Mohon tunggu...
Irfan Fauzi
Irfan Fauzi Mohon Tunggu... Guru - Berbagi tanpa harus mencaci

seorang pembelajar dan murid bagi banyak guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Keteladanan dan Pendidikan Progresif

5 Oktober 2019   14:35 Diperbarui: 5 Oktober 2019   14:41 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Irfan Fauzi

Pagi itu, banyak guru mulai tergopoh-gopoh menuju lapangan depan kantor. Di saat para siswa masih sibuk untuk mandi atau piket, para guru bergegas berkumpul dan membentuk lingkaran. Kesepakatan para guru untuk berbenah menjadi pribadi yang lebih disiplin yang menyebabkan suasana pagi itu. Bagaimana tidak, setiap pukul 07.15 guru melakukan briefing pagi bersama Kepala Sekolah atau Wakilnya. Yang terlambat, ada denda. Tidak besar, hanya lima ribu rupiah saja. Tapi, jika ini dilakukan sebulan penuh, tentu akan menggeser saldo rekening para guru yang memang untuk menyisihkannya pun harus berhemat ketat.

Suasana pagi seperti itu, kini lazim terlihat di SMAIT Bunyan Indonesia. para guru bersepakat untuk menjadi individu yang lebih disiplin dan tentunya mampu menjadi teladan bagi para siswanya. Layaknya sebuah adagium, Guru -- digugu dan ditiru -- . Mereka bertransformasi tidak hanya menjadi objek adagium, namun juga menjadi subjek. Mereka berusaha merealisasikan keteladanan. Bukan lagi hanya sekedar slogan.

Kita percaya, bahwa pendidikan adalah satu pondasi bagi semua perubahan berkonotasi positif. Hal ini, selaras dengan apa yang digaungkan sang filsuf pendidikan, John Dewey, Education is our only political safety, outside of this ark is deluge.( Pendidikan memang menjadi satu-satunya pengamanan politik, diluar bahtera ini hanya ada banjir dan air bah).

Jika kita merujuk pada aliran filsafat perelianisme, semakin menguatkan betapa pentingnya posisi pendidikan bagi kehidupan. Perelianisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali menuju kebudayaan lama yang ideal. Education as cultural regression. Maka, kesepakatan - kesepakatan ini haruslah dipandang secara progresif. Jangan sampai, semua adagium positif tentang pendidikan hanya menjadi diksi penyemangat belaka.

Keteladanan Guru

Salah satu kunci, untuk benar-benar menghadirkan pendidikan yang transformatif adalah keteladanan itu sendiri. Dalam literatur Islam pun, keteladanan senantiasa ditekankan. Hingga Allah SWT mengkhususkan firman-Nya bahwa sikap setiap muslim haruslah mengikuti sang suri tauladan, Rasulullah SAW (Al Ahzab : 21). Hal ini semakin menguatkan bahwa agar terjadi pendidikan transformatif, harus muncul sebuah keteladanan yang tampak di sikap dan prilaku. Teladan bukan lagi hanya manis di bibir. Teladan harus terwujud secara sadar dalam setiap aktifitas.

Hampir sehari penuh, seluruh siswa beraktifitas di sekolah. Mereka selalu memperhatikan apa yang dilakukan oleh Guru. Baik dalam berucap, berinteraksi, beribadah maupun hal-hal kecil seperti saat guru guyon dengan rekan kerjanya. Jika guru tidak mengindahkan hal ini, maka tidak semua hal-hal positif yang muncul di benak para siswa. Hal sepele yang cenderung berkonotasi negatif, terkadang teringat secara jelas dalam benak siswa.

Tentunya, hal tersebut akan menambah rentetan masalah pada siswa. Keberhasilan pendidikan tidak cukup dengan keberhasilan akademis. Keberhasilan sikap, karakter, dan adab, sesungguhnya adalah keberhasilan yang hakiki dari setiap pencapaian siswa.

Pendidikan Progresif

Pada sebuah penelitian yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF) menyebutkan bahwa untuk menghadapi revolusi industri 4.0, softskill memiliki prioritas dibandingkan hardskill. Setidaknya ada sepuluh skill yang harus dimiliki setiap individu jika ingin bersaing dan unggul dalam transformasi zaman. Skill tersebut diantaranya pemecahan masalah yang kompleks, berpikir kritis, kreativitas, manajemen manusia, berkoordinasi, kecerdasan emosional, pengambilan keputusan, berorientasi servis, negosiasi, dan fleksibilitas kognitif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun