"Project Restart". Sebuah dokumen panduan kelanjutan liga, dari rencana tanding hingga protokol kesehatan ketika latihan dan bertanding yang dirancang otoritas liga dan FA untuk melanjutkan kompetisi Premier League yang tertunda. Premier League telah ditunda sejak pertengahan Maret lalu akibat pandemi Covid-19 yang melanda Inggris.Â
Akhirnya, pemerintah Inggris menyetujui proposal tersebut dan kompetisi Premier League akan kembali kickoff 17 Juni ini. Aston Villa vs Sheffield United dan Man. City vs Arsenal akan membuka kembali kompetisi Premier League pekan ini. Selanjutnya, akan langsung diteruskan laga pekan ke-30. Â Â
Jika kita telaah bersama, jadwal kickoff lanjutan Premier League ini terkesan maraton. Hal ini disebabkan karena Premier League masih menyisakan 9 pekan dan ingin segera menyelesaikan kompetisi musim 2019/2020 sebelum bulan Agustus mendatang.
Berbagai persiapan telah dilakukan, mulai dari persiapan tim kontestan liga dengan menggelar latihan bersama hingga persiapan venue dengan protokol kesehatan yang ketat tentunya. Pastinya, protokol kesehatan yang diterapkan tak akan jauh beda dengan Bundesliga, La Liga, dan Serie A yang telah lebih dulu kickoff.
Namun berbeda dengan ketiga liga top eropa lainnya terutama Serie A dan La Liga, keseriusan "Project Restart" ini awalnya tak disambut positif oleh seluruh pihak yang terlibat di liga utamanya pemain dan pelatih. Banyak pemain dan pelatih bahkan pemilik klub yang khawatir dan kurang setuju bila kompetisi sepak bola dilanjutkan di tengah pandemi Covid-19.
Isu Moral Dibalik Restart Premier League
Sebelum "Project Restart" mendapat lampu hijau pemerintah Inggris pada Mei lalu, banyak pemain yang menolak kembali merumput. Penolakan tersebut mereka sampaikan lewat kritikan bahkan ada yang sempat mangkir dari latihan tim.
Raheem Sterling misalnya. Ia sempat khawatir untuk melanjutkan kompetisi liga. Di akun youtube pribadinya ia mengaku sedikit trauma setelah beberapa anggota keluarganya ada yang meninggal akibat virus corona.
Danny Rose mungkin merupakan pemain yang paling keras menentang. Rose yang sedang dipinjamkan Spurs ke Newcastle itu bahkan sampai berkata kasar saat melakukan live Instagram.
"The government's saying bring back football to boost the morale of the nation. I don't give a f**k about the nation's morale. People's lives are at risk! Football shouldn't be spoken about till numbers have dropped massively. It's b******s!", ucap Rose ketika live Instagram pada Senin (11/5) lalu dikutip dari Mirror.
Apa yang disampaikan Rose soal masalah moral itu ada benarnya juga. Inggris belum bisa dikategorikan negara yang sukses mengendalikan atau mengalahkan virus corona seperti Jerman, Korea, atau Selandia Baru. Jumlah kasus positif di Inggris termasuk tertinggi di dunia begitu juga jumlah kematiannya.
Seusai Premier League mendapat lampu hijau pemerintah Inggris untuk melanjutkan kickoff-nya pada 14 Mei lalu, saat itu jumlah penambahan kasus positif corona di Inggris masih sekitar 3.000-an kasus. Kini, per 16 Juni 2020 dikutip dari The Guardian, Inggris mencatat penambahan jumlah kasus positif baru diangka 1.279 kasus. Total hingga 16 Juni lalu, jumlah total kasus positif di Inggris mencapai 298.136 kasus dengan jumlah kematian 41.969 jiwa.
Di kalangan pemain sendiri juga ada yang tercatat positif corona. Jumlahnya sendiri memang tidak sampai ratusan atau puluhan. Namun itu menandakan bahwa virus corona bisa menyerang siapa saja.Â
Maka tak heran bila banyak pemain dan pelatih yang menyuarakan agar Premier League dilanjutkan ketika kondisi kondusif saja. Seperti pernyataan wakil kapten Brighton, Glenn Murray dalam wawancaranya dengan The Football League Show. Striker Brighton itu tak menolak Premier League dilanjutkan tapi ia ingin agar kompetisi dilanjutkan ketika kondisi Inggris kondusif apalagi ia yakin banyak yang merasa khawatir dan ragu.
Frank Lampard adalah salah satu pelatih yang vokal terkait rencana kelanjutan Premier League. Pada bulan Mei lalu dalam wawancaranya dengan The Guardian, ia beropini bahwa akan jadi kontroversi apabila pemain dan staff Premier League mendapat akses tes covid-19 sementara para tenaga kesehatan (nakes) di garda depan belum mendapat akses tersebut.
"Saya tidak berpikir itu (tes covid-19 bagi pemain, pelatih, dan ofisial PL) akan baik-baik saja, tidak hanya dengan saya, tetapi dengan siapa pun, jika kita tidak memastikan bahwa orang-orang yang berada di garis depan (nakes) telah dites lebih dahulu.", ujar Lampard dalam wawancara dengan The Guradian pada Sabtu 2 Mei 2020.
Kekhawatiran, keraguan, dan ketakutan akibat Covid-19 ini menyebabkan beberapa pemain memilih mangkir dari latihan bahkan ada yang sempat menolak main di tengah pandemi. N'golo Kante, anak asuh Frank Lampard di Chelsea adalah salah satu yang memilih untuk tak kembali berlatih sementara waktu.
Kapten tim Watford, Troy Deeney juga melakukan hal serupa. Bahkan sikapnya itu menyebabkan beberapa pemain mengekor keputusannya. Namun pada akhirnya, baik Kante dan Deeney telah kembali terlihat berlatih bersama timya kembali. Hmm...
Isu Finansial Dibalik Kickoff Premier League
Melanjutkan kembali kompetisi Premier League memang cukup dilematis. Seperti yang kita ketahui bersama, pasti banyak pihak yang dirugikan apabila Premier League berhenti begitu saja.
Klub jelas yang paling merugi. Seperti liga top eropa lain yang kembali kickoff, pertandingan Premier League tak akan dihadiri penonton. Otomatis klub tak bisa mendapat pemasukan dari uang tiket.
Pihak klub juga harus mengembalikan uang tiket kepada suporternya yang telah membeli tiket jauh-jauh hari. Selain uang tiket, uang dari hak siar juga tak bisa didapat 100%. Pemegang hak siar juga merugi dalam hal ini akibat tidak adanya animo penonton di stadion sehingga mengurangi keriuhan pertandingan itu sendiri.
Sebuah perusahaan finansial, Deloitte memprediksi bahwa klub-klub Premier League akan merugi secara kolektif hingga 1 miliar poundsterling atau sekitar 17 triliun rupiah. Riset Deloitte ini baru didasarkan pada total pendapatan klub Premier League yang turun dibanding musim lalu akibat pandemi Covid-19.
Selain tak dapat pemasukan dari tiket pertandingan, klub Premier League juga tak dapat pemasukan dari bayaran pertandingan (match fee), dan uang hak siar. Bahkan klub harus membayar ganti rugi kepada pemegang hak siar, ini yang jadi sebab pemasukan dari hak siar tak bisa 100%.
Riset menarik juga dilakukan sebuah lembaga analisis finansial Inggris, Vysyble. Vysyble melaporkan bahwa klub-klub Premier League bahkan sudah merugi sejak musim lalu. Adanya Covid-19 ini hanyalah mempercepat kerugian yang merupakan bagian dari masalah jangka panjang klub-klub Premier League.
Masuk akal, sebab selama ini kontestan Premier League sangat bergantung pada pemasukan dari hak siar. Apesnya mereka malah harus membayar kompenasi ke pemegang hak siar musim ini. Mengutip dari The Independent, klub harus membayar kompensasi dengan jumlah yang diperkirakan mencapai 35 juta poundsterling tiap pekan setelah 26 Juli nanti.
