Berita bencana di Indonesia setiap hari ada, bukan karena tidak ada berita lain, tetapi dikarenakan bencana memang setiap hari terjadi di Indonesia.Â
Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jumlah kejadian bencana di Indonesia per tanggal 07 Maret 2024 sebanyak 419 kejadian yang mana Tahun 2024 baru berjalan 67 hari atau bisa dikatakan terjadi bencana paling tidak 6 kali sehari jika dirata-rata.Â
Kejadian bencana tersebut 99,05% disebabkan hidrometeorologi dan 0,95% sisanya karena geologi. Tercatat 56 orang meninggal dunia, 4 orang dinyatakan hilang, 129 luka-luka dan 1.719.176 orang menderita atau mengungsi.Â
Berdasarkan letak geografis dan topografi yang beragam mebuat Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. Menurut United Nations Development Programme (UNDP). (2017).Â
"Disaster Risk Reduction in Indonesia: Challenges in Mainstreaming DRR into Development Planning". Indonesia terletak di zona geografis yang rentan terhadap aktivitas geologis dan atmosferis.Â
Negara ini berada di Cincin Api Pasifik, yang merupakan wilayah dengan sejumlah besar gunung berapi aktif, patahan tektonik, dan aktivitas seismik.Â
Selain itu, lokasi Indonesia di antara dua samudra besar (Samudra Hindia dan Pasifik) juga meningkatkan risiko tsunami. memiliki topografi yang sangat beragam, mulai dari pegunungan tinggi hingga dataran rendah pantai. Keanekaragaman ini menyebabkan berbagai jenis bencana alam, seperti banjir, tanah longsor, dan banjir bandang, terjadi di berbagai wilayah.
Indonesia adalah negara dengan tingkat ancaman bencana yang tinggi, untuk potensi Tsunami Indonesia nomor 1 Dunia namun. Meski data terkait Indonesia rawan bencana banyak, Indonesia masih belum banyak mengalokasikan APBN untuk mitigasi/pencegahan bencana, misalnya saja pada tahun 2019 menganggarkan 15 Triliun atau 0,065% dari APBN.Â
Melihat hal tersebut harus ada strategi atau cara untuk memulai pencegahan bencana dengan berbagai cara tidak hanya mengandalkan pemerintah.Â
Salah satu cara mempercepat budaya sadar bencana untuk mencapai Indonesia yang lebih tangguh ialah Pentahelix atau bahkan multihelix, yang mana melibatkan seluruh pihak dalam penanggulangan bencana. Didalamnya ada banyak unsur yang harusnya terlibat seperti Akademisi, Dunia Usaha, Media, Masyarakat, LSM, dan sebagainya.Â
Salah satu langkah untuk memulai penyadaran dan menularkan virus sadar bencana harus dimulai dari unsur terkecil yakni diri sendiri. Pribadi atau Individu yang sadar akan kebencanaan dan meluaskannya biasa disebut sebagai relawan penanggulangan bencana.Â
Para Relawan penanggulangan bencana biasanya membuat gerakan yang memiliki tujuan yang sama hingga membuat komunitas atau organisasi.Â
Salah satu Realwan penanggulangan bencana ialah Muhamad Irfan Nurdiansyah, Firyal Nur Karimah dan Kholifatul Fuaddah mereka adalah alumni Local Heroes Development Program (LHDP) yang merupakan program persembahan Good News From Indonesia (GNFI).Â
Muhamad Irfan Nurdiansyah atau biasa disebut Cak Irfan sebagai ketua kelompok menginisiasi adanya program Pemuda Pelopor Tangguh Bencana. Program tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk mensosialisasikan hingga menyadarkan masyarakat umum tentang kebencananaan di Indonesia.Â
Dalam Program Pemuda Pelopor Tangguh Bencana tersebut bukan hanya sekedar sosialisasi namun juga ada praktek pelaporan bencana menggunakan BencanaBot dari PetaBencana Indonesia. Setelah mendapatkan pengetahuan perihal kebencanaan peserta mempraktekan BencanaBot. Selain itu juga ada kuis sebagai bentuk pengulangan materi dan indikator pemahaman peserta terhadap materi.
Menurut Kusumasari, B. (2018) dalam Jurnal Studi Pemerintahan yang berjudul Disaster Management and Risk Reduction Initiatives in Indonesia, ada beberapa faktor yang menyebabkan kesadaran warga Indonesia tentang tinggal di negara rawan bencana masih rendah.Â
- Kurangnya Pendidikan dan Pengetahuan: Banyak masyarakat di Indonesia yang belum mendapatkan edukasi yang memadai tentang risiko bencana dan langkah-langkah yang perlu diambil untuk menghadapinya. Pendidikan tentang bencana yang terintegrasi dalam kurikulum sekolah masih kurang dan tidak merata di seluruh wilayah.
- Keterbatasan Akses Informasi: Terutama di daerah terpencil atau pedalaman, akses terhadap informasi tentang risiko bencana dan cara menghadapinya seringkali terbatas. Infrastruktur komunikasi dan akses internet yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia juga menjadi kendala.
- Tingkat Kemiskinan: Bagi sebagian masyarakat yang hidup dalam kemiskinan, kesadaran tentang risiko bencana seringkali menjadi prioritas kedua setelah mencari nafkah sehari-hari. Mereka mungkin tidak memiliki sumber daya atau dana yang cukup untuk melakukan persiapan atau mitigasi bencana.
- Budaya dan Kepercayaan: Beberapa komunitas mungkin memiliki kepercayaan tradisional atau budaya lokal yang mengarah pada kurangnya kesadaran tentang risiko bencana atau keyakinan bahwa mereka tidak dapat mengubah nasib mereka terhadap bencana.
- Kurangnya Kesadaran Akan Dampak Perubahan Iklim: Perubahan iklim telah meningkatkan frekuensi dan intensitas bencana alam di Indonesia. Namun, kesadaran akan dampak perubahan iklim dan kaitannya dengan bencana masih kurang di kalangan masyarakat.
Peran aktif masyarakat sangat berperan dalam membangun kesadaran masyarakat, terlebih dari pemerintah sendiri belum bisa menganggarkan dana besar untuk mitigasi atau pencegahan bencana lewat APBN.Â
Kesadaran bencana dimulai dari diri sendiri setelah itu baru kita bisa mengajak orang lain untuk sadar akan literasi bencana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H