Pernyataan kontroversial kembali terlontar dari Menteri Agama, Fachrul Razi. Pernyataan tersebut terlontar kala Ia menjadi pembicara pada webinar bertajuk "Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara", di kanal YouTube Kemenpan RB, Rabu (2/9) lalu.
Menag Fachrul Razi mengungkap bahwa kelompok atau paham radikalisme masuk ke masjid-masjid salah satunya adalah melalui anak good looking. Sontak, pernyataan Menag yang akhirnya dimuat oleh CNN itu sempat menjadi trending di Twitter.
"Caranya masuk mereka gampang; pertama dikirimkan seorang anak yang good looking, penguasaan Bahasa Arabnya bagus, hafiz (hafal Alquran), mereka mulai masuk," kata Fachrul dalam webinar bertajuk 'Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara', di kanal Youtube Kemenpan RB, Rabu (2/9) dikutip dari CNN Indonesia.
Hingga Jumat (4/9) pagi ini, #goodlooking masih nangkring di trending topic Twitter.
Lha gimana, masa anak good looking harus banget dicurigai bila masuk ke masjid-masjid, utamanya masjid di lingkungan pemerintahan dan BUMN. Lebih lanjut, Menag menerangkan bahwa setelah si "penyusup good looking" itu berhasil mendapat simpati dan posisi strategis di kepengurusan masjid, Ia akan merekrut teman-teman sepemahamannya dan menyebarkan paham radikalnya.
Wah ngeri juga ya? Saya sendiri takut bila kejadian beneran. Cuma begini, kenapa harus anak good looking si yang dicurigai? Apa tidak ada anak-anak lain yang lebih pantas dicurigai?
Pernyataan inipun banyak dijadikan bahan candaan. Ada juga netizen yang bersyukur karena merasa dirinya tidak good looking, tetapi bad looking, ya saya salah satunya hehe.
Menag juga tak sadar, bahwa pernyataan tersebut berpotensi memberi pengaruh negatif ke sektor perekonomian. Banyak anak muda yang tengah berusaha memperbaiki penampilan fisiknya menjadi good looking.
Ada yang memakai make-up. Ada yang memakai sabun kecantikan. Yang jelas memakai produk-produk perawatan tubuh demi penampilan OK yang ujungnya memberi kepercayaan diri.
Nah, bila Menag berkata seperti itu, bisa jadi yang tadinya merawat tubuhnya dengan berbagai produk perawatan dan kecantikan secara rutin, tiba-tiba akan berhenti di tengah jalan. Mereka takut bila hasilnya membuat wajah dan penampilan mereka menjadi good looking, yang akhirnya membuat mereka dicurigai ketika masuk masjid.
Efeknya, para pedagang produk kecantikan dan perawatan tubuh akan mengalami penurunan pendapatan karena konsumennya takut. Pedagang bisa merugi, ekonomi memburuk. Loh, jadi merembet kemana-mana to?
Saya pribadi tak terlalu menganggap serius pernyataan tersebut, ya cukup senyum lucu saja, hehe. Bukankah sudah biasa Menteri seperti Bapak Fachrul Razi mengeluarkan pernyataan kontroversial atau blunder?
Bila pembaca ingat, dulu beliau pernah membuat pernyataan untuk melarang ASN memakai cadar dan celana cingkrang di lingkungan pemerintahan. Sadar hal itu memicu kegaduhan dan kecaman, sehari kemudian, Menag mengklarifikasi bahwa itu baru usulan belum keputusan.
"Demi alasan keamanan. Apalagi kejadian Pak Wiranto yang lalu," kata Menag Fachrul Razi soal alasan pelarangan cadar dan celana cingkrang di lingkungan ASN pada Rabu (30/10/2019) dikutip dari Tirto.
Nah, kasus anak good looking yang masih hangat ini bisa berakhir seperti pernyataan cadar dan cingkrang. Bisa jadi, dalam beberapa hari ini akan ada klarifikasi dari pernyataan tersebut, kan Menteri kita juga sudah biasa saling klarifikasi, hehe.
Kembali lagi, ketimbang mengurusi pernyataan anak good looking berpotensi menyebar paham radikal, saya lebih geram ketika Menag menyebut hafiz sebagai salah satu penyusup yang menyebarkan paham radikal di masjid. Menurut hemat saya, pernyataan ini menunjukkan kurangnya kapasitas Fachrul Razi sebagai Menag.
Kita perlu paham dulu apa itu hafiz dan poin apa yang menjadikan seseorang layak menyandang gelar hafiz Alquran. Jangan sampai salah kaprah seperti Menag.
Dikutip dari nu.or.id, Kiai Ahmad Kanzul Fikri (Gus Fikri) berpendapat bahwa penyebutan penghafal Alquran di Indonesia masih salah. Penghafal Alquran disebut hafiz (untuk laki-laki) atau hafizah (untuk perempuan), padahal yang tepat adalah hamilul quran.
"Hamilul qur'an itu artinya orang yang membawa Alquran. Orang seperti ini tidak pernah meninggalkan kitab suci dalam keadaan apapun dan dimana pun. Membaca dan mengkaji Alquran adalah kebutuhan hidup bagi orang model ini. Sehingga kurang tepat kalau dipanggil hafiz atau hafizah. Tapi di Indonesia sudah jadi umum dan dianggap benar," jelas Gus Fikri dikutip dari artikel nu.or.id (6/10/2018).
Senada dengan Gus Fikri, Ustaz Adi Hidayat juga sependapat. Dalam salah satu ceramahnya yang dimuat di salah satu kanal YouTube, Ustaz Adi menjelaskan bahwa sebutan yang tepat bagi penghafal Alquran ada 2, yaitu Shohibul Quran dan Hamilul Quran. Sementara sebutan hafiz, lebih tepat diberikan kepada orang yang hafal hadist/ahli hadist.
Nah, berdasarkan fakta ini, hafiz yang dimaksud Menag itu penghafal quran atau ahli hadist? Tolong berhati-hatilah Pak Menag. Seorang hafiz atau penghafal quran itu mendapat jaminan langsung dari Allah.
"Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia. Para sahabat bertanya, 'Siapakah mereka, ya Rasulullah?' Rasul menjawab, 'Para ahli Alquran. Merekalah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya." (HR. Ahmad)
Kita juga bisa melihat secara langsung bahwa banyak para penghafal quran punya kecerdasan di atas rata-rata. Sudah banyak kampus swasta dan negeri yang memberi beasiswa khusus kepada para penghafal Alquran.
Maka dari itu, berhati-hatilah mengeluarkan pendapat Pak Menag, kalau tidak paham bertanyalah kepada ahlinya. Salah-salah, Anda memberi pengetahuan keliru kepada masyarakat.
Khusnudzon saya, mungkin yang dimaksud Menag Fachrul Razi adalah kelompok penghafal Alquran dhalimun linafsihi. Yaitu mereka yang zalim, menempatkan ayat Alquran bukan pada tempatnya. Mereka hafal Alquran tapi perilaku mereka tidak sesuai dengan ajaran Alquran.
Dari pernyataan Menag ini, sebetulnya menjadi pembelajaran bagi kita untuk hati-hati dalam bertutur kata. Bila belum cukup ilmunya, minimal beradablah dulu.
Saya juga menyoroti, bahwa Menag seperti terlalu mengurusi kelompok penganut Islam. Kan agama di Indonesia bukan hanya Islam to? Banyak permasalahan yang lebih penting diurusi ketimbang sekadar membuat pernyataan untuk waspada.
Kalau kata anak gaul, "talk less do more!".
Mari kita tunggu saja, apakah Menag akan membuat klarifikasi setelah ini. Yang pasti, saya mengingatkan kepada Bapak Fachrul Razi untuk sekali lagi, berhati-hatilah dan banyak belajar lagi dari para Kiai dan Ulama yang punya keilmuan tinggi.
Pernyataan Anda soal anak good looking dan hafiz menjadi salah satu penyebar paham radikal ini berbahaya lo. Selain bisa memicu kegaduhan, efeknya bisa merambat ke perekonomian, utamanya ke sektor produk kecantikan dan perawatan tubuh, hehe.
Sudah lah, begitu saja saya takut ada tukang bakso lewat depan rumah, hehe.
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H