Patrick Cutrone, salah satu striker muda yang dimiliki Italia di era modern ini. Bersama Zaniolo, Chiesa, hingga Sandro Tonali disebut-sebut sebagai bibit unggul calon penerus generasi sepak bola Italia di masa depan. Namun berbeda dengan nama-nama tadi, Cutrone menjalani karier sepak bolanya di usia muda ini dengan cukup terjal, khususnya selama beberapa bulan ini. Bagaimana kisahnya? Simak ulasannya berikut ini.
Menimba Ilmu di Akademi Milan Sejak Kecil
Cutrone baru saja merayakan ulang tahun ke-22 pada bulan Januari kemarin. Sejak usia muda ia sudah dekat dengan sepak bola dan telah masuk di klub sepak bola lokal di kota asalnya yaitu Como. Dan sejak tahun 2007 ia akhirnya direkrut tim akademi AC Milan.
Di tim primavera Milan itulah Cutrone menimba ilmu sebagai striker tajam. Bermain sebagai striker di berbagai kelompok usia, ia selalu bisa menampilkan permainan yang baik dengan jumlah gol yang banyak pula. Permainan baiknya di level usia muda bersama Milan Primavera membuatnya selalu dipanggil timnas Italia berbagai kelompok usia, mulai dari U-15 hingga U-21. Bersama timnas muda Italia itulah nama Cutrone melambung.
Nama Cutrone semakin terkenal ketika membela timnas Italia U-17. Bersama Donnarumma dan Locatelli, mereka menjadi andalan timnas Italia U-17. Cutrone juga menampilkan penampilan apik dengan mencetak 11 gol dari 18 penampilannya bersama timnas Italia U-17. Akhirnya ketiganya disodori kontrak profesional oleh Milan dibawah asuhan Sinisa Mihajlovic pada Juli 2015. Patrick Cutrone juga menjadi bagian timnas Italia U-19 yang menjadi runner-up Piala Eropa U-19 tahun 2016 lalu.
Performa Naik Turun Bersama Milan
Walaupun telah dikontrak Milan sejak 2015, Cutrone baru dipromosikan ke tim utama Milan di bulan Januari 2017 dan baru melakukan debutnya di bulan Mei. Di musim 2016-2017 itu, Cutrone hanya tampil sekali bersama Milan di bawah asuhan Vincenzo Montella.
Semusim berikutnya ketika Gennaro Gattuso datang sebagai allenatore baru, nama Patrick Cutrone melambung dengan banyaknya kesempatan bermain yang ia dapat dari Gattuso.Â
Di musim 2017-2018 ia menjadi andalan lini depan Milan bersama rekrutan anyar Andre Silva dan Nikola Kalinic. Sejatinya, Silva dan Kalinic digadang menjadi juru gedor utama, namun penampilan mereka justru dibawah ekspektasi.Â
Di sisi lain, imbas dari penampilan buruk keduanya membuat Cutrone lebih sering tampil. Kesempatan ini mampu dimanfaatkan dengan baik olehnya dengan mencetak 10 gol di liga dan di akhir musim ia menjadi topskor Milan dengan 18 gol di semua kompetisi. Padahal di awal musim Cutrone nyaris dipinjamkan ke klub lain akibat kedatangan Silva dan Kalinic namun dirinya menolak opsi itu.
Namun kisah manis Cutrone tak berlanjut di musim berikutnya. Masih dilatih oleh Gattuso, Cutrone justru mengalami penurunan performa. Apesnya, kedatangan Higuain di awal musim jadi penyebab ia minim tampil. Sementara di paruh kedua, ketajaman Piatek membuat nama Cutrone makin meredup, alhasil dibanding musim 2017-2018, Cutrone lebih banyak tampil dari bangku cadangan.
Sebetulnya Patrick Cutrone digadang-gadang menjadi The Next Inzaghi. Hal ini karena permainan keduanya yang mirip, yaitu sebagai striker murni bernomor 9 yang lebih mengandalkan positioning. Walaupun Cutrone tak memakai nomor 9 tapi ia memakai nomor 63 yang apabila dijumlahkan menjadi angka 9.Â
Selain itu ia juga disebut mirip dengan Mattia Destro dari segi cara bermain. Cutrone juga dikenal sebagai supersub yang sayangnya di musim lalu ia gagal membuktikannya. Hal itulah yang membuat dirinya akhirnya dijual ke Wolverhampton Wanderers dan mengalami nasib yang lebih apes.
Balik ke Italia dan Positif COVID-19
Setengah musim bersama Wolves di Liga Inggris, Cutrone tampil mengecewakan. Dari 24 laga di paruh musim pertama di semua kompetisi, ia hanya mencetak 3 gol saja. Bukannya mengembalikan performanya, di Wolves nasibnya justru apes akibat penampilan apik Diogo Jota dan Raul Jimenez. Nuno Espirito Santo selaku pelatih kepala Wolves masih yakin dengan potensi Cutrone. Hal itulah yang membuat Cutrone dilepas Wolves sebagai pemain pinjaman ke Fiorentina.
Di Fiorentina ia tampil sebanyak 8 kali dan baru mencetak 1 gol. Tampil sebayak 8 kali itu artinya ia hampir selalu tampil bagi Fiorentina di tahun 2020 ini. Walaupun tak selalu mencetak gol, tapi ia sudah mampu membuat pelatih Fiorentina mempercayakan posisi striker pada dirinya. Sayangnya ditengah penampilannya yang mulai sering menjadi starter, pertandingan liga Italia berhenti karena pandemi Covid-19.
Inilah ke-apesan Cutrone berikutnya. Ditengah usahanya mengembalikan performanya di tanah Italia, ia justru harus menghadapi kenyataan pahit. Ia kembali ke Italia di waktu yang salah yaitu ketika Covid-19 telah mewabah di Italia.Â
Apesnya, ia menjadi salah satu pemain sepak bola yang positif tertular virus tersebut bersama beberapa pemain Fiorentina lain. Alih-alih menjadi semakin tajam, Cutrone justru harus menyembuhkan diri akibat Covid-19. Â Menurut kabar terbaru, beberapa hari yang lalu kondisi kesehatannya telah berangsur membaik dan telah dinyatakan sembuh dari covid-19.
Kisah Cutrone ini mengajarkan kita akan nasib yang tak bisa diprediksi. Siapa sangka, pemain yang dijuluki The Next Inzaghi itu malah bernasib demikian. Jika saja ia tampil baik bagi Milan musim lalu, dirinya tak akan dijual ke Wolves yang malah meminjamkannya kepada Fiorentina, di mana membuat dirinya menjadi korban virus corona. Usianya masih muda, semoga saja ketika ia sudah pulih dan liga Eropa kembali bergulir, ia mampu tampil baik lagi seperti ketika membela Milan di musim 2017-2018 lalu. Salam sepak bola.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H