Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Momen Tersulit Ramadan 2020: Skripsi Terhambat Sejak Covid-19 Mewabah

5 Mei 2020   20:07 Diperbarui: 5 Mei 2020   20:08 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh McElspeth dari Pixabay

"Lulus jalur corona"

Mungkin pembaca pernah dengar istilah itu. Tak hanya bagi siswa SMA/SMK yang baru lulus tanpa perayaan perpisahan, kami yang mahasiswa tingkat akhir pun juga terancam menyandang predikat itu.

Ramadan tahun ini memang berbeda. Banyak orang berdoa, semoga ketika ramadan datang, pandemi covid-19 di Indonesia sudah usai. Tapi Allah SWT punya garis takdir yang telah ditentukanNya dan kita sebagai makhlukNya harus menerima dengan lapang dada sebagai bentuk iman sekaligus ujian.

Saya yakin, seluruh mahasiswa tingkat akhir di berbagai kampus di Indonesia tengah resah. Akibat pemberlakuan social distancing, aktivitas di kampus pun dihentikan sementara. Awalnya masih ada harapan, kampus ditutup hingga batas tertentu. Namun lama kelamaan dengan makin parahnya kasus positif corona, kampus ditutup hingga batas waktu yang tak tentu.

Apa akibatnya? Jelas lah, skripsi jadi tersendat. Aktivitas pengambilan data menjadi terhalangi. Ada social distancing saja sudah susah, saya yakin yang psbb makin susah. Saya sendiri merasakan suasana KLB yang membuat saya tak bisa masuk kampus tanpa surat pengantar dan harus/wajib mematuhi protokol kesehatan untuk diijinkan masuk ke arean kampus.

Itu kasus saya yang masih bisa ambil data di kampus. Banyak mahasiswa tingat akhir lain yang sejatinya penelitiaanya dilaksanakan diluar. Pada akhirnya, karena kondisi yang makin parah, orang tua menghendaki saya untuk pulang saja. Awalnya karena masih bisa aktivitas saya mengelak, namun saya sudah berjanji pada diri saya sendiri jika kakak-kakak saya juga khawatir dan menghendaki saya pulang demi menjaga orang tua di rumah, maka saya siap untuk mematuhi permintaan itu.

Dan benar saja, tak lama setelah angka kasus positif covid-19 mendekati 1000 kakak-kakak saya dan orang tua meminta saya untuk pulang demi keselamatan. Bagi saya yang masih merantau dengan orang tua yang selalu membiayai tentu saya harus menurut. Berat memang rasanya, tapi diperantauan saya mau apa? Kampus tutup, kos sepi karena penghuninya sudah pulang lebih dulu daripada saya. Akhirnya yasudah, #dirumahaja dengan segala kekawatiran sambil berdoa semoga seusai ramadan corona hilang dari Indonesia.

Banyak solusi yang ditawarkan untuk mahasiswa tingkat akhir, mulai dari kelas online hingga bimbingan online. Nah, saya termasuk orang yang kurang nyaman dengan bimbingan online. Anda kira nyaman dan mudah dapat bimbingan secara online? Terkadang ada miss komunikasi dan saya yakin banyak mahasiswa tingkat akhir yang lebih nyaman untuk bimbingan offline, lansung ketemu langsung dapat solusi. Dengan tatap muka, solusi jga cepat dipahami dan proses skripsi bisa lebih cepat.

"Kan ada seminar online?", "Sidang juga bisa online kan?"

Hmm... itu tak mudah. Mungkin yang sudah selesai pengambilan data bisa melakukannya. Bagaimana yang data penelitiannya belum usai? Tapi mereka pun yang sudah selali mengambil data juga galau seperti beberapa kawan saya. Kami sudah membayar berjuta-juta uang UKT, sudah selayaknya mendapat layanan/akses maksimal, ternyata semuanya sekarang jadi tidak bisa diakses kecuali online. Apakah semuanya bisa serba online? Tidak bisa, kalau bisa memilih dan diberi pilihan serta diberi izin, maka saya pun memilih bimbingan offline hingga sidang secara langsung.

Kondisi mahasiswa tingkat akhir seperti saya sudah susah, bayar UKT mahal-mahal tapi fasilitas yang semestinya didapat terhalang pandemi. Bayar kos tapi kosnya sendiri tidak ditempati. Belum lagi harus mendapat ujian harus mengerjakan skripsi serba online, sebuah momen tersulit memang.

Belum lama ini, kampus saya akhirnya mengadakan wisuda online. Tentu semuanya sedih melihatnya, tak ada perayaan tak ada arak-arakan wisudawan yang biasa terjadi. Hidup kami sebagai mahasiswa sudah sulit, maka jangan tambah derita kami dengan ledekan "lulus jalur corona". Kami tak bangga, sungguh, karena kami ingin lulus dengan usaha bukan belas kasih karena wabah. Jangan jadikan kondisi pandemi yang memaksa kita untuk serba online jadi bahan bercandaan atau bahkan meme soal generasi lulusan jalur corona. Asli, ga lucu.

Bulan ramadan tahun ini yang bertepatan dengan pandemi corona di Indonesia memang memaksa semuanya untuk prihatin. Seperti saya yang tengah disituasi sulit tak maksimal skripsian. Biasanya, dengan berpuasa ramadan semangat bisa berlipat dan semakin sabar. Alhamdulillah dengan puasa ini perasaan galau dan resah bisa ditekan, setidaknya sambil berdoa bahwa masih ada harapan kebaikan dikemudian hari, aamiinn.

Bulan ramadan yang sulit di tengah pandemi juga tak bisa disalahkan. Maksudnya, bulan ramadan yang suci dan mulia tak patut disalahkan, juga tahun 2020 yang penuh kejutan ini tak patut dihina juga. Walau badai ujian cobaan menerpa saya, tapi untungnya ada kemulian ramadan yang bisa menekan rasa sesal, sedih, pilu, dan stress yang kadang jadi teman merenung.

Jadi itulah momen tersulit saya hingga ramadan tahun ini. Bagaimana dengan anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun