Apa yang dapat dilakukan diluar rencana saat ini?
Meskipun pemerintah telah memiliki strategi fiskal yang berfokus pada digitalisasi dan transisi ke ekonomi hijau, ada beberapa inovasi spesifik yang belum digarap secara optimal dan dapat memberikan dampak yang lebih besar:
1. Penguatan Pajak Lingkungan Secara Bertahap: Pajak karbon yang direncanakan pemerintah mulai 2024 memang langkah penting, tetapi lebih dari itu, Indonesia bisa mempelajari langkah negara-negara maju dalam menerapkan pajak lingkungan yang lebih komprehensif. Misalnya, selain pajak karbon, pajak konsumsi plastik sekali pakai atau pajak emisi transportasi bisa diberlakukan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Pendapatan dari pajak ini bisa dialokasikan khusus untuk pendanaan proyek hijau, seperti reboisasi dan teknologi energi terbarukan, yang berkontribusi langsung pada target net zero emission.
2. Skema Investasi Sosial melalui Obligasi Pembangunan: Selain green bonds, pemerintah bisa menginisiasi Social Bonds, yaitu obligasi yang didedikasikan untuk proyek-proyek yang berfokus pada pembangunan sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat miskin. Obligasi ini tidak hanya menarik bagi investor yang peduli terhadap dampak sosial, tetapi juga dapat menjadi alat yang kuat untuk mendanai program yang sulit dibiayai oleh pajak reguler.
3. Digitalisasi Fiskal melalui Blockchain: Salah satu tantangan dalam sistem perpajakan digital adalah pengawasan dan kepatuhan. Dengan mengintegrasikan teknologi blockchain, pemerintah bisa menciptakan sistem perpajakan yang lebih transparan dan aman. Teknologi ini memungkinkan transaksi digital dilacak secara otomatis, mengurangi potensi manipulasi data pajak, dan meningkatkan efisiensi pengumpulan pajak.
4. Â Penerapan Skema Keuangan Berbasis ESG (Environmental, Social, Governance): Di era modern, faktor ESG menjadi semakin penting dalam investasi. Pemerintah bisa mendorong perusahaan, terutama BUMN dan sektor energi, untuk mengadopsi standar ESG yang lebih ketat. Insentif fiskal bisa diberikan kepada perusahaan yang berhasil mencapai standar ESG tertentu, yang pada gilirannya akan menarik minat investor internasional dan meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global.
Pengendalian Utang dan Keberlanjutan Fiskal
Pengendalian utang tetap menjadi salah satu isu paling krusial dalam kebijakan fiskal. Rasio utang terhadap PDB yang diproyeksikan sebesar 39,5% pada 2024 masih berada dalam batas aman menurut UU No. 17 Tahun 2003. Namun, risiko pembengkakan utang, terutama utang luar negeri, tetap perlu diperhatikan. Saran kritis yang bisa diberikan di sini adalah agar pemerintah lebih selektif dalam memilih proyek-proyek yang dibiayai utang. Hanya proyek dengan rate of return yang tinggi, terutama di sektor infrastruktur hijau dan energi terbarukan, yang seharusnya dibiayai melalui utang jangka panjang.
Menurut proyeksi OECD dan IMF, perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh sekitar 5,1% pada 2024, dengan skenario optimis bahwa reformasi perpajakan dan investasi infrastruktur berjalan sesuai rencana. Dalam skenario pesimistis, dampak dari perlambatan ekonomi global dan ketidakpastian geopolitik dapat menurunkan pertumbuhan menjadi 4,5%. Oleh karena itu, fleksibilitas kebijakan fiskal menjadi kunci dalam menavigasi tantangan ini, termasuk dengan meningkatkan ketahanan ekonomi domestik dan memperkuat basis pendapatan dalam negeri.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diluncurkan selama pandemi COVID-19 adalah contoh nyata dari keberhasilan kebijakan fiskal yang tepat sasaran. Dengan alokasi anggaran sebesar Rp695,2 triliun, program ini berhasil menjaga stabilitas ekonomi dan mempercepat pemulihan, terutama melalui dukungan kepada UMKM, pekerja, dan sektor kesehatan. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa kebijakan fiskal yang proaktif, cepat, dan tepat sasaran dapat menjadi alat utama dalam mengatasi krisis ekonomi di masa depan.
Koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter sangat penting untuk menjaga stabilitas makro ekonomi. Bank Indonesia, sebagai otoritas moneter, mendukung kebijakan fiskal dengan menjaga stabilitas inflasi dan nilai tukar, yang menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan proyeksi inflasi 2024 sebesar 3,1%, Bank Indonesia terus mengimplementasikan kebijakan suku bunga yang sejalan dengan upaya pemerintah dalam menekan inflasi dan menjaga daya beli masyarakat.