Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Baru Dimulai Lagi, Premier League Sudah Kembali Sajikan Drama dan Kontroversi

18 Juni 2020   12:50 Diperbarui: 18 Juni 2020   12:43 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Premier League akhirnya resmi bergulir 17 Juni atau 18 Juni dini hari tadi. Premier League dibuka dengan laga tunda pekan ke-29 antara Aston Villa vs Sheffield United dan Man. City vs Arsenal.

Seperti Bundesliga, Serie A Italia, La Liga, atau K-League, pertandingan Premier League juga tidak dihadiri penonton di stadion. Penulis sendiri menonton tayangan Premier League lewat aplikasi berbayar resmi yang menjadi broadcaster resmi di Indonesia.

Rasanya cukup aneh melihat tayangan liga yang sepi tanpa dukungan suporter di dalam stadion. Pertandingan Premier League biasanya dihadiri banyak penonton yang membuat suasana pertandingan menjadi meriah.

Menurut data transfermarkt, pada musim lalu saja rerata kehadiran penonton di stadion klub kontestan Premier League hampir mencapai 100%, lebih tepatnya menyentuh angka 97,8%. Manchester United dengan Old Trafford-nya yang masih menjadi stadion terbesar di Premier League memuncaki daftar tersebut.

Menurut data express.co.uk, musim lalu rata-rata jumlah penonton di Old Trafford mencapai angka 74.498 dari kapasitas total stadion 74.879. Vitality Stadium, kandang dari tim kecil Bournemouth yang punya kapasitas paling sedikit (hanya 11.329) bahkan punya rata-rata kehadiran penonton di stadion hingga 10.498 atau 92,7%.

Ditambah fakta bahwa mayoritas stadion klub Premier League tak punya trek lari (kecuali London Stadium-nya West Ham) sehingga penonton sangat dekat dengan lapangan. Maka tak jarang sering terjadi cekcok antara penonton dengan pemain atau pelatih.

"New Normal" di Premier League

Namun uniknya, pemegang hak siar dan pihak klub menyiasati kehadiran penonton di stadion. Kebetulan penulis menonton pertandingan Man. City vs Arsenal yang digelar di Etihad Stadium.

Selama pertandingan masih terdengar sorak sorai dukungan suporter. Usut punya usut, dikutip dari Daily Mail (1/6/2020), ternyata pihak broadcaster memasang efek suara dari game FIFA 2020 untuk tayangan resminya demi menyiasati heningnya stadion.

Selain efek suara suporter, di beberapa sudut stadion terpasang layar yang menampilkan fans yang ternyata menonton lewat aplikasi Zoom. Namun tak seperti klub K-League yang memasang boneka seks sebagai penonton dadakan di bangku penonton, City memasang beberapa spanduk sponsor dan pesan moral untuk menutup kosongnya stadion.

Layar besar dipadang di stadion demi menyiasati kehadiran penonton. | foto: twitter @brfootball
Layar besar dipadang di stadion demi menyiasati kehadiran penonton. | foto: twitter @brfootball

Memang sudah pasti hal semacam itu tak dapat terhindarkan mengingat pandemi belum usai dan protokol kesehatan ketat harus diterapkan. Seluruh pihak yang ada di lapangan juga diminta menjaga jarak alias menerapkan physical distancing.

Selebrasi seusai mencetak gol pun diminta menjaga kontak dan jarak. Pemain, pelatih, dan official yang hadir pun tak bersalaman dengan tangan melainkan dengan siku dan memakai masker. Ini merupakan sebuah "new normal" di sepak bola selama masa pandemi.

Beberapa peraturan juga terlihat diubah selama jalannya pertandingan. Kalau biasanya pergantian pemain hanya 3 pemain, maka di masa "new normal" ini Premier League menambah jumlah pergantian pemain hingga 5 pemain.

Jumlah pemain cadangan juga ditambah. Ada 9 pemain cadangan yang disiapkan. Namun Premier League tak sampai se-ekstrem Bundesliga yang sampai menjaga jarak kursi pemain cadangan hingga 1-2 meter.

Selain itu, di menit ke-75, para pemain terlihat beristirahat sejenak di pinggir lapangan atau istilah kerennya water break. Kedua hal itu diaplikasikan demi menjaga kesehatan para pemain di lapangan mengingat mereka juga sudah vakum 100 hari lamanya.

Namun sayangnya, walau sudah dihimbau untuk menerapkan protokol kesehatan, terlihat beberapa orang masih tidak disiplin. Pep Guardiola misalnya, ia masih sering terlihat memegang bagian mukanya. Mikel Arteta, pelatih Arsenal yang sempat terkena virus corona terlihat lebih berhati-hati. Seusai laga ia tidak bersalaman atau tos dengan pemain dan pelatih memakai tangan melainkan dengan sikunya.

Sementara di lapangan, setelah pemain City mencetak gol beberapa pemain masih terlihat tos atau bersalaman bahkan saling peluk. Memang sepak bola adalah olahraga kontak fisik, dan menerapkan protokol ketat secara disiplin di lapangan tentu sangat sulit.

Hasil Pertandingan Semalam

Laga tuan rumah Man. City melawan Arsenal sendiri akhirnya dimenangi tuan rumah dengan skor telak 3-0. Duel yang mempertemukan guru dan murid yaitu Pep dan Arteta akhirnya dimenangi sang guru. Arteta sendiri sebelum jadi pelatih kepala Arsenal merupakan asisten Pep di City.

The Citizen unggul terlebih dahulu di akhir babak pertama lewat Raheem Sterling. Lalu, babak kedua baru berjalan 6 menit, anak asuhan Pep Guardiola menggandakan keunggulan lewat eksekusi penalti Kevin de Bruyne.

City mengakhiri dominasinya terhadap Arsenal setelah pemain pengganti Phil Foden mencetak gol di masa injury time babak kedua. Dengan hasil itu The Citizen kokoh di posisi dua dengan 60 poin dan memaksa Liverpool harus tetap memungut 2 kemenangan untuk jadi juara.

Ya, apabila semalam City kalah, Liverpool yang sudah mengumpulkan 82 poin dari 29 laga hanya butuh satu kemenangan untuk mengakhiri puasa gelar Premier League mereka. Sementara di laga sebelumnya, tuan rumah Aston Villa ditahan imbang oleh tim tamu Sheffield United, 0-0.

Hasil itu membuat posisi Aston Villa tertahan di peringkat 19 alias zona degradasi dengan 26 poin. Sementara Sheffield United berada di posisi ke-6 dengan 44 poin.

Kedua laga ini juga diwarnai aksi kemanusiaan. Sebelum laga dimulai terlihat para pemain dan seluruh pihak di lapangan memberi penghormatan kepada korban Covid-19. Selain itu mereka juga mengganti nama yang tertera di punggung dengan tulisan "Black Lives Matter" sekaligus melakukan aksi take a knee sebelum laga untuk menyuarakan dukungan anti rasisme.  

Jersey Arsenal menempatkan lencana NHS sebagai pengakuan kepada nakes selain mengganti nama punggung dengan
Jersey Arsenal menempatkan lencana NHS sebagai pengakuan kepada nakes selain mengganti nama punggung dengan

Dimulai Lagi, Premier League Kembali Sajikan Drama

Hasil pertandingan semalam tak luput dari drama dan kontroversi. Selama penulis menonton pertandingan City vs Arsenal ada beberapa kejadian di lapangan yang sarat akan fakta unik dan drama.

Di babak pertama, Arsenal dipaksa untuk langsung menggunakan jatah 2 pergantian pemain. Mantan kapten mereka, Granit Xhaka diganti Dani Ceballos di menit ke-8 dan setelahnya menyusul Pablo Mari diganti David Luiz di menit ke-24.

Pergantian itu menandakan bahwa sebagian pemain belum sepenuhnya pulih kondisi fisiknya. Sayangnya, masuknya David Luiz malah jadi malapetaka bagi Arsenal. Luiz adalah aktor dibalik dua gol The Citizen.

Gol pertama City yang dicetak Sterling adalah hasil blunder Luiz dalam mengantisipasi umpan ke kotak penalti. Alih-alih memotong umpan, sapuannya malah melambung mengarah ke Sterling yang akhirnya tinggal berhadapan dengan Leno.

Sementara gol kedua Manchester City adalah hasil eksekusi penalti De Bruyne setelah Luiz melanggar Mahrez di kotak penalti. Luiz pun dikartu merah dan membuat Arsenal harus bermain dengan 10 pemain hingga akhir laga.

Kepada Sky Sports, Luiz pun meminta maaf dan mengakui bahwa itu kesalahannya. Luiz pun mengaku bertanggung jawab dan berharap masih dipertahankan Arsenal. Berkat "aksinya", Luiz dan Arsenal pun mendapat cemooh di media sosial.

Laga tersebut juga diwarnai insiden horor. Bek remaja The Citizen, Eric Garcia (19 tahun) yang bermain sebagai starter bersama Laporte terkapar tak sadarkan diri setelah berbenturan dengan Ederson ketika menghalau umpan lambung di depan kotak penalti City.

Melansir dari mancity.com, Eric Garcia mengalami cedera cukup parah di bagian kepalanya hingga dilarikan ke rumah sakit. Belum ada info resmi terkait cedera mantan didikan La Masia itu namun Pep menyatakan bahwa kondisi pemain mudanya itu sudah berangsur membaik.

Insiden tersebut membuat laga dihentikan cukup lama dan membuat official pertandingan memberi tambahan waktu hingga 11 menit. Sementara itu di laga Aston Villa vs Sheffield United juga terjadi drama, lebih tepatnya kontroversi. Laga ini diwarnai keputusan kontroversial terkait goal line technology.    

Pemain tim tamu sempat bersorak ketika kiper Aston Villa terlihat menangkap bola di dalam gawangnya sendiri. Namun anehnya wasit tak menganggapnya sebagai gol dengan alasan teknologi garis gawang tak bersuara.

Seharunya ketika bola melewati garis gawang, jam tangan wasit akan bergetar sebagai indikator. Wasit pun tak menggubris protes pemain yang memintanya melihat tayangan ulang VAR. Seusai laga, penyedia teknologi "Hawk-Eye" meminta maaf dan beralasan bahwa sistem goal line technology tak berfungsi kare terhalang pemain yang berkerumun di garis gawang. Hmm.. 

Sontak hal tersebut jadi perbincangan hangat di media sosial. Walau hal tersebut sebuah kontroversi namun juga sebuah kelucuan dalam gelaran Premier League.

Bola tangkapan kiper sudah terlihat melewati garis gawang. | foto: twitter@brfootball
Bola tangkapan kiper sudah terlihat melewati garis gawang. | foto: twitter@brfootball

Premier League selalu sukses sajikan drama dan kontroversi

Premier League memang selalu sukses setiap musimnya dalam menyajikan laga-laga kelas dunia. Selain itu mereka juga sukses menyajikan drama dan kontroversi di dalam pertandingan.

Laga semalam adalah buktinya. Walau menghasilkan hasil yang menyakitkan di satu pihak, namun hasil itu ternyata tak mempengaruhi animo penonton layar kaca. Mereka termasuk penulis tetap menyambut dengan suka cita.

Sepengamatan penulis di media sosial, pecinta Premier League malah menikmati drama David Luiz di laga City vs Arsenal dan menertawai kekonyolan matinya teknologi "Hawk-Eye". Apapun itu, seluruh pecinta olahraga ini menyambut kembalinya Premier League dengan suka cita.

Dengan sajian drama dan kontroversinya, maka tak heran bila Premier  League disebut sebagai liga paling laku di dunia dan selalu ditungu-tunggu kickoff-nya. Kita tentu masih ingat bagaimana Liverpool dua kali gagal jadi juara setelah terjadi drama menjelang akhir musim.

Musim lalu ketika Liverpool menghadapi Manchester City pada Januari 2019, sepakan Sadio Mane tak disahkan wasit walau bola terlihat sudah melewati garis gawang. Wasit tak mengesahkannya jadi gol karena bola belum 100% masuk dan goal line technology juga tak bersuara.

Yang paling diingat tentu keplesetnya kapten Liverpool, Steven Gerrard ketika menghadapi Chelsea pada musim 2013/2014. Apesnya itu terjadi pada pekan ke-36 dan membuat Liverpool kalah sekaligus disalip Man. City dipuncak klasmen.

Dengan segala dramanya setiap musim, maka wajar bila Premier League sangat ditunggu-tunggu pecinta sepak bola dunia. Tak heran juga tiap kali mereka main animo penonton baik di lapangan atau di layar kaca dan media sosial selalu ramai.

Selamat datang kembali Premier League. Selamat menikmati sajian drama dan kontroversi dari liga terbaik dunia.

Sekian, salam olahraga.

@IrfanPras

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun