. Namun, tidak di daftar kontestan Austrian Bundesliga.
Di Austria, klub ini secara resmi bernama RZ Pellets Wolfsberger Athletiksport Club (RZ Pellets WAC) sejak musim 2014/2015. Alasannya, klub ini dibeli oleh perusahaan bernama Riegler & Zechmeister Pellets (RZ Pellets).
RZ Pellets adalah nama sebuah perusahaan penghasil pelet. Ini bukan pelet pakan burung atau ikan ya, tapi wood pellet (pelet kayu). Kegunaan pelet kayu mulai dari bahan pengganti batu bara hingga bahan bakar pembangkit listrik.
Nah, pelet produksi RZ Pellets digunakan sebagai bahan bakar di 10 pembangkit listrik tenaga panas di Austria. RZ Pellets mensponsori dan membeli hak penamaan atau naming right Wolfsberger AC.
Karena itulah, di logo Wolfsberger terdapat logo perusahaan RZ Pellets. Inilah keunikan sepak bola Austria. Tidak hanya naming rights stadion saja yang dapat diperjual belikan, tapi juga naming rights klub itu sendiri.
Wolfsberger tak sendirian. Di Austria sudah ada Red Bull Salzburg yang dimiliki perusahaan minuman berenergi, FC Admira Wacker Modling yang berganti nama menjadi Flyeralarm Admira usai disponsori selama 10 tahun oleh perusahaan percetakan (Flyeralarm), dan SC Rheindorf Altach yang berganti nama menjadi CASHPOINT SCR Altach setelah disponsori perusahaan judil lokal.
Untuk mengetahuinya, kita perlu tahu dulu siapa pelatih dan bintang di klub ini. Setelah mengulik info sana-sini, saya sampai pada kesimpulan pahit. Klub ini tak punya pelatih dan pemain berlabel bintang!
Pelatih mereka adalah Ferdinand Feldhofer yang baru berusia 41 tahun dan baru melatih klub profesional sejak 2015 lalu. Feldhofer adalah pengoleksi 13 caps bersama timnas Austria era 2002-2007.
Feldhofer menjabat pelatih tim utama sejak Desember 2019. Dia sudah mendampingi anak asuhnya selama 31 pertandingan dengan rekor 14 kemenangan, 7 kali imbang, dan 10 kali kalah. Dengan catatan tersebut, nasibnya pasti sudah dipecat bila melatih klub Inggris bukan?
Menurut saya, ada 3 pemain yang paling jadi tumpuan dan andalan klub ini. Mereka adalah Michael Liendl, Dominik Baumgartner, dan Dejan Joveljic. Ketiganya memuncaki daftar top skor dan top asis Wolfsberger di semua ajang kompetisi yang diikuti.
Sebelum itu, saya ingin memberberkan fakta inspiratif yang seharusnya bisa dicontoh klub Indonesia. Wolfsberger memiliki tim akademi mulai dari jenjang U-7 sampai U-18. Lengkap dan sangat terstruktur.
Melihat lulusan akademi yang bermain untuk tim utama adalah hal biasa. Dalam skuad musim ini, ada 4 pemain lulusan akademi. Satu hal yang menarik lagi, Wolfsberger juga punya tim B, yaitu Wolfsberger AC II yang berlaga di liga regional atau kasta ketiga yang diperuntukkan bagi lulusan akademi klub berkarier sebelum terjun ke liga profesional.
Dari fakta-fakta di atas, bisa sedikit disimpulkan bahwa permainan Wolfsberger sejatinya sudah terbentuk sejak usia muda. Gaya main hingga filosofi sepak bolanya sudah mengakar.
Akan tetapi, khusus di ajang Liga Europa di mana Wolfsberger bertemu dengan klub yang levelnya jauh di atas mereka, saya berani bilang kalau tim asal kota Wolfsberg ini bermain pasif. Menunggu dan mengeksekusi peluang yang minim adalah cara tim ini meraih kemenangan.
Tengok saja data berikut. Wolfsberger hanya mampu mencetak 7 gol dalam 6 laga. Aneh tapi nyata, Wolfsberger jadi tim dengan perolehan "big chance created" terburuk ketiga dari semua kontestan babak grup Liga Europa.
Harusnya teorinya begini. Jumlah gol yang dicetak sebuah tim berbanding lurus dengan peluang yang diciptakan. Namun, Wolfsberger mendobrak teori tersebut dengan gaya mainnya.
Mendapat penalti bukan berarti sebuah tim bisa langsung dicap licik, tapi ini membuktikan bahwa pemain Wolfsberger bisa mencapai kotak penalti dan dianggap berbahaya oleh bek lawan sehingga harus dilanggar. Kecerdikan dan kejelian membaca situasi ini yang harus diwaspadai calon lawan mereka.
Walau penguasaan bola mereka minim, pemain Wolfsberger tampil efektif memanfaatkan peluang dan sangat disiplin, terutama lini bertahanannya. Berdasarkan data FotMob, Wolfsberger bisa dibilang sebagai salah satu tim dengan pertahanan terbaik.
Duet Dominik Baumgartner dan Luka Lochoshvili di jantung pertahanan Wolfsberger sangatlah kokoh. Lochoshvili yang punya postur menjulang (1,91m) menghasilkan 40 sapuan, 18 halauan dengan sundulan, dan 19 intersep selama babak grup Liga Europa.
Catatan tekel sukses para pemain Wolfsberger juga impresif. Namun, semua kedisiplinan dan gaya main keras tersebut punya konsekuensi, yaitu Wolfsberger jadi salah satu tim yang paling banyak menerima kartu kuning.
Walaupun sudah dipaksa bekerja ekstra keras dan kalah penguasaan bola dari lawan-lawannya, nyatanya Wolfsberger masih bisa membuat tendangan tepat sasaran. Seperti pada laga terakhir babak grup melawan Feyenoord, Wolfsberger hanya mengusai bola 33%, tapi bisa melancarkan 12 shots dan 4 shots on target jauh mengungguli Feyenoord yang hanya bisa bikin 7 shots dan 3 shots on target.
Kebiasaan Wolfsberger untuk menciptakan peluang adalah menumpuk 3-4 pemain di dalam kotak penalti lawan dengan ditopang 2 gelandang yang siap menyuplai dari lini kedua. Efektif dan menghukum kesalahan lawan adalah senjata utamanya.
Harga Skuad Wolfsberger AC Lebih Murah dari Gaji Mesut Ozil
Sebelum menutup ulasan yang kepanjangan ini, Anda harus tahu sebuah fakta mencengangkan. Anda tahu berapa nilai valuasi skuad utama Wolfsberger?
Jangan kaget ya, hanya 13,75 juta euro untuk 24 pemain utama! Begitu kata transfermarkt. Kalau dibanding klub Indonesia ya besar, tapi menurut takaran klub eropa ya kecil.
Nilai 24 pemain utama Wolfsberger AC bahkan kalah dengan harga pasaran Jesse Lingard (14 juta euro), tak sampai seperempat harga transfer Romelu Lukaku ke Inter (74 juta euro), dan masih tak bisa menyalip gaji buta Mesut Ozil di Arsenal (+- 18,2 juta euro per tahun).
Tanpa kepo, kita sudah paham kalau perbandingan harga skuad Wolfsberger dengan lawannya di babak 32 besar Liga Europa, Tottenham Hotspur bagaikan bumi dan langit ketujuh. 29 pemain utama Spurs punya harga total 738,55 juta euro!
Wolfsberger, tim musafir di Liga Europa
Selama berlaga di Liga Europa musim ini, RZ Pellets WAC bermarkas di Stadion Woerthersee yang terletak di kota Klagenfurt, ibukota negara bagian Carinthia. Penyebabnya, stadion mereka tak memenuhi standar UEFA. Seperti kebanyakan stadion klub Indonesia yang sering tak lolos verifikasi kan?
Stadion Woerthersee adalah stadion yang pernah viral beberapa waktu lalu karena dijadikan hutan sementara oleh seniman bernama, Klaus Littmann. Littmann membuat instalasi seni tersebut dengan menancapkan 300 pohon di lapangan bola untuk mengkampanyekan peringatan perubahan iklim.
2 kemenangan away itu bahkan didapat dari 2 mantan juara UEFA Cup, yaitu Feyenoord dan CSKA Moscow. CSKA dikalahkan sekali dan ditahan imbang di kandang, sementara khusus Feyenoord dipermalukan 2 kali.
Atas dasar uraian di atas, maka RZ Pellets WAC bisa dikategorikan sebagai kuda hitam di Liga Europa musim ini. Tim kecil, modal minim, jadi musafir, dan tanpa dihuni bintang-bintang lokal, "Serigala Austria" ini membuat rekor pencapain dengan lolos ke babak 32 besar Liga Europa untuk pertama kalinya sepanjang serajah klub sejak debut di babak grup Liga Europa musim lalu. Â Â
Apa menariknya tim ini? Dan mengapa kita perlu mengenal tim yang mungkin saja bakal langsung kalah dari Tottenham Hotspur di babak 32 besar Liga Europa musim ini?
Alasannya, tim ini sedikit mengingatkan saya akan kiprah FC Dnipro dari Liga Ukraina yang mampu jadi runner-up Liga Europa 2015. Saat itu mereka adalah tim yang sangat tidak dikenal di eropa.
Sayangnya, Dnipro dinyatakan bangkrut sejak 2019 lalu. Nah, kiprah Wolfsberger bisa jadi mengikuti perjalanan Dnipro yang awalnya diremehkan. Namun, mereka bisa sejenak berjaya sebelum tumbang.
Maka dari itu, mari hargai dan apresiasi perjuangan RZ Pellets WAC di Liga Europa musim ini. Jangan sampai mereka bernasib bangkrut seperti FC Dnipro.
Ya, siapa tau juga mereka bisa meredam taktik Jose Mourinho di Spurs dengan duet mautnya Son-Heung Min dan Harry Kane. Ya, kan? Ya, siapa tau lo ya. Kejutan bisa saja terjadi kan?
Sekian.
@IrfanPras
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H