Pergeseran makna bahasa tentu tak terelakkan. Beda zaman maka makna bahasa dapat bergeser pula. Sebagai contoh kata bajingan. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna bajingan memiliki impresi negatif yaitu representasi dari sifat jahat seseorang yang mengganggu ketenteraman masyarakat. Namun, dulu, kata bajingan umum dipakai masyarakat Jawa Tengah yang bermakna sebagai orang yang mengendarai gerobak sapi. Makna yang awalnya positif kemudian berubah menjadi negatif.
Ragam bahasa  kata maaf yang terdapat dalam kitab suci Alquran tentu tergolong baku. Cita rasa makna itu sendiri sudah dipakemkan sehinggah tidak dapat diubah. Hal itu bisa dilihat pada kutipan surat As Syura ayat 40, "Balasan suatu keburukan adalah keburukan yang setimpal. Akan tetapi, siapa yang memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat), maka pahalanya dari Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang zalim." Kata maaf dari kutipan ayat tersebut memiliki Semantical Property yang baku.  Semantical Property merupakan sifat yang dimiliki oleh makna yang terkandung di dalam suatu kata disimbolkan dengan lambang (+) atau (-) menunjukkan keberadaan atau pun ketiadaan sifat dalam kata tersebut. Sehinggah bisa dikatakan bahwa kata maaf memiliki (+) ikhlas, (+) sabar, dan (+) tulus.
Namun jika kata maaf dipakai dalam ragam bahasa resmi atau kasual maka budaya dapat mempengaruhi rasa dari makna tersebut. Budaya merupakan wujud pembentukan kebiasaan sehari-hari  masyarakat yang turun temurun dilakukan sehinggah memiliki karakter dan nilai kuat yang sulit untuk diubah. Kebiasaan mengirim teks hasil penjiplakan dari teks sumber orang lain jika terus dilakukan oleh masyarakat akan menjadi budaya dan menggeser Semantical Property makna maaf tadi menjadi (-) tulus, (-) ikhlas, dan (-) sabar. Malahan, bisa mengarah pada (+) tidak serius dan (+) simbolik semata. Sehinggah, jargon maaf memaafkan setiap jelang lebaran tiba yang bermakna saling memaafkan harus dibedakan dengan maaf-maafan yang bermakna pura-pura saja. Esensi suci kata maaf-memaafkan mengharapkan pahala dan ridho dariNya sedangkan maaf-maafan  mengarah pada kemunafikan. Tentu ada ancamanNya bagi orang-orang yang munafik.
Mengungkapkan rasa bersalah tidaklah dengan menjabarkan semua daftar kesalahan kepada orang yang dituju. Pesan singkat dari ujaran sendiri sudah mewakili tujuan yang ingin disampaikan. Namun,  jika pun ingin membagikan  pesan ucapan maaf kepada orang lain dengan alasan tertarik pada keindahan bahasa dan tampilan yang dibagikan orang lain, pastikan isi sudah dipahami. Kemudian, edit bagian yang tidak dibutuhkan. Jika memungkinkan, bisa dikembangkan dengan memakai bahasa sendiri.
Besar harapan, di tengah kecanggihan teknologi komunikasi, kemampuan literasi masyarakat tetap dapat mengimbangi. Jangan sampai kecerdasan buatan (Artificial Inteligence) nanti lebih mendapat posisi karena bedanya di hati dan fatsun sesuai proporsi(*)
- Penulis adalah penggiat Sastra dan Linguistik di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP Paracendekia NW Sumbawa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H