Mohon tunggu...
IRFAN MANGKUNEGARA
IRFAN MANGKUNEGARA Mohon Tunggu... -

a government auditor..interested in fraud and law

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menjadi Korban Sekaligus Pelaku Fraud Kartu Kredit

29 Desember 2013   03:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:23 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini merupakan pengalaman pribadi saya sebagai pengguna kartu kredit Bank B@$%#*# yang menjadi korban praktik fraud/kecurangan sekaligus terpaksa menyukseskan fraud tersebut. Kasus ini sudah saya laporkan ke Otoritas Jasa Keuangan, juga saya tulis di surat pembaca di beberapa media onlie (namun belum ditayangkan). Karena saya menulis ini sudah dini hari dan kondisi tubuh sudah lelah, maka saya akan melakukan copy-paste dari surat saya ke OJK. Berikut ini bunyi bagian surat pengaduan saya ke OJK :

"Saya pemilik kartu kredit bank B@$%#*# dengan nomor 4211670101xxxxxx dengan masa aktif sampai dengan bulan 8 tahun 2017 dan juga memiliki satu buah extra card. Pada pertengahan bulan Desember saya memperoleh tagihan kartu kredit di Bank B@$%#*#, hal yang reguler saya terima setiap bulan. Namun, ketika saya cek terdapat item-item pembayaran yang tidak saya ketahui yaitu berupa basic card annual fee dan upgrade fee sebesar Rp395.000,00. Ketika saya konfirmasikan kepada Customer Service Bank B@$%#*# dijelaskan bahwa basic card annual fee dan upgrade fee adalah fee dari kartu baru yang telah dinaikkan limit nya (menjadi gold). Pihak B@$%#*# menyatakan hal tersebut dilakukan secara otomatis (dengan kata lain sepihak). Padahal saya tidak pernah meminta/menyetujui tawaran penggantian kartu dan bahkan belum menerima kartu yang dimaksud. Customer service B@$%#*# juga menyarankan untuk menerima saja kartu dan kemudian diaktifkan.
Saya rasa ini sudah sangat menyalahi Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17/DASP butir VII.A Prinsip Perlindungan Nasabah Nomor 7 yang menyatakan "Penerbit Kartu Kredit dilarang memberikan secara otomatis fasilitas yang berdampak tambahan biaya yang harus ditanggung oleh Pemegang Kartu Kredit, dan/atau fasilitas lain di luar fungsi utama Kartu Kredit tanpa persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu Kredit terlebih dahulu."

Menjadi Korban

Apa yang saya sampaikan di atas telah menggambarkan sebagian peristiwa yang saya alami sebagai korban praktik fraud kartu kredit sekaligus menyampaikan dasar hukum mengapa saya mengadukan masalah ini ke OJK.

Untuk melengkapi cerita saya, customer service yang saya hubungi tersebut juga menyarankan saya untuk membayar tagihan upgrade fee dan basic card annual fee. Jika tidak berkenan terhadap biaya tersebut, saya harus tetap membayar biaya tersebut untuk kemudian diajukan koreksi atas pembayaran tersebut yang akan dikompesasikan pada tagihan selanjutnya.

Saya juga akan menambahkan dasar hukum yang melarang praktik tersebut yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu Pasal 18 yang menyatakan "Penerbit Kartu Kredit dilarang memberikan fasilitas yang mempunyai dampak
tambahan biaya kepada Pemegang Kartu dan/atau memberikan fasilitas lain di luar fungsi utama Kartu Kredit tanpa persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu". Peraturan ini adalah acuan atas Surat Edaran yang telah saya sampaikan di atas.

Ketiksa saya akan menulis surat pembaca di salah satu media online, saya juga menemukan kasus serupa dengan bank yang sama. Bedanya, yang menulis surat pembaca tersebut mengeluhkan kartu barunya belum juga datang. Artikel dapat dibaca di alamat berikut http://inside.kompas.com/suratpembaca/read/42145.

Berarti bank ini telah melakukan hal yang sama kepada minimal 2 nasabah dan tidak menutup kemungkinan ribuan atau bahkan jutaan nasabah lainnya. Nilai rupiah yang diperoleh bank tentunya akan menjadi signifikan atas praktik ini.

Menjadi Pelaku

Bagian tulisan saya yang ini adalah murni opini yang muncul dari professional skepticism seorang auditor. Menarik ketika praktik ini dilakukan menjelang akhir tahun. Saya menduga ada motivasi untuk mencapai target-target tertentu yang telah ditetapkan perusahaan dan bermuara kepada windows dressing/mempercantik laporan keuangan bank tersebut. Skenarionya adalah dengan meningkatkan limit dan status kartu (yang kartu barunya belum diketahui apakah benar dikirim atau tidak) untuk kemudian nasabah dibebani upgrade fee dan basic card annual fee. Cling!! Angka pendapatan pun tercipta. Tapi tunggu dulu, bukankah saya diperbolehkan untuk melakukan koreksi atas tagihan biaya tersebut? Betul, tapi koreksi yang saya lakukan akan tercatat di bulan Januari 2014 dan telah melewati cut off tahun buku 2013. Jika hanya saya yang protes, nilainya pun tidak akan material. Beda kasusnya kalau nasabah yang mengajukan koreksi ada jutaan, maka koreksi yang dilakukan akan menimbulkan kecurigaan auditor bank tersebut. Jika tidak, maka kemungkinan auditor hanya melihat bahwa dari data dokumen tagihan yang dikirimkan ke nasabah semuanya nampak legit. Jika saya yang mengaudit, saya akan lakukan koreksi atas pendapatan tersebut menjadi pendapatan tak terhak (unearned revenue) yang menjadi bagian dari kewajiban/hutang perusahaan. Mengingat biaya itu dibebankan di muka dan nasabah belum menerima kartu kreditnya yang baru. Namun ini juga masih bisa diperdebatkan karena nasabah telah naik limit kreditnya.

Dengan terpaksa menerima tagihan dan harus membayar tagihan tersebut maka saya ikut mensukseskan skenario fraud bank tersebut. Aaah...sudahlaah...cuma Rp395.000,00 ini..Saya akan bayar, malu sama kerjaan kalau tidak mampu bayar. Tapi saya juga lebih malu lagi sama kerjaan kalau tidak melaporkan ke instansi yang berwenang. Semoga instansi yang berwenang juga akan malu sama kerjaannya kalau aduan saya tidak ditindaklanjuti.

See ya!Stay alert!Keep your skepticism!!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun