Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Nasib Pilu Ajax dan Arsenal, Ketika Kandang Sendiri Bukan Tempat yang Bersahabat

29 Februari 2020   12:09 Diperbarui: 29 Februari 2020   12:08 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapten tim Arsenal, Pierre-Emercik Aubameyang yang tentunduk menangis setelah timnya tersingkir dari Liga Europa. (sumber foto: mirror.co.uk)

Sepekan ini kita disuguhkan dengan laga-laga kompetisi antarklub eropa yang menarik. Tak hanya menarik tetapi juga menguras emosi dan sarat akan gengsi. Liga Champions tengah menggelar leg 1 babak 16 besar sementara Liga Europa telah menyelesaikan babak 32 besarnya.

Di Liga Champions hasil mengejutkan datang dari ibukota Spanyol, Madrid. Di kota itu dua tim asal Inggris menuai hasil berbeda, Liverpool yang tengah diambang mengakhiri puasa gelar Liga Inggris takluk dari Atletico Madrid. Di sisi lain kota Madrid, tuan rumah sekaligus calon kuat kandidat juara Liga Champions, Real Madrid takluk dari Manchester City yang baru saja dihukum karena melanggar aturan FFP.

Sementara itu di kasta kedua kompetisi antarklub eropa, Liga Europa, menghasilkan hasil akhir yang dramatis. Walaupun berisi klub-klub kasta kedua dan buangan dari Liga Champions, namun nyatanya persaingannya lebih sengit. Tak ayal hasil laga pun cukup menyita perhatian penikmat sepak bola dunia.

Shaktar Donetsk dan Istanbul Basaksehir adalah contohnya. Di babak 32 besar, kedua tim mampu membalikkan kedudukan agregat di leg kedua setelah kalah di leg pertama. Namun hasil paling memilukan datang dua klub kuat yang sejatinya diprediksi menjadi calon juara tapi ternyata harus angkat koper dari di babak 32 besar.

Adalah Ajax Amsterdam dan Arsenal. Siapa yang tak kenal dua klub ini? Penikmat Liga Ingris pasti paham dengan klub asal kota London yang punya lambang meriam ini. Begitu juga dengan Ajax, klub tersukses di Belanda yang sarat akan sejarah prestasi di daratan eropa. Mari kita bahas satu persatu kepiluan mereka.

Yang pertama adalah Arsenal. Di undian babak 32 besar, tim sekota Tottenham Hotspurs ini menghadapi perwakilan Yunani, Olympiacos. Olympiacos tampil di Liga Europa setelah terdepak dari babak grup Liga Champions. Dari hasil undian, Arsenal bertandang ke markas Olympiacos dulu sebelum menjamunya di Emirates Stadium.

Leg pertama pada Jumat (21/2) lalu berjalan baik bagi pasukan Mikel Arteta, Arsenal pulang ke London dengan berbekal 1 gol. Leg kedua harusnya berjalan cukup mudah bagi Meriam London. Tetapi hasil akhir leg kedua Jumat (28/2) dini hari WIB berkata lain. Bermain dihadapan ribuan pendukungnya, Mesut Ozil dkk. malah tertunduk malu di akhir pertandingan.

Menurunkan starting eleven terbaiknya, pasukan Mikel Arteta gagal mencetak satu gol pun di babak pertama. Petaka bagi Arsenal datang di menit ke-53, bek Olympiacos Pape Cisse mencetak gol sekaligus menyamakan agregat. Hingga babak kedua usai, skor 1-0 untuk Olympiacos dan memaksa laga dilanjutkan ke babak tambahan waktu.

Beruntungnya, Aubameyang mencetak gol penyama kedudukan di menit ke-113 dan kembali membuat Arsenal unggul agregat. Tapi sayangnya keunggulan agregat itu tak mampu dijaga Aubameyang dkk hingga babak kedua tambahan waktu usai. Tepat sebelum laga usai, Olympiacos yang bermain ngotot berhasil menjebol gawang Leno sekali lagi. Lewat gol yang dicetak El-Arabi di menit ke-119 mengantarkan Olympiacos lolos ke babak 16 besar dan menyingkirkan Arsenal dari Liga Europa.

Tersingkirnya Arsenal menjadi kejutan di Liga Europa musim ini. Pasalnya status The Gunners adalah finalis Liga Europa musim lalu. Tak cukup disitu, mereka harus tersingkir di hadapan ribuan pendukungnya yang memadati Emirates Stadium. Hasil ini seolah memperlihatkan bahwa Emirates Stadium yang mereka banggakan itu tak cukup angker bagi tim lawan dan tidak bersahabat bagi The Gunners Sendiri.

Semenjak menghuni Emirates Stadium, prestasi Arsenal bisa dikatakan menurun. Ketika menghuni Highbury, Arsenal adalah tim yang ditakuti lawan. Di stadion lama itu banyak prestasi ditorehkan Arsenal baik di kancah eropa maupun domestik termasuk menjuarai liga dengan catatan tanpa kekalahan. 

Namun kenangan manis seolah ditinggal oleh Arsenal begitu saja di stadion lamanya yang kini telah bertransformasi menjadi apartemen. Kepada beIN Sports, mantan pelatih tersukses Arsenal, Arsene Wenger berkata bahwa ada jiwa yang tertinggal di Highbury, stadion lama yang memiliki atmosfer mirip Anfield.

Kondisi Highbury Stadium yang telah berubah menjadi apartemen mewah. (sumber foto: openrent.co.uk)
Kondisi Highbury Stadium yang telah berubah menjadi apartemen mewah. (sumber foto: openrent.co.uk)

"Kami (Arsenal) membangun stadion baru, tapi jiwa itu tak pernah kembali lagi. Ya, jiwa itu tertinggal di Highbury. Kami tidak pernah bisa membentuk dan menemukan lagi jiwa itu karena beberapa alasan. Jarak antara lapangan dan tribun penonton dibuat jauh (di Emirates), karena kami memang merancang agar ambulans bisa masuk lapangan. Hal itulah yang membuat atmosfer (seperti di Highbury) sulit diciptakan lagi.", ujar Wenger kepada beIN Sports.   

Seperti yang bisa disaksikan kemarin, Arsenal malah menelan pil pahit di stadionnya sendiri, Emirates. Sejak pindah ke stadion baru, The Gunners baru bisa memenangi 3 Piala FA. Jika bibandingkan dengan periode Wenger saja, Arsenal sudah memenangi 11 trofi prestisius ketika bermarkas di Highbury. 

Tak hanya itu, ketika di Highbury Arsenal sendiri dikenal sebagai klub papan atas yang selalu bersaing untuk trofi Liga Inggris, namun sekarang mereka saja sulit untuk menembus zona eropa dan malah tersingkir dari Liga Europa, kompetisi antarklub kasta kedua eropa dengan menyandang status finalis tahun lalu.

Tim kedua yang memilukan adalah Ajax Amsterdam. Sama seperti Arsenal, Ajax kebagian menjalani laga tandang terlebih dahulu ke markas Getafe. Menghadapi tim asal Spanyol itu, Ajax yang jauh diunggulkan justru pulang dengan kekalahan 2-0. 

Uniknya Getafe adalah tim sekota Real Madrid yang Ajax kalahkan di babak 16 besar Liga Champions musim lalu. Ketika itu Ajax membuat keajaiban dengan mengalahkan Real Madrid 4-1 di Bernabeu, tapi ketika bertandang ke markas Getafe (Coliseum Alfonso Perez), Ajax malah menelan kekalahan.

Dengan bekal tertinggal 0-2 membuat pasukan Erik Ten Haag harus menang minimal 3-0 untuk lolos. Leg kedua harusnya Ajax bisa bermain lepas dan menyerang seperti yang biasa mereka tampilkan. Tapi pada pertandingan Jumat (28/2) dini hari WIB itu, tuan rumah tertinggal terlebih dahulu dari sang tamu di menit ke-5. 

