Mohon tunggu...
Irfan Fauzi
Irfan Fauzi Mohon Tunggu... Guru - Berbagi tanpa harus mencaci

seorang pembelajar dan murid bagi banyak guru

Selanjutnya

Tutup

Politik

Darma Ayu 'Gagal' Harja

16 Juli 2015   17:25 Diperbarui: 16 Juli 2015   17:25 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Irfan Fauzi

Warga Babakan Jaya, Gabus Wetan, Indramayu

“Nanging Benjing Allah Nyukani

Kerahmatan Kang Linuwih

Darma Ayu Mulih Harja” Babad Indramayu

Berdasarkan riwayat sejarah, tepatnya dalam Babad Indramayu menyebutkan bahwa kelak saat Pangeran Aria Wiralodra (yang sering disebut sebagai pendiri Indramayu) menemukan lembah Sungai Cimanuk dan mendirikan pemukiman di sekitarnya, niscaya daerah tersebut akan menjadi daerah yang subur dan makmur serta Pangeran Aria akan berkuasa dan memerintah hingga tujuh turunannya berturut-turut.

Hal ini cukup menarik untuk di renungkan kembali, dimana peran sejarah dalam sebuah komunitas/entitas masyarakat akan berpengaruh dalam penentuan jati diri dan identitas sebuah masyarakat, begitu pula dengan masyarakat Indramayu. Berpikir terhadap sejarah berarti berpikir terhadap perkembangan. Membicarakan masa lalu sangat penting agar kita bisa mengetahui penyebab kondisi masa kini. Membicarakan masa kini juga penting untuk merekayasa kondisi kita di masa depan.

Beruntung bagi masyarakat Indramayu yang memiliki sejarah pendirian Kabupaten Indramayu yang pernah “diramalkan” akan menjadi daerah yang subur dan makmur. Setidaknya dengan sejarah yang menjanjikan tersebut, masyarakat Indramayu memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk benar-benar mewujudkan “ramalan” Babad Indramayu.

Kini kita sudah terlampau jauh dengan waktu terjadinya ekspedisi Pangeran Aria Wiralodra saat membentuk pemukiman di kawasan Sungai Cimanuk, yang kemudian dijadikan sebagai waktu pendirian Kabupaten Indramayu. Kurang lebih pada tahun 1527 M atau bertepatan dengan Tahun 924 H. Sekarang kita sudah menginjak Tahun 2015 atau 1436 M. Hampir lima abad usia Indramayu kini, namun apakah kesuburan dan kemakmuran Indramayu sudah tercapai?

Kekayaan Alam Indramayu

Berdasarkan data Bappeda Indramayu tahun 2009, Indramayu memiliki luas sekitar 204.600 Ha, sebagian besar lahannya dipergunakan untuk sawah irigasi tepatnya 121.355 Ha, serta sawah tadah hujan seluas 12.420 ha. Sedangan sisanya digunakan untuk perkebunan, ladang, permukiman, penggaraman, hutan bakau, empang, danau rawa, hingga kilang minyak yang juga menjadi pemasukan terbesar bagi kabupaten Indramayu.

Dari data di atas dapat diketahui bahwa sumber daya alam Indramayu begitu kaya. Berdasarkan hasil penelitian Wawan& Ayi (2007), kekayaan Indramayu berupa bidang pertanian,dimana hingga enam tahun terakhir (2007) Indramayu masih nomor satu dalam produksi padi se-Provinsi Jawa Barat. Hal itu jelas terlihat dari luasnya lahan persawahan yang mencapai sekitar 56 % dari luas Indramayu. Rata-rata panen pertahun berkisar antara 1-1,2 juta ton. Hanya 400.000 ton yang dikonsumsi oleh Indramayu, sisanya dikirim ke daerah luar yang tentu menjadi penyumbang 16,02 % dari Produk Domestik Regional Bruto Indramayu.

Disamping itu, kekayaan Indramayu berasal dari sektor industri (Migas). Di bidang Migas, sejak tahun 1970 Pertamina sudah mulai mengeksploitasi sektor ini mulai dari pengeboran hingga pembuatan sumur-sumur penghasil Migas. Kemudian pada tahun 1980 Pertamina mendirikan terminal Balongan untuk menyalurkan BBM. Sedangkan kilang minyak balongan sendiri mulai beroperasi sejak tahun 1994 dengan pengelola Pertamina Unit Pengelolaan VI Balongan. Produksi kilang BBM berkapasitas 125.000 barrel ini bisa dibilang 100 persen hasilnya disalurkan untuk DKI Jakarta. Adapun LPG yang dikelola LPG Mundu VI dengan kapasitas 37,3 juta kaki kubik per hari disalurkan untuk Jawa Barat dan DKI Jakarta. Jatah untuk pemerintah daerah Indramayu hanya berasal dari dana Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang berkisar antara 11-12 milyar per tahun.

Selain dua sektor utama kekayaan Indramayu di atas, masih ada sektor lain yang juga menjadi sumber kekayaan alam Kabupaten Indramayu seperti pertambakan yang terhampar ratusan hektar di Balongan, baik tambak udang, tambak bandeng maupun tambak garam yang produksinya bisa mencapai 30.000 ton per tahun. Pontensi lainnya yaitu Buah Mangga, dimana hampir setiap rumah di Indramayu selalu memiliki pohon Mangga. Dan karena itu pula Indramayu dijuluki sebagai Kota Mangga.

Indramayu Kini

Kini kita kembali kepada ‘ramalan’ Babad Indramayu di atas. Apakah sudah tercapai kesuburan dan kemakmuran di Indramayu? saya kira untuk menjawabnya perlu sedikit jeli. Setiap kesuburan belum tentu membawa kemakmuran. Kita harus sepakat akan hal ini. realitas-realitas sosial sudah membuktikan. Indonesia adalah negeri yang sangat subur, tetapi apakah kesuburannya memiliki garis hubungan yang linier dengan kemakmuran rakyatnya? Begitu pula dengan Indramayu, kesuburan tanah-meski tidak selalu subur- yang dimilikinya tidak berbanding lurus dengan tingkat kemakmuran masyarakatnya.

Dari sekitar 1,6 juta penduduk Indramayu, 8,12 persen adalah Tenaga Kerja Wanita,sedangkan sekitar 63,25 % atau sekitar 382 ribu penduduk Indramayu menjadi pengangguran atau secara lebih halus menjadi pekerja serabutan. Angka pengangguran diatas menajdi metafora yang sangat ‘mengenaskan’ bagi sebuah daerah yang kaya akan sumber daya alamnya.

Meskipun dibidang pertanian Indramayu menjadi lumbung padi di Jawa Barat, namun kesejahteraan para petani hanya menjadi angan-angan. Terlebih saat musim kemarau tiba, beberapa daerah di Indramayu akan terancam gagal panen. Seperti yang terjadi saat kemarau Tahun 2015 ini. Sudah hampir satu bulan lebih hujan tidak turun. Lahan persawahan semakin hari semakin kering, tanah-tanah retak karena tak kunjung basah untuk waktu yang lama. Pengairan di irigasi pun sudah habis, bahkan tanah-tanah bekas irigasi di sebagian tempat sudah mulai retak (tela).

Beruntung bagi para petani yang sawahnya dekat sungai irigasi, mereka tinggal membawa diesel dan “menyedot” air dari sungai. Itu pun jika ada air yang mengalir di sungai. Namun tidak semua sawah terletak di dekat sungai. Puluhan hektar sawah terhampar jauh dari sungai irigasi. Untuk menyedot air, mereka harus merogoh kocek dalam-dalam. Setidaknya untuk pembuatan bor/sumur air, yang dalamnya belasan meter. Disamping itu diesel yang digunakan sebagai penyedot harus diisi bensin terus menerus. Untuk mengairi sawah seluas seperempat bau (kurang lebih 950 m2), mesin diesel harus bekerja tiga hari tiga malam. Setidaknya hampir 60 liter bensin dibutuhkan agar mesin tetap bekerja. Mungkin air yang disedot hanya bertahan selama satu minggu, sebelum sawah mengering kembali.

Permasalahannya tidak hanya disitu, sawah butuh obat agar tetap bertahan dari hama. Tidak jarang saat mendekati musim panen, bulir-bulir padi berwarna putih dan berbuah kosong (gabug) karena dimakan ulat atau hama. Disamping itu, ada juga burung-burung yang iseng memakan biji padi saat mendekati panen. Jadi permasalahan para petani dari mulai menanam hingga panen sedemikian kompleksnya. Mereka akan tambah sengsara saat harga padi/beras sangat murah. Karena bagaimanapun harga padi akan selalu mengikuti mekanisme pasar, tidak peduli dengan usaha baik peluh keringat dan uang yang keluar dari petani selama mengurus sawahnya.

Di bidang Minyak dan Gas, masyarakat Indramayu hanya menjadi penonton terhadap eksploitasi Migas yang dilakukan oleh Pertamina. Mungkin hanya segelintir orang Indramayu yang kebetulan merasakan ‘manisnya’ Migas Balongan dan sekitarnya. Mereka berada tak jauh di lingkaran para penguasa Indramayu dan antek-anteknya. Sebagian besar masyarakat Indramayu hanya menjadi buruh kasar dari semua sumur-sumur Minyak yang ada. Hal ini terjadi karena tingkat pendidikan masyarakat yang rendah. Masyarakat yang terbiasa mengolah sawah dan ladang, pasti sangat gagap ketika diharuskan mengolah minyak.

Selain masalah di atas, tentu masih banyak lagi masalah-masalah sosial dan kesejahteraan masyarakat Indramayu yang bagaikan benang kusut hingga sangat sulit untuk mengurainya. Permasalahan di atas mungkin terkesan diskriminatif terhadap peran dari pemerintah daerah yang tak kunjung muncul. Tapi itu lah faktanya. Hingga tulisan ini dibuat, kehadiran pemerintah daerah seakan hanya pada tataran adminsitratif saja. Masyarakat akan merasa sering berbaur dengan pemda dan bawahannya , jika mengurus soal akta kelahiran, pembuatan E-KTP, Tagihan listrik, surat keterangan tidak mampu, SKCK, dan surat-surat lainnya.

Dalam hal kesejahteraan masyarakat, hampir tidak terasa kehadiran pemda di tengah masyarakat. Mungkin hanya jalan yang direnovasi atau pembagian sembako/raskin saja yang dianggap sebagai peran pemda. Tentunya hal ini menjadi hutang bagi pemda Kab. Indramayu dan ‘konco-konconya’ untuk bisa setidaknya mengukir sedikit senyum di wajah masyarakat karena melihat sawahnya yang subur, harga sembako yang murah, berkurangnya KKN, akses pendidikan yang baik, hingga melihat harapan bahwa anak-anaknya bisa tumbuh dengan baik di lingkungan tempat tinggalnya.

Terlebih masa kepemimpinan bupati dan ‘konco-konconya’ yang habis pada akhir tahun 2015 ini, jangan sampai hutang-hutang kesejahteraan masyarakat menjadi hutang yang tak terlunaskan, dan terus menumpuk hingga kepemimpinan-kepemimpinan berikutnya. Dan jangan sampai ramalan Babad Indramayu hanya menjadi dongeng sebelum tidur bagi seantero warga Indramayu. Darma Ayu Mulih Harja. Semoga !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun