Sayangnya, seperti klub-klub yang terdegradasi musim ini, pandemi Covid-19 jadi hambatan. Selepas kompetisi dilanjutkan kembali pascavakum, 3 hasil imbang di 3 laga pertama dan 3 kekalahan beruntun di 3 laga terkahir membuat Deportivo kembali masuk zona degradasi dan akhirnya secara matematis mereka terdegradasi.
Sudah jatuh tertimpa tangga. Begitulah kondisi terkini Deportivo sebelum dinyatakan turun kasta. Laga pekan terakhir mereka ditunda otoritas liga dan Federasi Sepak Bola Spanyol (RFEF) setelah beberapa pemainnya dinyatakan positif Covid-19.
Langkah hukum coba ditempuh pihak klub yang merasa dirugikan, namun bisa dilihat bersama bahwa walau mereka menang pun, hasil akhirnya tetap sama, degradasi.
Nasib lebih buruk harus siap dirasakan Deportivo La Coruna. Tak peduli klub dari divisi 1 atau 2, mereka yang terdegradasi harus siap-siap merugi dan ditinggal pergi beberapa pemain andalannya. Bukankah sudah hukum alamnya begitu di dunia sepak bola modern?
BACA JUGA: Budaya Berburu Pemain dari Klub Degradasi di Eropa
Kenangan Manis Super Depor Kini Hanya Tinggal Kenangan
Mantan juara La Liga ini mulai musim depan akan selevel dengan Barcelona B, Real Madrid Castilla, Celta Vigo B, hingga Getafe B. Sungguh nasib nahas bagi klub yang dulunya pernah jaya di era 90-an dan awal 2000-an ini.
Bagi pembaca yang tumbuh kembang di era tersebut, nama Deportivo La Coruna tidaklah asing di telinganya.
Jika boleh dibandingkan, kisah Deportivo ini mirip dengan klub Parma di Serie A dan Leeds United di Premier League. Ketiganya adalah kuda hitam di masanya, bahkan mereka juga jadi juara dengan dihuni beberapa pemain beken dalam skuatnya.
Pada era tersebut, Parma punya Crespo, Veron, Cannavaro, Thuram, hingga Buffon. Leeds yang kini sedang bergembira pascapromosi ke Premier League dulu pernah punya Eric Cantona, Alan Smith, Harry Kewell, dan Jimmy Floyd Hasselbaink.