Tetapi Ajax mampu menyamakan kedudukan di menit ke-10, sayangnya dengan Getafe yang mampu menciptakan gol tandang, Ajax butuh 3 gol lagi di sisa menit pertandingan.

Ajax baru bisa unggul lagi di babak kedua tepatnya di menit ke-63, itupun berkat own goal pemain bertahan Getafe. Hingga peluit panjang wasit di akhir babak kedua, Ajax gagal menambah gol dan harus rela tersingkir dari Liga Europa dihadapan pendukungnya sendiri di Johan Cruyff Arena.

Pemain Ajax Amsterdam berjalan gontai keluar lapangan setelah kalah agregat dari Getafe di babak 32 besar Liga Europa. (sumber foto: tellereport.com)
Pemain Ajax Amsterdam berjalan gontai keluar lapangan setelah kalah agregat dari Getafe di babak 32 besar Liga Europa. (sumber foto: tellereport.com)
Sedikit berbeda dengan kisah Arsenal, Ajax memang tidak berpindah markas namun sejak musim 2018-2019 mereka mengganti nama stadion mereka (Amsterdam Arena) sesuai dengan legenda klubnya, Johan Cruyff sebagai bentuk penghormatan. Hasilnya sejatinya cukup indah bagi Ajax dimana mereka berhasil mengakhiri puasa gelar liga selama 5 tahun. Di akhir musim 2018-2019 Ajax bahkan mampu treble domestik.

Tapi jika kita berkaca di dua musim terakhir khususnya di kompetisi eropa, Johan Cruyff Arena bukanlah tempat yang bersahabat bagi Ajax. Di Liga Champions musim lalu misalnya, Ajax mampu mengkandaskan juara betahan Real Madrid di kandangnya dan itu mereka lakukan setelah kalah di leg pertama yang gelar di Johan Cruyff Arena.

Namun yang paling diingat tentu kekalahan dramatis Ajax Amsterdam atas Tottenham Hotspurs di babak semifinal Liga Champions musim lalu.. Ketika itu Ajax mampu menang di kandang Spurs di leg 1, tetapi keunggulan agregat tak mampu mereka pertahankan di leg kedua. 

Bermain di Johan Cruyff Arena, Ajax mampu unggul 2 gol terlebih dahulu dari Spurs di babak pertama. Di awal babak kedua, Spurs mampu menyamakan kedudukan dengan cepat dan ironisnya ketika para pendukung bersorak menunggu peluit babak kedua usai, Lucas Moura berhasil mencetak gol dan membuat seisi stadion terdiam lesu.

Penampakan Johan Cruyff Arena dari depan. (sumber foto: amsterdamtips.com)
Penampakan Johan Cruyff Arena dari depan. (sumber foto: amsterdamtips.com)
Di musim ini ketika mereka tersingkir lebih awal dari Liga Champions membuat mereka terbuang ke Liga Europa. Sayangnya walaupun menang di kandang sendiri, Ajax tetap kalah agregat dari Getafe. Sekali lagi, Johan Cruyff Arena belum menjadi tempat nyaman bagi Ajax untuk bermain di kompetisi eropa. 

Namun setidaknya mereka tak bernasib seperti Arsenal yang terseok di liga selepas mengganti stadionnya. Ajax yang hanya mengganti nama stadion malah berhasil mengembalikan supremasi mereka di Belanda.

Akan tetapi dari dua kekalahan favorit juara Liga Malam Jumat itu kita bisa memetik pelajaran penting bahwa stadion memberikan kekuatan tersendiri bagi klubnya. Ada stadion yang menjadi angker bagi tim lawan ada juga yang menjadi kuburan bagi tuan rumah sendiri. 

Nyatanya bermain di hadapan dukungan ribuan fans tak melulu berjalan mulus dengan hasil kemenangan bagi sang tuan rumah. Faktor penonton dan stadion tempat bertanding ternyata bisa mempengaruhi keberuntungan di sebuah pertandingan.

Sekian. Salam olahraga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun