Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Memberi Maaf Dulu Sebelum Meminta Maaf

26 Mei 2020   07:24 Diperbarui: 26 Mei 2020   07:27 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Design vector created by freepik - www.freepik.com

Seperti yang tertera di judul, "memberi maaf dulu sebelum meminta maaf". Begitulah pesan yang saya dapat ketika mendengar khutbah jumat (22/5) kemarin.

Kebetulan, daerah saya tidak termasuk zona merah, dan diperbolehkan mengadakan solat berjamaah di masjid. Kami juga menerapkan anjuran social distancing serta menjamin jamaah yang hadir dalam kondisi sehat.

Kembali ke momen khutbah jumat tadi. Awalnya, saya tidak terlalu mendengarkan isi khutbah. Saya terjebak dalam lamunan, memandang pemandangan kampung di balik kaca masjid.

Banyak hal yang membuat saya merenung kala itu. Renungan itu malah berujung lamunan ketika mendengar khutbah, jangan dicontoh ya.

Sejak semalam saja sudah dibuat kesal dan sakit hati. Pada hari kamisnya, saya mendengar seorang tetangga baru pulang dari perantauan. Ya, mudik. Saya kesal karena di momen seperti ini masih mudik padahal sudah dilarang.

Saya masih belum bisa menerima alasan apapun terhadap orang yang memutuskan mudik di tengah pandemi ini. Bagaimana tidak, keluarga kami tak bisa berkumpul.

Kakak saya tak dapat pulang. Kuliah saya tertunda, padahal dalam masa skripsian. Ditambah lagi manusia-manusia di luar sana yang malah memadati toko baju buat lebaran. Mau pamer sama siapa? Belum lagi banyak pelanggaran PSBB, dll.

Kesal, sakit hati memenuhi hati dan pikiran saya sehingga khutbah jumat itu tak dapat saya cerna. Sampai pada suatu pembahasan, khotib menyampaikan bahwa,

"Kewajiban manusia itu memaafkan orang lain, baru meminta maaf. Karena sesungguhnya yang Maha Pemberi Ampunan/Maaf hanyalah Allah SWT"

Saya pun kaget. Apa maksudnya? Khutbah pun akhirnya saya dengarkan dengan seksama. Ternyata jikalau kita meminta maaf kepada orang tapi itu hanya bentuk formalitas, apalagi formalitas di bulan syawal, belum tentu Allah menerima maaf itu.

Memaafkan merupakan salah satu ciri orang-orang yang bertakwa. Orang yang bertakwa sendiri merupakan orang yang paling tinggi derajatnya. Dan jaminannya pasti surga.

Seperti penjelasan khatib jumat yang akhirnya saya dengarkan, ada 4 ciri orang yang bertakwa. Dasarnya tentu dari Alquran. 5 ciri tersebut adalah, (1) dermawan di segala situasi, (2) sabar dan mampu menahan amarah, (3) mudah memaafkan dan meminta maaf, serta (4) bersegera dalam memohon ampun.

Khatib juga menjelaskan bahwa keempat ciri orang yang bertakwa ini bermuara pada satu tujuan, yaitu upaya demi meraih maghfiroh (ampunan) Allah. Karena sejatinya manusia pasti selalu punya salah maka kita diperintahkan untuk selalu memohon ampunan kepada Allah.

Dasar dari ciri orang bertakwa yang bakal mendapat maghfiroh atau ampunan Allah ada dalam Alquran, Surat Ali 'Imran ayat 133-135.

"Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa," (QS: Ali 'Imran: 133)

"(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS: Ali 'Imran: 134)

"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui." (QS: Ali 'Imran: 135)

Kondisi pandemi covid-19 yang berbarengan dengan momen ramadan dan idul fitri memang menjadi ujian dan cobaan kita. Kita diuji dengan kondisi serba tak pasti, banyak fenomena pelanggaran aturan, hingga aktivitas yang terhenti dan finansial yang terpuruk.

Selama pandemi, kita diuji solidaritasnya. Membantu sesama walau kondisi diri sendiri sedang tak baik-bak saja. Seperti ciri orang bertakwa yang pertama, dermawan baik di waktu lapang maupun kesusahan.

Selama pandemi kita juga dituntut sabar. Sabar melihat banyaknya orang yang tak disiplin selama masa PSBB atau KLB. Sabar karena tak dapat berkumpul dengan keluarga di momen lebaran. Kita juga semestinya mampu menahan amarah melihat segala fakta itu.

Sabar dan menahan amarah itulah yang akan membantu kita mendapat ridha dan ampunan Allah. Puasa sendiri mengajari kita untuk menahan amarah dan melatih hawa nafsu bukan?

Puasa ramadan di tengah pandemi juga mengajarkan kita untuk melatih maaf. Melatih saraf memaafkan dan meminta maaf. "Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat". (HR Tirmidzi 2499, Shahih at-Targhib 3139)

Oleh karenanya kita harus mawas diri. Introspeksi karena kitapun punya salah. Seperti kata khatib jumat, kewajiban manusia adalah berlapang dada dan memaafkan kesalahan orang lain sembari memohon ampunan kepada Allah.

Maka dari itu, momen lebaran idul fitri ini harusnya bisa kita manfaatkan untuk meraih ampunan Allah serta menjadi pribadi yang bertakwa. Momennya pas, yaitu halalbihalal, bermaaf-maafan.

Khatib jumat itu juga mengingatkan untuk tidak malu meminta maaf terlebih dahulu. Memaafkan kesalahan orang lain juga tidak akan merendahkan kita. Tapi justru akan mengangkat derajat kita dihadapan Allah.

Seusai mendengar khutbah jumat itu saya pun mulai sadar diri. Oiya, selama ini saya diselimuti rasa kesal, rasa sakit hati melihat tingkah laku unik warga +62. Tidakkah saya takut rasa di hati itu tertinggal mengotori hati dan memperberat timbangan keburukan di hari akhir nanti?

Sepanjang hari jumat itu sayapun merenungi makna khutbah jumat itu. "Maafkanlah kesalahan orang lain, karena kita juga punya salah. Kalau sudah, bersegeralah meminta maaf apabila punya salah. Lalu tutuplah dengan memohon ampunan kepada Allah", begitu nasehat sang khatib.

Bisa jadi kita sudah memaafkan orang lain tapi Allah belum memberi maghfiroh kepada kita karena kita tak segera meminta maaf kepada orang yang sudah kita sakiti. Memaafkan kesalahan orang lain adalah bentuk kepalangan dada dan kebaikan. Sementara meminta maaf adalah bentuk kejujuran kita bahwa memang kita juga tak luput dari salah.

"Balaslah keburukan dengan kebaikan", begitu kata pepatah. Sudahlah saya juga sudah sadar, tak perlu saya membalas orang-orang yang melakukan pelanggaran PSBB dengan ikut melanggar aturan juga. Tak perlu saya membalas orang yang melanggar anjuran mudik dengan melakukan mudik juga.

Saya sadar, saya tak perlu sampai sejauh itu hingga takutnya merusak puasa ramadan. Lebih baik memaafkan mereka dan mendoakan kebaikan. Bukankah itu lebih baik dan lebih melegakan?

"Bukalah pintu maaf dan berlapang dada memaafkan kesalahan orang lain"

Jangan sampai di hati kita tertinggal rasa benci dan dengki. Maafkanlah kesalahan orang lain, balas dengan kebaikan. Bersegeralah meminta maaf, karena kitapun pasti punya salah dan segeralah memohon ampunan Allah untuk meyempurnakannya agar Allah menimpakan ridha dan maghfiroh-Nya. 

Jangan sampai juga, momen maaf-maafan di lebaran kali ini hanya formalitas belaka. Resapi dalam hati dan ikhlaskan segala ketentuanNya. Bukankah kunci kebahagiaan hidup salah satunya adalah ikhlas?

Maka dari itu, mari kita manfaatkan momen idul fitri ini dengan saling memberi maaf lalu meminta maaf sebagai pembuktiaan ketakwaan kita kepada Allah SWT. 

taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, semoga Allah menerima amalan saya dan kamu, amalan puasa saya dan kamu.

Jadi, sudahkah kita memaafkan orang lain?

Sekain. Salam @IrfanPras

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun