Mohon tunggu...
Irfan SuryaPangestu
Irfan SuryaPangestu Mohon Tunggu... Jurnalis - Akun asli Irfan Surya Pangestu

Lahir 1999 agustus 30 Mahasiswa semester 4 Universitas Islam Negeri Walisonggo semarang Lahir dan Tinggal di Kota Semarang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Relevankah Relokasi Pedagang Kaki Lima ke Pasar Tradisional?

12 Maret 2020   15:46 Diperbarui: 12 Maret 2020   15:47 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://megapolitan.kompas.com/

Masa modern saat ini sanggat sulit untuk mencari pekerjaan yang diinginkan untuk menghasilkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup, terkadang ada beberapa orang yang mengambil inisial untuk membuka usaha sendiri dengan bermodal yang pas-pasan akan tetapi mempunyai keyakinan yang kuat akan pekerjaan tersebut. Seperti Pedagang kaki lima atau biasa kita sebut pedagang asongan yang berusaha memenuhi kehidupan mereka.

Pedagang kaki lima sendiri biasanya memperjualkan dagangan yang mereka miliki ditempat-tempat yang biasanya orang lain lewati seperti membuka lapang dagang dibahu jalan, menjual daganganya di tempat-tempat umum, dan bahkan ada yang menjualkan dagangan dikendaraan umum. Menjualkan dagangan ditempat yang banyak dilalui orang-orang dimaksud agar dapat menarik pembeli untuk membeli dagangan yang mereka miliki.

Hal tersebut telah menjadi sebuah kebiasan yang ada disekitar kita, bahkan jika itu menggangu aktifitas kegiatan orang lain yang mengunakan fasilitas umum seperti terganggunya pengguna bahu jalan yang digunakan untuk lapak pedagang kaki lima, terganggunya penguna kendaraan umum yang dimasuki oleh pedagang asongan dan bahkan lapak-lapak pedagang kaki lima menganggu pemandangan umum.

Dengan melihat dampak buruk yang diakibatkan oleh kebiasaan pedaganag kaki lima tersebut, pemerintah daerah biasanya membuat kebijakan untuk menertibkan pedagang kaki lima. Namun dengan adanya kebijakan penertiban pedagang kaki lima tersebut menyebabkan pedagang kaki lima merasa terganggu dan bahkan mereka merasa dirugikan atas kebiajakan yang pemerintah buat. Kebijakan pemerintah dan keinginan pedagang kaki lima tersebut telah menyebabkan terjadinya sebuah konflik yang terjadi dalam masyrakat dan hasil dari konflik tersebut merupakan adanya perubahan sosial yang menyebabkan terjadinya kondisi yang berbeda.

Dalam kasus yang terjadi pada pedagang kaki lima merupakan sebuah kondisi yang dapat kita lihat sebagai perubahan sosial. Perubahan sosial sendiri menururt Richard M. Emerson diakibatkan dapat terjadi karena individu atau orang yang mengambil sebuah kesempatan untuk  mendapatkan sebuah manfaat dari peristiwa atau kejadian yang sedang terjadi dengan tidakan yang sudah diperkirakan dengan rasional. Manusia juga mulai beradabtasi dan terbiasanya dengan kejadian-kejadian yang berulang yang berdampak sebagai pengurangnya manfaat dari pengunaan kegiatan tersebut. Tetapi manusia melalui proses sosial mempunyai manfaat yang dapat mereka berikan dalam pertukaran. (Herman harisandi.2015:157).

Sebagaimana kita liat dari pedagang kaki lima yang mengunakan situasi keramaian tempat umum unutuk dijadikan sebuah tempat usaha mereka. Akan teteapi hal ini mengubah perubahan sosial penguna jalan kaki. Sebagaimana perubahan sosial yang terjadi antara pedagang kaki lima dengan penguna trotoar diakibatkan dari pedagang kaki lima yang membangun lapak daganganya ditrotoar yang tidak sesuai dengan kegunaan trotoar tersebut. Hal ini menjadikan penguna trotoar menjadi mengubah cara pandang mereka dan sikap sosial mereka dikarenakan kejadian tersebut selalu terjadi ditempat-tempat umum lainnya. Akan tetapi kedua perubahan sosial tersebut mepunyai manfaat yang saling bertukaran antara pedagang dengan pejalan kaki, yaitu pedagang dapat menjual daganganya dengan menempatkan lapak mereka di tempat banyak dikunjungi orang-orang dan disisi lain pejalan kaki juga diuntungkan dengan dekatnya sarana untuk membeli barang atau sesuatu yang mereka inginkan.

Akan tetapi didalam kegiatan perubahan sosial tersebut terjadi sebuah konflik yang terjadi antara pedagang kaki lima dengan pemerintah. Konflik yang terjadi pada akibat perubahan sosial penguna terotoar yang bagaimana penguna trotoar terjadi terganggu karena adanya lapak-lapak dagangan para pedagang kaki lima. Hal ini mengakibatkan pemerintah mengambil kebijakan yang dapat merugikan pedagang kaki lima dan terjadi sebuah perbedaan sebuah tujuan. Pedagang kaki lima berharap adanya sebuah tempat yang dapat mereka gunakan untuk menjual daganganya dengan banyaknya pembeli yang melewati lapak daganganya, namun disisi lain pemerintah menginginkan ketertipan diwilayah masyarakat dan ingin trotoat diberfungsikan secara penuh manfaatnya.

Perbedaan tujuan yang terjadi antara pedagang kaki lima dengan pemerintah merupakan makna yang terkandung dalam sebuah konflik sosial. Konflik sosial sendiri berasal dari sebuah bentuk pertanggung jawaban yang terjadi karena adanya persoalan sosial yang terjadi pada lingkungan masyarakat termasuk dalam perubahan sosial yang terjadi antara pedagang kaki lima dengan penguna jalan kaki.

Hal tersebut merupakan pemikiran dari Lewis A Coser yang berasumsi bahwa konflik terjadi karena adanya sebuah perubahan sosial yang terjadi dimasyarkat dan terbangkitnya terori struktural fugsional yang tidak pernah lepas dari pengaruh terori konflik yang menginginkan terciptanya kehidupan yang teratur di dalam masyarakat. (Herman harisandi.2015: 147). Karena hal itu bagaimana adanya perbedaan dalam tujun antara pedagang kaki lima dengan pemerintah.

Sumber: http://www.koran-jakarta.com/
Sumber: http://www.koran-jakarta.com/

Pemerintah sendiri sebagai struktur fungsional melakukan kewajibanyanya secara teratur dan bertanggung jawab. Hal yang dilakukan pemerintah dalam kegiatannya tersebut bertujuan untuk menertipkan kondisi yang sebenarnya harus dilakukan, seperti mengunakan trotoar sebagaimana semestinya dan juga menertipkan hal lainnya dengan pertanggung jawaban.

Tindakan yang dilakukan pemerintahan merupakan bagian dari fungsionalisme sturktural yang bagaimana pemikiran dari Talcott Parsons tersebut mempunyai inti sari bahwasanya masyrakat terintegrasi atas dasar kesepakatan anggota masyarakat mengenai nilai-nilai tertentu. Nilai-nilai ini mempunyai kemampuan untuk mengatasi perbedaan atau perubahaan sosial yang ada dimasyarakat sehingga dapat mencapai tujuan yang utama.

Dengan struktut yang mengatur hubungan setiap bagaian yang menjadi komponen secara terintegrasi dan juga struktur harus melengkapi, memelihara, serta memperbaharui motivasi individu dan pola-pola budaya. (Herman harisandi.2015: 132). Disinilah pemerintah mempunyai peran yang sangat penting untuk membangun sebuah struktur yang memunyai tujuan utama dari tujuan individu-individu lain yang mempunyai perbedaan tujuan. Pemerintah berupaya memberikan sebuah ketertipan dan membalikan tujuan utama yang sebagaimana kita liat fungsi utama trotoal yaitu menjadi tempat sarana untuk penguna jalan kaki.

Pemerintah dengan tegas menegakan sebuah peraturan dan norma masyarakat didalam pemaksaan penggusuran terhadap pedagang kaki lima dengan tujuan utama, yaitu agar terjadi sebuah keselarasan antara apa yang menjadi tujun utama trotoar itu berfungsi dan menjaga hak pejalan kaki yang melewati trotoar tersebut.

Pemerintah dengan adil juga memberikan sebuah solusi untuk pedagang kaki lima dengan memberikan himbauan kepada pedagang kaki lima untuk memindahkan daganganya ke pasar tradisional dengan tempat yang sudah disiapkan leh pemerintah. Disisi lain pedagang kaki lima mau tidak mau harus melakukan mengikuti arah dari pemerintah yang sebagaimana kita tau pemerintah mempunyai sebuah hak untuk mengatur individu secara bertanggung jawab yang harus dilaksanakan untuk kepentingan utama. 

Hal ini bersamaan dengan pemikiran dari Ralf Dahrendorf yang mempunyai penjelasan bahwasanya dia berpendapat bahwasanya suatu kelompok otoritas yang dimana disini dimaskudkan sebagai pemerintah, kumpulan yang memegang kekuasaan dengan kepentingan bersama yang terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan. Dapat dibilang kelompok semu ini merupakan kelompok superordinate. Dari kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber konflik yang ada di masyarakat.aspek terakhir dari Dahrendorf mata rantai antara konflik dan perubahan sosial. Konflik memimpin ke arah perubahan dan pembangunan disebabkan karena, dalam setiap asosiasi orang yang berada di posisi dominan berusaha mempertahankan status quo, sedangkan orang yang berada di posisi subordinat berupaya mengadakan perubahan.

Dahrendrof juga berpendapat bahwa apabila kelompok konflik itu muncul kelompok tersebut akan melakukan perubahan secara struktual dan bila konflik itu hebat perubahan yang terjadi secara radikal yang akan identik dengan penggunaan kekerasan (Muhammad Zunaidi. 2013: 55).

Oleh karena itu peran pemerintah sangatlah besar didalam konflik penggusuran atau relokasi pedagang kaki lima ke pasar tradisional. Karena selain melihat faktor dari penguna trotor, pemerintah juga harus memperhatikan nasib yang mungkin akan terjadi pada pedagang-pedagang kaki lima setelah terkena relokasi tersebut. Pemerintah harus menjamin kenyamanan dan kesempatan yang sama yang didapatkan dari para pedagang-pedagang kaki lima tersebut.

Sumber: https://megapolitan.kompas.com/
Sumber: https://megapolitan.kompas.com/

Jika kita amati sekali lagi, konflik antara pedagang kaki lima dengan pemerintah untuk masalah relokasi tempat dagang pedagang kaki lima tidak ada habisnya.

Karena masih ada faktor yang mengaruhi pedagang enggan untuk direlokasi dengan alasan bahwasanya ketika sudah dipindahkan di tempat yang layak mereka merasa dirugikan karena pembeli yang mulai berkurang dan apa lagi adanya pesaing-pesaing baru yang makin berat dalam persaingan pasar tradisional. Maka dapat kita amati bahwasanya hal ini menjadi sebuah proses perputaran yang tidak ada habisnya, dan sekali lagi imbas dari hal ini merupakan orang yang benar-benar tidak nyaman atas perilaku yang dilakukan oleh para pedagang yang sembarangan membuka lapak ditampat yang tidak semestinya.

Usaha pemerintah sendiri sudah bagus dalam membuat tempat hunian atau tempat relokasi untuk pedagang kaki lima hanya saja kekurangan dari pemerintah adalah kurangnya sangsi yang tegas dan kurang terasa membuat oknum-oknum pedagang kaki lima merasa kapok untuk mengulangi lagi perbuatanya itu. Walau pun demikian jika diterapkan denda atau asangsi yang keras bagi pedagang kaki lima adapula anggapan yang tidak mengenakan bagi pemerintahan yang dicap terlalu sewenang-wenang. Di sini kita sebagai pengamat juga harus sadar jika pemikiran pemerintah juga untuk tujuan utama yaitu ketertiban khalayak umum.

Referensi:

Harisandi, Herman. 2015. BUKU PINTAR PEMIKIRAN TOKOH-TOKOH SOSIOLOGI DARI KLASIK SAMPAI MODERN. Yogyakarta: IRCiSOD

Zunaidi, Muhammad. 2013.  Jurnal Sosiologi Islam: KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL PASCA RELOKASI DAN PEMBANGUNAN PASAR MODERN.

Hijayantisari. 2013. Artikel Internet: TEORI BEHAVIORAL DAN KOGNITIF. Diakses melalui: https://hanifrahm.wordpress.com/2012/06/01/teori-behavioral-dan-kognitif/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun