Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

3 Faktor Penghambat Premier League Telat Kickoff

16 Mei 2020   09:54 Diperbarui: 17 Mei 2020   09:21 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pemerintah mengizinkan pertandingan sepak bola dilanjutkan pada bulan Juni," kata Oliver Dowden, Sekretaris Bidang Digital, Kebudayaan, Media, dan Olahraga Inggris, setelah melakukan pertemuan dengan otoritas sepak bola pada Kamis (14/5/2020) dikutip dari Reuters via Kompas.com

Premier League menyusul La Liga, Serie A, dan Bundesliga yang sudah berencana melanjutkan kembali liga. La Liga direncanakan kembali bergulir pada 12 Juni mendatang. Begitu pula dengan Serie A yang merencanakan bakal kembali bergulir 13 Juni nanti.

Sayangnya, walau sudah diberi izin lanjut di bulan Juni, belum jelas kapan Premier League akan kembali melanjutkan kompetisi yang tertunda akibat pandemi Covid-19. Hingga kini kepastian kapan Premier League dapat kembali digelar masih menjadi perdebatan.

Padahal, di sisi lain Bundesliga sudah siap kickoff. Kondisi Jerman yang sudah semakin membaik ditambah izin dari kanselir membuat Bundesliga akan kembali digelar mulai Sabtu (16/5) ini.

FA dan otoritas Premier League selama ini terkesan hati-hati dalam menentukan kepastian kickoff liga. Lantas apa penyebab FA dan Premier League tidak setegas liga lain dalam menentukan kickoff-nya kembali? Setidaknya ada 3 faktor penghambat kelanjutan Premier League. Berikut ulasannya.

1. Pemerintah

Mau merencanakan seperti apapun, dukungan pemerintah mutlak dimiliki. Tanpa dukungan atau izin dari pemerintah Inggris, Premier League tak bisa kickoff lagi. .

Sejak awal FA dan otoritas liga sudah mematuhi keputusan pemerintah termasuk menghentikan liga untuk sementara sejak 13 Maret lalu. Keputusan ini memang tepat. Beberapa pemain dan pelatih liga dinyatakan positif terinfeksi corona.

Inggris sudah mulai membaik. Dari yang awalnya 6000 kasus sehari, kini angka tersebut sudah turun menjadi 3.560 kasus per 15 Mei. Sementara kasus kematiannya juga semakin menurun. 

Kurva kasus positif yang semakin melandai membuat pemerintah Inggris memberi restu Premier League untuk dilanjutkan kembali pada bulan Juni mendatang.

Sejatinya wacana melanjutkan liga telah dibicarakan sejak lama. Bahkan dilansir dari The Guardian, sekretaris budaya dan Menteri luar negeri Inggris menginginkan kompetisi sepak bola bisa kembali bergulir secepatnya. Sepak bola dianggap dapat memberi dampak ekonomi dan dapat mengangkat semangat bangsa.

2. Protokol Kesehatan

Kemungkinan besar, Premier League digelar tanpa penonton. | foto: AFP via thephuketnews.com
Kemungkinan besar, Premier League digelar tanpa penonton. | foto: AFP via thephuketnews.com

Setelah ada izin dari pemerintah, kendala berikutnya adalah protokol kesehatan yang wajib dipatuhi. Ini tidak mudah, pasalnya NHS (UK National Health Service) pasti akan menerapkan aturan ketat. Aturan ini juga akan menyasar ke semua pihak yang bakal terlibat dalam liga.

Tidak hanya pemain dan pelatih, tetapi juga staf klub, ofisial pertandingan, wasit, pihak keamanan, bahkan jurnalis yang meliput pertandingan. 

Permasalahannya adalah bagaimana mengembalikan sepak bola ke tempat yang aman dan dapat berjalan dengan risiko yang minim? Ingat, sepak bola tak bisa dipertandingkan tanpa kontak fisik.

Maka hal pertama yang harus dipastikan adalah kesehatan tiap pihak yang terlibat dalam liga. Tes Covid-19 menjadi suatu langkah awalnya. K-League dan Bundesliga bisa menjadi contoh bagi Premier League.

BACA JUGA: Korea Bangkit! Ini Profil dan Aturan Khusus K-League 1 Musim 2020

K-League menguji seluruh pemain, pelatih, dan ofisial pertandingan pada 1 Mei sebelum liga digelar seminggu kemudian. Sementara Bundesliga lebih ketat lagi. Seluruh pemain, pelatih, dan staf akan menjalani tes kesehatan seminggu dua kali, di mana salah satunya dilakukan sehari sebelum pertandingan.

Tetapi, Premier League punya masalah tersendiri. Menurut Paul McInnes, jurnalis The Guardian, dibutuhkan hingga lebih dari 40.000 tes selama kurang lebih 10 pekan. 

Premier League masih harus menjalani 9-10 pekan pertandingan, ditambah masa persiapan kickoff ulang, maka jumlah tes yang dibutuhkan bisa lebih banyak.

Jumlah yang begitu tinggi bakal jadi kontroversi. Publik Inggris bisa saja tak setuju soal memprioritaskan sepak bola. Pelatih Chelsea, Frank Lampard misalnya, dalam wawancaranya dengan The Guardian mengungkapkan bahwa akan jadi kontroversi apabila pemain dan staff Premier League mendapat akses tes Covid-19 sementara para tenaga kesehatan (nakes) di garis depan tak bisa mendapat akses tersebut.

"Saya tidak berpikir itu (tes covid-19 bagi pemain, pelatih, dan ofisial PL) akan baik-baik saja, tidak hanya dengan saya, tetapi dengan siapa pun, jika kita tidak memastikan bahwa orang-orang yang berada di garis depan (nakes) telah dites lebih dahulu," ujar Lampard dalam wawancara dengan The Guardian pada Sabtu 2 Mei 2020.

Setelah protokol pertama ditegakkan, masalah berikutnya adalah memastikan sepak bola dapat dijalankan dengan aman. Isunya adalah pertandingan digelar tanpa penonton. 

Selain menggelar pertandingan tanpa penonton, sterilisasi stadion juga mutlak dilakukan. Tentunya dengan tak ada penonton dan pertandingan yang direncanakan digelar di tempat netral akan membuat klub merugi karena tak dapat pemasukan dari uang tiket.

Tentu selain isu diatas masih banyak isu lain dan protokol kesehatan yang wajib ditegakkan. Sementara itu, kini baik FA, otoritas liga, perwakilan klub, dan NHS terus melakukan rapat terkait aturan/protokol kesehatan bagi kelanjutan Premier League.

3. Pemain dan pelatih

Jika semua izin dan protokol telah dibuat, hal selanjutnya adalah memastikan para pemain bisa kembali berlatih. Sayangnya Inggris termasuk tertinggal. Pemain La Liga dan Serie A sudah melakukan latihan di pusat latihan masing-masing sejak awal Mei.

AC Milan misalnya. Milanello sudah dibuka sejak 8 Mei lalu untuk bisa digunakan latihan individu para pemainnya. Pun sama dengan Barcelona yang sudah menggelar latihan individu sejak 8 Mei, sementara Real Madrid memilih memulai latihan sejak 12 Mei lalu.

Sejumlah tim sudah mulai latihan, dan pelatih wajib memakain masker ketika menggelar latihan. | foto: The Guardian
Sejumlah tim sudah mulai latihan, dan pelatih wajib memakain masker ketika menggelar latihan. | foto: The Guardian
Sayangnya klub-klub Premier League tak kompak soal tanggal mulai latihan. Ada yang sudah mulai latihan sejak 12 Mei dan ada yang masih menunggu hingga 18 Mei nanti. 

Walau begitu, pemain sendiri sudah menjalani latihan individu di rumah masing-masing. Tetapi, sepertinya kelanjutan Premier League di tengah pandemi Covid-19 tak direspon positif oleh semua pemain dan pelatih.

Selain Frank Lampard yang khawatir akan isu tes Covid-19 yang tak adil, Pep Guardiola, Nigel Pearson (Watford), dan Graham Potter (Brighton) dilaporkan tak ingin terburu-buru melanjutkan liga. Mereka kompak menyarankan pihak liga lebih dulu menjamin keselamatan dan kesehatan para pemain serta ofisial.

Pemain seperti Raheem Sterling dan Danny Rose juga khawatir untuk melanjutkan kembali latihan. Sterling misalnya, di akun Youtube-nya ia menyatakan ragu untuk melanjutkan liga setelah beberapa kawan dan keluarganya meninggal karena virus corona.

Wakil Kapten Brighton, Glenn Murray lebih vokal lagi. Dalam wawancaranya di acara TV, The Football League Show, Murray mengaku memang seharusnya liga dilanjutkan. Tetapi, striker Brighton tersebut ingin agar liga kembali dilanjutkan ketika situasi di Inggris sudah kondusif.

Setidaknya itulah 3 faktor penghambat kelanjutan liga Inggris. Selain 3 faktor di atas, ada satu hal lagi yang mendasari kenapa Premier League masih ingin melanjutkan kompetisi. 

Alasan finansial menjadi dasarnya. Klub merugi, soalnya pendapatan terbesar mereka adalah hak siar namun sejak tak ada pertandingan uang hak siar tak bisa mereka dapatkan.

Walau sudah berencana kickoff lagi, klub masih tak dapat mendapat uang dari hak siar secara penuh. Dilansir dari The Times, dengan menggelar pertandingan secara tertutup, setidaknya kerugian bisa ditekan diangka 170 juta paun. 

Namun apabila liga batal, Kepala Eksekutif Premier League, Richard Masters mengungkapkan bahwa Premier League bisa merugi hingga 1 Miliar Pound sterling.

Selain masalah finansial, jika liga tak ada kepastian akan ada banyak klub rugi prestasi. Liverpool misalnya, gelar liga yang hanya berjarak 6 poin belum jelas kabarnya. 

Norwich City melalui Direktur Tekniknya merasa klubnya akan rugi apabila sistem degradasi tetap ada ditengah pandemi. Selain itu menjalankan liga juga bisa menekan perdebatan tim yang mendapat jatah kompetisi eropa seperti yang dialami Eredivisie dan Ligue 1. 

BACA JUGA: Hanya Terpeleset dan Haters yang Bisa Gagalkan Liverpool Juara Liga Inggris

Pada akhirnya, keputusan mutlak berada di tangan pemerintah. Sejauh ini pemerintah sudah memberi izin dan klub diizinkan menggelar latihan tim pada 18 Mei. Tetapi tak ada yang tahu apa yang akan terjadi. 

Inggris memang sudah berhasil menekan jumlah kasus positif Covid-19 dan semoga kickoff ulang Premier League bisa kembali digelar tanpa ada masalah di kemudian hari.

Sekian. Salam @Irfanpras

Referensi: The Guardian, The Times, BBC Sports, Sky Sports, Kompas.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun