Dalam Kurun enam tahun terakhir pemerintah mengklaim telah mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan sebesar 20 persen, sesuia dengan amandemen keempat UUD 1945 Pasal 31 Ayat (3) yang menyatakan, "Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional."
Sayangnya, klaim tersebut terus berpolemik. Lihatlah alokasi anggaran pendidikan untuk tahun 2014, pemerintah mengaku mengalokasikan anggaran sekitar Rp368 triliun, dari total belanja negara Rp1.842,5 triliun, atau berkisar 20,0 persen. Porsi anggaran tersebut yang ditransfer kedaerah hanya berkisar Rp238,6 triliun, berarti terdapat Rp130,3 triliun dana yang dikelola melalui belanja pemerintah pusat untuk sektor pendidikan, polemik pertama. Sumber data(http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/athumbs/apbn/PENDIDIKAN.pdf).
Prioritas sektor pendidikan sebagaimana amanat UU tersebut berdampak luas, sebab dalam pasal itu tidak disebutkan alokasi anggaran tersebut untuk satu kementrian yang mengurusi pendidikan, dampaknya banyak kementrian yang juga mengurusi sektor pendidikan, sehingga mengklaim harus mendapat alokasi anggaran dari APBN, misalnya kementrian dalam negeri yang mengelola STPDN.
Polemik selanjutnya berkaitan dengan alokasi tersebut yang disebutkan telah termasuk anggaran gaji guru dan sertifikasi Guru yang ada di didalamnya. Lihat alokasi anggaran 2014 untuk sektor pendidikan yang dibagi ke daerah melalui dana alokasi umum yang berkisar Rp135 triliun yang termasuk untuk gaji Guru, belum lagi tunjungan pofesi yang menyedot anggaran sekitar Rp60,5 triliun.
Besarnya anggaran di pemerintah pusat menjadi persoalan, sebab masalah ditingkat bawah misalnya Infrastruktur pendidikan lebih diketahui oleh pemerintah daerah, biarlah urusan UAN, Kurikulum menjadi 'proyek' pemerintah pusat yang menyedot anggaran miliaran setiap tahunya.
Bagaimana dengan daerah ?
Kabupaten Luwu, yang berada di Provinsi Sulsel merupakan daerah yang untuk APBD 2015 diproyeksi mencapai Rp1 triliun. Anggaran yang menggiurkan untuk mengurus sekitar 360 ribu penduduk yang tersebar di 22 kecamatan, yang teridiri dari 227 desa dan kelurahannya.
Proyeksi pendapatan tersebut berasal dari DAU berkisar Rp624 miliar, DAK yakni Rp90 miliar, Dana transfer pemerintah pusat untuk daerah sebesar Rp22 Miliar yang peruntukkanya untuk dana desa, selain itu juga ada anggaran Dana Bagi Hasil (DBH) PBB sebesar Rp13,2 Miliar, dan dana tunjangan profesi Guru sebesar Rp.108,3 miliar. Termasuk proyeksi pendapatan asli daerah sekitar Rp55 miliar.
Untuk Gaji guru di Kabupaten Luwu, yang berkisar 2 ribu orang menyedot anggaran sekitar Rp90 miliar pertahun, ditambah dengan anggaran tunjangan profesi Guru sekitar Rp108 miliar, belum lagi Dana Alokasi Khusus yang ditujukan untuk Pendidikan Dasar Rp10 miliar, Pendidikan Menegah pertama Rp6,3 miliar, pendidikan menengah atas Rp3,1 miliar dan pendidikan menengah kejuruan Rp3,1 miliar, total seluruh alokasi anggaran tersebut berkisar Rp200 miliar, atau 20 persen dari APBD Luwu untuk 2015.
Cukupkah alokasi anggaran tersebut ?
Jawabannya pagi ini, saya temukan ketika berselancar di dunia maya. Salah satu sekolah yang ada di Kabupaten Luwu, yakni SDN Saronda sebagian siswanya harus belajar dibawah ketakutan. Takut akan kelas yang akan roboh, takut kehujanan ketika awan hitam mulai memberi kabar.