Dulu aku membayangkan betapa indahnya pernikahan kami. Kerinduan akan hadirnya buah hati akan menjadi pengikat antara aku dan mas. Tapi ternyata tidak demikian kenyataannya. Hingga menjelang tahun kedelapan perkawinan kami, sama sekali belum ada tanda-tanda aku hamil. Kami yang mulanya berprinsip hidup biarlah mengalir apa adanya, pun dengan setengah terpaksa karena desakan orang tua mas yang ingin segera menimang cucu, kami pun memeriksakan diri ke dokter. Dan hasilnya membuatku bagai disambar petir menggelegar dan menyakitkan: Aku divonis dokter tidak bisa hamil! Seketika aku lebih banyak mengurung diri dalam kamar. Beristighfar merenungi apa dosa-dosaku hingga mendapat cobaan seberat ini. Terbayang Nita, anak kakak tertuaku yang sudah mulai beranjak remaja. Cantiknya lebih mirip aku, tantenya daripada ibunya. Juga Sarah, keponakan terkecil anak pertama adikku yang paling bungsu yang bila melihat aku selalu minta kugendong, bahkan sampai dia tertidur lelap dalam pelukanku. Aku begitu ingin bahagia menjadi seorang ibu bagi anak kandungku sendiri! Dan minggu lalu kuberanikan untuk mengatakan sesuatu yang aku sebenarnya tidak ingin mengatakan ke mas. Tapi kepalang basah. Aku ikhlas. "Mas, bagaimana solusi masalah kita mas?" Tanyaku dengan hati-hati pada suamiku tercinta. "Solusi masalah yang mana, sayang?" Jawab lelaki yang sepertinya semakin aku cintai ini di sampingku. "Tentang harapan orang tua mas." Mas terdiam. Aku lalu memeluknya. Mataku mulai berair. "Trus maumu gimana?" Tanya mas. "Meskipun berat, akhirnya aku harus rela kalau mas ingin menikah lagi." Ucapku pelan pelan dan hati-hati sekali. kata-kata yang kuucap barusan begitu perih mengiris hatiku sendiri. Mas terdiam lagi. Lalu diciumnya ubun-ubunku. "Kamu nggak cemburu nantinya?" Tanya mas. Aku menggeleng. "Aku ingin melihat mas bahagia, orang tua mas bahagia. Tapi jangan tinggalkan aku ya mas..." "Aku janji tidak akan meninggalkanmu, sayang." - Dan hari itu pun tiba. Mas akan memperkenalkan aku dengan seseorang perempuan sebagaimana tindak lanjut dari ucapanku tentang keikhlasan melihat kebahagiaan mas. Jantungku berdegup saat mobil mas datang lalu dia turun diikuti seorang perempuan berjilbab biru muda. Wajahnya terlihat anggun. Tapi tunggu, ada seorang lain yang mengikuti mereka. Seorang perempuan kecil! Ya, perempuan kecil yang mungkin usianya empat tahun. Dan mereka lalu tiba-tiba saja ada di hadapanku. Di ruang tamu. Perempuan itu mencium tanganku. Demikian juga perempuan kecil itu yang wajahnya... mirip sekali sama wajah mas! "Mas ini siapa?" Tanyaku pada mas. "Ini adikmu, Dinda. Istri mas juga sepertimu. Dan itu Sheyla, Keponakanmu yang baru. " Jawab mas. Kalimat itu pendek. singkat. Tapi entah mengapa membuat duniaku mendadak gelap. Aku roboh. ~ Irfan Hidayat 30072012 - @sebab hidup adalah cinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H