Kompetisi Liga 1 2020 makin tak jelas. Suram! Setelah dalam 2 kesempatan tak diberi izin kepolisian, kini pelaksanaan lanjutan Liga 1 kembali terancam ditunda.
Sekadar mengingatkan, lanjutan Liga 1 awalnya dijadwalkan digelar pada Oktober lalu. PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator kompetisi sepak bola profesional di Indonesia sudah meminta izin keramaian kepada pihak kepolisian.
Seperti yang kita ketahui, beberapa hari jelang kick-off, kepolisian tidak jadi mengeluarkan izin keramaian untuk menggelar Liga 1. Alasannya, angka kasus penyebaran virus corona masih tinggi saat itu.
Demi kesehatan bersama. Begitu narasinya, tapi lucunya, polisi kini fokus ke pengamanan Pilkada yang akan digelar Desember besok. Padahal apa bedanya dengan pertandingan bola? Sama-sama menimbulkan keramaian kan?
Sempat meminta izin lagi agar bisa digelar November, kini PT LIB bersiap menggelar lanjutan Liga 1 dengan tajuk musim 2020/2021 pada bulan Februari 2021. Sayangnya, muncul kabar buruk lagi kalau kick-off bisa kembali mundur.
Adalah Direktur utama PT LIB, Akhmad Hadian Lukita yang menyampaikan kabar duka itu. Sebelumnya, PT LIB sudah bertemu dengan Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Polri beberapa waktu lalu terkait izin kompetisi Liga 1 dan Liga 2.
Sayangnya, hingga kini belum ada kepastian izin dari pihak polri karena menunggu keputusan dan kebijakan dari Kapolri. Akhmad Hadian mengaku, kepastian izin sebisa mungkin turun bulan Desember, sebab bila turun setelah itu, liga bisa molor lagi.
"Kami meminta kalau boleh maksimal akhir Desember 2020 sudah ada kepastian agar klub-klub memiliki waktu untuk bersiap. Sekarang pemain juga masih berada di mana-mana. Kalau izin keluar, misalnya akhir Januari 2021, liga baru bisa dimulai Maret 2021. LIB belum ada persiapan untuk itu," ujar Akhmad diwartakan Antara, dikutip dari goal.com
Kekhawatiran kacaunya jadwal liga di tahun depan sangatlah berdasar. Tahun 2021, agenda sepak bola kita padat merayap.
Dua event paling akbar adalah Piala Asia U-19 pada Maret 2021 dan Piala Dunia U-20 pada bulan Mei-Juni 2021, dimana Indonesia jadi tuan rumahnya. Maka dari itu, timnas U-19 terus melakukan TC di berbagai tempat.
Belum lagi adanya agenda timnas senior di Pra Piala Dunia 2022 dan Piala AFF yang direncanakan berlangsung pada 11 April--8 Mei 2021. Maka dari itu, bila tak ada kompetisi, pemain level timnas kita bisa kedodoran dalam ajang internasional.
Masih mending kedodoran secara performa, daripada kedodoran secara finansial. Tak ada liga, dapat gaji dari mana? Itulah yang membuat sebagian pemain Liga 1 dan Liga 2 ikut turnamen tarkam (antar kampung).
Liga tak jelas, pemain ikut tarkam. Bolehkah?Â
Baru-baru ini viral video Bayu Gatra yang diminta ibunya pulang saat terjadi kericuhan ketika dirinya ikut tarkam di Jember, Jawa Timur. Bayu tidak sendirian, kabarnya adiknya juga ikut membela salah satu tim di turnamen tarkam tersebut.
Saya yakin tak hanya Bayu Gatra yang lari menyelamatkan karier dan mencari rezeki dari tarkam. Di luar sana pasti banyak pemain pro baik level timnas, Liga 1, dan Liga 2 yang coba ikut tarkam.
Alasannya, ikut tarkam bayarannya jelas. Sekali main langsung bayaran. Salah satu bintang tarkam asal Bogor, Cebol Gunandy baru-baru ini membeberkan rate bayaran pemain level Liga 1 yang ikut tarkam.
