Mohon tunggu...
Irfan Rusli
Irfan Rusli Mohon Tunggu... Lainnya - Menjunjung Tinggi Kebhinekaan

Hanya manusia biasa yang bercita-cita bermanfaat bagi orang lain. Blog pribadi : https://catatanirfanrusli.blogspot.com/?m=1

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tantangan Minat Baca

16 Februari 2023   23:50 Diperbarui: 16 Februari 2023   23:54 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: marjinkiri.com

UNESCO mengeluarkan riset minat baca orang Indonesia rendah. Dalam 1000 orang Indonesia hanya ada satu orang rajin membaca. Mengapa minat baca rendah? Apa karena harga buku mahal, atau ketersediaan buku digital atau ketersediaan perpustakaan dengan buku menarik.

Anehnya kita mengkambinghitamkan perilaku masyarakat yang konsumtif. Dengan anggapan lebih memilih langganan layanan streaming film. Lebih baik menjadi youtuber kenapa tidak memilih menjadi penulis?. 

Honorarium menulis buku yang hanya 10-15% dari harga buku itupun jika buku itu laku terjual. Ataukah minat baca buku ini hanya berfokus ke literasi digital membangun perpustakaan maya. 

Belum lagi pelaku industri media menampilkan tayangan sensasi ketimbang substansi. Tayangan yang tidak berkualitas dapat mempengaruhi penonton secara langsung maupun tidak langsung. 

Hal ini diperburuk dengan fungsi perpustakaan fisik hanya digunakan mahasiswa/siswa mengerjakan tugas. Tidak dimanfaatkan untuk proses tumbuh dan kembangnya literasi  pada masyarakat umum.

Mengapa tidak menggunakan perpustakaan yang ada di setiap sekolah disertai taman baca dapat digunakan masyarakat umum. Soal efisiensi waktu dapat disesuaikan.  Dapat diatur beriringan dengan waktu sekolah atau setelah waktu belajar. 

Harusnya Dinas Pendidikan  bekerja sama dengan pemerintah kecamatan setempat mengupah alumnus ilmu perpustakaan untuk mengelola perpustakaan dan taman baca menarik mengisi dengan kelas puisi, menulis blog, ataupun membuat video ulasan buku yang telah dibaca.  Sekali-kali menghadirkan pegiat literasi, pustakawan, penulis maupun sastrawan mengisi kelas tersebut.

Kalau tingkat minta baca diukur dengan kunjungan jumlah kunjungan perpustakaaan. Hal ini perlu didebat dengan fakta bahwa ipusnas besutan perpusnas layanan peprustakaaan digital nasional. Walaupun banyak buku bagus tersedia, namun banyak beberapa judul  best seller masih dalam daftar antrian pinjaman buku sampai satu tahun. 

Pada saat yang sama proses pembajakan buku masih tergolong tinggi di berbagai layanan jual beli online. Ketergantungan terhadap teknologi dalam hal ini menimbulkan berbagai masalah diantaranya ketiadaan koneksi internet baik itu dikarenakan faktor cuaca buruk, maupun ketidakmampuan membeli paket internet. Kehadiran perpustakaan luring menjadi solusi nyata. 

Handphone yang menawarkan kemudahan dalam membantu aktivitas keseharaian yang multi tasking. Dengan banyaknya fitur pada saat yang sama terjadi distraksi untuk membukan perpustakaan digital. Game online yang menghadirkan kesenangan jangka pendek lebih dipilih ketimbang buku-buku terkesan serius. Game online dan layanan streaming film  lebih menarik ketimbang baca buku.

Adanya acara tahunan, baik itu lomba yang berkaitan dengan literasi maupun bazar buku murah. Menghadirkan berbagai pilihan kepada masyarakat sebagai upaya menumbuhkan minat baca. 

Bukan malah menyalahkan masyarakat yang berperilaku konsumtif, pembaca akan berpikir dua kali membeli buku terlebih ongkos kirim yang mahal ketimbang harga buku. Penerbitan dan toko buku masih sangat minim untuk daerah Indonesia timur dan sekitarnya.  Palingan hanya punya perpustakaan sekolah, tidak memiliki perpustakaan desa, kecamatan apalagi perpustakaan kabupaten.

Selagi masih ada perpustakaan, peradaban maju dapat dicapai. Menghacurkan perpustakaan  berarti merusak peradaban. Membakar satu buku, berarti membakar satu manusia. Sebuah buku yang ada di tangan pembaca merupakan kerja keras dari beberapa pihak. 

Ada kerja penulis, penyuting naskah, perancang sampul, pemasaran penerbit dengan segala dramanya sebelum terbit melibatkan banyak pihak. Perubahan pola pikir memandang pengetahuan dapat dilihat dari memperlakukan buku. Kecenderungan dapat terbentuk mulai dari lingkungan keluarga. Beruntung sudah ada minat baca harus disertai kemampuan berpikir kritis menciptakan iklim masyarakat berpengetahuan di dunia digital. 

Dunia digital yang mengandalkan kecepatan menimbulkan berbagai masalah misinformasi, berita bohong memberi dampak memecah belah. Dengan adanya kemampuan berpikir kritis yang timbul dari minat baca yang tinggi misinformasi dapat teratasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun