Memasuki gerbang masuk pantai, kami dicegat petugas tiket. Dengan membayar Rp 4000,00 saja, kami sudah mendapatkan tiket sebagai tanda bukti izin masuk objek wisata.
Motor kembali melaju menuju parkiran, tapi baru beberapa puluh meter, kami disuguhi keindahan dan kemegahan Patung Dewa Ruci. Ikon baru inilah yang membuat objek wisata yang kami kunjungi ini disebut sebagai Pantai Dewa Ruci Jatimalang, tapi kami wisatawan lokal lebih mengenalnya dengan sebutan Pantai Jatimalang.
Disebut dengan Pantai Jatimalang karena letak pantainya berada di Desa Jatimalang, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo. Sudah sejak dahulu, pokoknya dari kami kecil sudah disebut Pantai Jatimalang. Namun, beberapa waktu lalu namanya sedikit diubah.
Mungkin tahun lalu, persisnya kurang paham, Pantai Jatimalang seperti di rebranding oleh Bapak Bupati dengan nama Pantai Dewa Ruci. Tidak cuma sekadar nama, di pantai kebanggan orang Purworejo itu juga dibangun ikon baru berupa patung Dewa Ruci berukuran sangat besar.
Itu juga yang membuat harga tiket masuknya naik. Biasanya kalau hari biasa hanya seharga Rp 3000,00 saja ditambah biaya parkir motor Rp 2000,00 atau mobil Rp 5000,00, wisatawan sudah bisa menikmati berbagai suguhan panorama dan keriuhan penghuni pantai.Â
Tak apalah, toh kami datang kesini untuk menikmati indahnya pemandangan pantai dan segala isinya, serta sedikit bernostalgia tentunya.
Sayangnya, kami tidak paham berapa biaya sewanya, berapa lama waktu penggunaannya, dan sudah sejak kapan ATV ada di pantai kebanggaan kami ini. Habis gimana, kami berdua terlalu menikmati ngobrol romantis di gubuk-gubuk cinta yang berjejer-jejer sepanjang pantai, hehe. Oiya, di dekat gubuk ini juga ada kolam renang kecil untuk anak-anak lo.
Apesnya, kenikmatan ini masih saja diganggu dengan beberapa sampah yang dibuang sembarang oleh pengunjung tak tahu adab, padahal pengurus pantai sudah membuatkan tempat sampah di titik-titik keramaian.
Ketika jam telah menunjukkan pukul 3 sore, sudah masuk waktunya asar ternyata. Akan tetapi, di pantai ini kami tidak perlu khawatir. Sudah tersedia musala yang bersih, lengkap dengan tempat wudhu dan toiletnya. Eits, jangan ditanya rasa airnya ya, agak asin maklum dekat laut.
Letak musalanya cukup jauh dari bibir pantai, sehingga aman dan jamaah bisa khusyuk menjalankan salat. Mungkin hanya suara motor dan mobil yang mencari parkir atau suara pengunjung yang ramai-ramai makan bareng di warung makan seafood yang akan sedikit memecah fokus.
Uniknya, beberapa warung makan seafood disini punya sistem penamaan yang hampir mirip.
Sepertinya semua pemilik warung makan seafood disini merupakan ibu-ibu. Habis gimana, kalau tidak memakai kata "Mbak", ya "Yu". Contohnya warung makan seafood "Yu Kasmini", "Yu Pesek", "Yu War" dll.
Mungkin itu juga yang membuat nama warungnya memakai nama si ibu, karena si bapak pekerjaan utamanya mencari ikan sebagai bahan pokok usaha warung seafood. Dasar cocoklogi.
Sementara tak jauh dari warung seafood, ada deretan penjual ikan di pasar ikan dan tempat pelelangan ikan yang paling ramai suasananya ketika pagi hari.
Sayangnya, inilah salah satu masalah utama kehidupan pantai dan laut dari kami kecil. Kami pernah mendengar pemda akan membuat tempat pelelangan ikan yang layak dan modern. Memang ada perubahan tapi ya sama saja.
Kami berdua kembali ke pantai idola masa kecil kami ketika dewasa. Ketika kami berdua beranjak dewasa, Pantai Dewa Ruci Jatimalang juga mendewasakan dirinya. Sayang, pemerintah daerah setempat belum juga dewasa kebijaksanaannya.
Ada missing link di sini yang sudah terpelihara dari zaman ke zaman. Sepertinya, masalah ini cukup diselesaikan secara bijak oleh Keraton Agung Sejagat eh maaf salah, tapi Pemerintah Kabupaten Purworejo dan pemerintah desa setempat.
Dengan waktu yang semakin beranjak sore, kami berdua memutuskan pulang ke rumah meninggalkan Pantai Dewa Ruci Jatimalang sebelum maghrib. Karena kalau sudah maghrib pantai akan sepi secara otomatis, warung-warung akan tutup, gelap.
Akan tetapi, sejak pertengahan Juni ketika pemda memberlakukan New Habit dan pariwisata dibuka kembali, cahaya matahari seolah menyinari lagi kehidupan pantai yang gelap semasa pandemi.Â
Pengunjung mulai datang lagi, warung makan seafood kembali buka, pedagang kaki lima mulai berdagang lagi, penjual jajanan motoran juga hadir, dan nelayan kembali bisa menjual hasil tangkapan ikannya di pasar.
Semoga ketika kami kembali mengunjunginya, akan ada kejutan lagi dari Pantai Dewa Ruci Jatimalang. Ahh, rasanya pengin libur lebih lama, biar bisa makin lama juga menikmati indahnya suasana pantai, menghabiskan sore menunggu matahari terbenam hanya berdua dengan pujaan hati.
Sekian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H