Salah satu Jamaah yang penulis amati bisa melakukan kebersamaan semacam itu adalah Jamaah Ma’iyah Kabupaten Tuban. Penulis berkesempatan mewawancarai seorang narasumber yaitu Pak Aminuddin, Koordinator Jama’ah Ma’iyah Kabupaten Tuban. Beliau mengatakan bahwa bentuk kegiatan Ma’iyah ini memiliki ragam kegiatan mulai dari mengadakan forum kajian yang diisi oleh berbagai narasumber yang sangat inklusif (tidak membedakan faham dan aliran apapun) sampai membentuk forum peduli sosial ketika terjadi bencana atau hal-hal yang membutuhkan perhatian bersama. Hadirin atau anggota jamaah ini terdiri dari berbagai kalangan dan faham tidak saja hanya umat Islam tapi juga umat beragama lain.
Jamaah Ma’iyah Tuban (JMT) ini merupakan pengembangan dari Jamaah yang dirintis oleh Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) dengan pengajian rutinnya “Padhang Mbulan” setiap bulan purnama. Cak Nun telah mengembangkan duplikasi pengajian Padhang Mbulan itu dalam bentuk pengajian serupa seperti “Bang Bang Wetan” (Surabaya), “Mocopat Syafa’at” (Yogyakarta), dan “Kenduri Cinta” (Jakarta).
Sudah saatnya pemerintah memperhatikan dan memberdayakan forum semacam itu. Jamaah yang bersifat ”inclusive exposure” memang sangat efektif membendung dan “menjebol” akar fanatisme buta.
Itulah yang melatari ketertarikan penulis untuk lebih jauh meneliti pengembangan model Jama’ah maiyah sebagai wadah keragaman multi faham dan golongan menuju indonesia bebas konflik agama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H