Intinya, klub akan rugi jika menolak tanding lagi. Ini yang menjadi dilema. Jika tak ada pemasukan karena musim yang tak selesai otomatis klub tak bisa membayar biaya gaji pemainnya sendiri.
Inggris ini anomali dibanding liga top eropa lainnya. Selain penolakan liga dan mogok latihan, dikabarkan awalnya para pemain menolak pemotongan gaji dari pihak klub. Yang pasti klub justru memotong gaji staffnya dan merumahkan sebagian karyawan sebelum memotong gaji pemainnya sendiri.
Dalam sepak bola modern, sebuah klub sepak bola sejatinya beroperasi selayaknya perusahaan. Mana ada perusahaan yang mau menggaji karyawannya yang tidak bekerja. Begitulah perumpamaan konsekuensi pemain Premier League yang menolak atau bahkan mogok main, denda sudah menanti.
Maka tak ada kata lain selain kembali ke lapangan hijau apapun kondisinya bukan? Baru-baru ini, bek Aston Villa Tyrone Mings mengungkapkan hal yang cukup mengejutkan. Ia menilai liga sangat kapitalis dan para pemain hanyalah "komoditas" dibalik "Restart" Premier League yang dasarnya hanyalah uang.
"Motifnya mungkin 100% didorong oleh faktor finansial ketimbang integritas. Saya sepakat untuk bermain lagi karena kami tidak punya pilihan lain. Sebagai pemain, kami adalah orang terakhir yang dikonsultasikan soal "Project Restart" dan itu karena posisi kami dalam urutan prioritas sepakbola. Itu bukan masalah. Kami adalah komoditas dalam permainan ini dan kami menerimanya.", kata Mings kepada Daily Mail dikutip dari artikel Goal.com yang tayang 31 Mei.
Ujung-ujungnya Tanding Juga
Namun dengan segala isu yang beredar, pada akhirnya kickoff lanjutan Premier League yang dijadwalkan dimulai kembali pada 17 Juni ini tetap dilaksanakan sesuai jadwal. Baik otoritas liga, FA, pemegang hak siar, hingga asosiasi pemain tetap menyepakati 17 Juni sebagai kickoff lanjutan Premier League.
Memang tak bisa dipungkiri bila ada motif uang dibalik "Restart" Premier League musim 2019/2020. Pihak liga diyakini ingin menyelesaikan kewajiban kontrak siaran sehingga tidak merugi lebih besar. Namun disini klub juga menjadi pihak yang dirugikan, utamanya pemain dan pelatih.
Sepak bola adalah olahraga kontak fisik. Mau seperti apapun protokol kesehatannya, kontak fisik dilapangan tak terhindarkan. Potensi penularan pun bisa saja terjadi mengingat pandemi belum usai. Maka tak salah bila Danny Rose, Glenn Murray, dan Frank Lampard menyebut ada isu moral yang diabaikan di sana.
Apapun itu ternyata liga juga tetap bergulir bukan? Kante, Deeney, dan Mings pada akhirnya kembali berlatih dan siap kembali tanding. Selain karena tak punya pilihan, mereka juga menilai Premier League telah menjamin keamanan dan kesehatan mereka melalui berbagai protokol kesehatan yang dirumuskan liga dengan NHS.
Nah, dengan segala fakta, opini, dan isu yang beredar, masihkah pembaca berminat menonton kelanjutan kompetisi Premier League pekan ini? Atau gara-gara segala isu yang beredar pembaca juga menilai bahwa Premier League hanyalah produk kapitalis yang mementingkan uang dan menabrak moral serta mengabaikan kesehatan di tengah pandemi Covid-19?
Jika berkenan, sila utarakan pendapat di kolom komentar ya. Terima kasih.
Sekian. Salam olahraga. @IrfanPras.
Referensi: The Guardian, Daily Mail, Goal.com, The Independent, Tirto.id, Liputan6.com, Kompas.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H