"Kalau pemain timnas atau Liga 1 itu terkenal, sekali main minimal 1,5 juta (rupiah) bisa mereka dapatkan. Tetapi, pemain Liga 1 yang bukan bintang ya sejutaan. Kalau Liga 2, mungkin bisa nego di bawah satu juta." kata Cebol Gunandy kepada skor.id
Beberapa klub pro sudah melarang pemainnya ikut tarkam. Rawan cedera jadi alasan utama. Lagipula, PSSI kita tak seperti PSSI negara Eropa sana yang mengurus kompetisi bola hingga level amatir.
Akan tetapi, bolehkah seorang pemain ikut turnamen tarkam? Saya pribadi belum pernah melihat secara langsung fenomena pemain liga 1 bahkan timnas yang ikut tarkam. Namun, saya tahu kalau pemain voli kita sering ikut bermain di turnamen tarkam voli.
Sebetulnya, menurut hemat saya boleh-boleh saja ikut tarkam. Asal turnamen tersebut memang halal dan terjamin. Masalahnya, di level tarkam saja bandar judi juga masih ada, bahkan ganas-ganas. Belum lagi fakta bahwa kita memang tak punya kompetisi amatir.
Tarkam hanyalah jalan pintas terinstan. Mudharat-nya juga lebih banyak. Lagipula, mereka yang ikut tarkam tak tahu lagi harus menyelamatkan karier sepak bolanya ke mana. Nah, bagi yang punya bakat, relasi, performa, dan keberanian, memilih menerima tawaran klub di luar Indonesia adalah jalan terbaiknya.
Liga tak jelas, pemain hengkang ke luar negeri
Kemarin kita disuguhi berita suka dan duka. Pemain U-19 kita, Brylian Aldama dikontrak 18 bulan oleh HNK Rijeka, sementara di waktu yang hampir sama, Bagus Kahfi batal ke FC Utrecht.
BACA DULU:Â Beda Nasib Brylian Aldama dan Bagus Kahfi, Tetap Semangat Bagus!
Sebetulnya, sebelum ada ramai-ramai soal Brylian dan Bagus, mantan penggawa Timnas U-19 era Indra Sjafri sudah ada yang lebih dulu mencoba berkarier di Eropa. Dia adalah Muhammad Iqbal (20 tahun), yang ikut trial di klub Liga Turki, Antalyaspor bulan Oktober lalu.
Kabarnya memang tak se-viral Brylian atau Bagus, sebab eks pemain PSMS Medan itu masih menunggu keputusan hasil seleksi. Bila lolos, M Iqbal bisa direkut di bursa transfer putaran kedua, Januari nanti.
Selain mereka, nama Rendy Juliansyah (18 tahun) juga sempat dikabarkan diminati klub Eropa. Namun, belum ada kabar resmi terkait rumor ini.
Ya, semoga saja kabar itu benar dan untuk M Iqbal, semoga bisa menembus tim Antalyaspor. Bila demikian, langkahnya untuk berkompetisi di luar Indonesia akan mengikuti jejak rekannya di Timnas U-19 dulu.
Ia adalah Todd Rivaldo Ferre, pemain 20 tahun milik Persipura Jayappura. Bedanya, Todd dipinjamkan Persipura ke kontestan Liga 2 Thailand, Lampang FC hingga Maret 2021. Akun twitter resmi Persipura sudah mengkonfirmasi hal tersebut.
Nasib baik yang diterima Todd Rivaldo Ferre jadi angin segar bagi kariernya. Pelatih Persipura, Jacksen Tiago melalui akun instagram-nya bahkan meminta Todd agar tak cepat pulang ke Indonesia mengingat kondisi sepak bola tanah air yang tidak jelas.
Untuk Riko dan Rezaldi, kabarnya Persija Jakarta membuka peluang untuk meminjamkannya ke luar Indonesia. Menurut rumor, Riko diminati runner-up Liga Super Malaysia, Kedah FA.
Kedah bahkan juga dirumorkan telah sepakat dengan Lilipaly, tapi hingga sekarang kabar tersebut belum bisa dibenarkan. Sementara untuk Rezaldi, kabarnya ada klub dari Thailand dan Korea Selatan yang meminatinya.
Lain lagi dengan Evan Dimas. Negosiasinya dengan klub Malaysia, Terengganu FA tidak menemui kesepakatan harga karena Evan sendiri masih punya opsi perpanjang kontrak 3 tahun di Persija.
Pemain yang baru menyelesaikan proses naturalisasinya, Marc Klok juga dirumorkan diminati klub Malaysia, Perak FC. Sebelumnya, Perak juga diisukan menaruh minatnya pada kapten Persebaya, Hansamu Yama. Namun, kepada Jawa Pos, Hansamu menepis rumor tersebut.
"Saya nggak ngurusin isu (pindah ke Malaysia, Red) itu. Saya masih fokus lahiran anak pertama saya," cetus Hansamu saat ditemui Jawa Pos di Gresik, beberapa waktu lalu.
Tak hanya pemain lokal yang hijrah ke luar Indonesia. Para pemain asing yang terlanjur dikontrak juga beberapa sudah pergi dari Indonesia akibat liga yang tak kunjung kick-off.
Salah duanya adalah Bruno Lopes dan Guy Herve. Bruno Lopes, striker Madura United yang baru datang Oktober lalu memilih kembali ke Brasil. Sementara Guy Herve, gelandang Pantai Gading milik Bhayangkara FC berlabuh ke salah satu tim di Liga Maroko.Â
Selain nama-nama di atas, beberapa pemain lokal dan asing yang akan habis kontrak pada Desember nanti juga jadi komoditi panas di bursa transfer. Siapa pun bisa merekrut mereka, termasuk klub-klub luar Indonesia, baik level ASEAN, Asia, maupun Eropa.
Apa kita tak malu jadi salah satu negara yang belum melangsungkan kompetisi sepak bola di tengah pandemi Covid-19 dengan protokol kesehatan? Di ASEAN, hanya Indonesia dan Brunei yang belum jalan liganya.
Oleh karena itu, saya sangat mendukung keputusan klub yang membuka jalan pemainnya untuk dipinjamkan atau dikontrak klub luar negeri. Apa sisi positifnya?
Plus-minus berkarier di luar Indonesia
Berkarier di luar negeri terutama Eropa hampir jadi impian setiap pemain bola. Pertanyaannya, apakah ada pemain kita yang enggan berkompetisi di luar Indonesia?
Jawabannya, ada. Alasan klasiknya adalah kenyamanan dan dekat dengan keluarga. Greg Nwokolo sudah pernah menyindir ini. Begitu pula Beto Goncalves yang menilai pemain lokal kita terlalu gampang puas dengan kariernya.
Pemain lokal kita bisa mencontoh perjalanan karier Yanto Basna. Basna adalah contoh terbaik. Dia dulu hanya cadangan di Timnas U-19 era Indra Sjafri dan sudah sering di-bully netizen kala membela timnas.
Tapi saksikanlah Yanto Basna sekarang. Bek 25 tahun itu sudah membela 3 klub di Thailand dan jadi salah satu bek asing terbaik. Tahun lalu, Basna masuk dalam 11 pemain ASEAN terbaik di Thai League.
Pengalaman, mentalitas, dan karier yang lebih terjamin jadi jaminan pemain yang berani berkompetisi di luar Indonesia. Apalagi, secara finansial klub di luar Indonesia lebih terjamin pembiayaan gajinya.
Menurut hemat saya, apa yang jadi ketakutan pemain lokal kita keluar dari Indonesia adalah sulitnya adaptasi hingga cibiran netizen apabila ia gagal. Ambil contoh situasi Egy MV di Polandia yang masih sulit mendapat tempat di Starting XI Lechia.
Egy sudah berkali-kali dicibir netizen, tapi ketika SEA Games lalu, kita sudah meraskan betapa timnas Indonesia butuh jasa Egy terutama saat final melawan Vietnam. Sama seperti Witan yang berkarier di Liga Kroasia. Kemampuannya sudah naik berkali lipat.
Jadi, tunggu apa lagi? Bila ada kesempatan berkarier ke luar Indonesia, ambillah. Tapi perlu diperhatikan, bila kesempatan itu datang atas dasar menganggur karena kompetisi dalam negeri yang tidak jelas, maka ada yang salah dengan sepak bola kita.
Sekian. Salam bola!
@IrfanPras
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H