Mohon tunggu...
Irfan Fauzi
Irfan Fauzi Mohon Tunggu... wiraswasta -

Warga Bekasi yang cinta nusantara

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tapal Batas Pertemanan

23 Desember 2017   05:27 Diperbarui: 23 Desember 2017   09:25 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Loyalitas & Jatidiri Palsu

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, dengan bantuan perkembagan teknologi yang ada, intensitas interaksi pertemanan semakin meningkat. Apalah arti hidup tanpa adanya whatsapp, Instagram atau Facebook. Hidup terasa hambar. Tiap waktu kita tidak akan lepas atau lupa memantau aplikasi-aplikasi tersebut. Tidak ingin rasanya ketinggalan update. Menit ke menit kecepatannya.

Kita kini semakin sibuk dan harus bermain dalam kecepatan garis edar waktu. Kombinasi antara kewajiban dan selalu "hadir" dalam komunitas pertemanan yang terfasilitasi dalam aplikasi sosial media itu, harus berimbang. BAHKAN kewajiban bisa diabaikan bila itu menyangkut EKSISTENSI diri. Itulah yang namanya LOYALITAS pertemanan di era MILENIAL.

Jika dulu berteman adalah kebutuhan SEKUNDER untuk menghilangkan kepenatan dan atau menyeimbangkan diri dari rutinitas. Saat ini berteman adalah kebutuhan PRIMER dalam rangka menjaga kualitas eksistensi diri.

Semua hal yang bagus-bagus di gali untuk ditampilkan. Penampilan harus terbaik, perilaku harus terlihat baik, kepemilikan harus terlihat prestis, aktivitas diri harus terlihat "OKE" dan berkelas, semua berlomba-lomba untuk menampilkan yang terbaik.

Andai bukan hal yang bagus, bisa juga ditampilkan terkait perasaan diri atau penyikapan diri. Curahan hati, keluhan, amarah, protes, kesal, terkait pekerjaan, pasangan, bisnis, tetangga atau apapun bebas bersliweran di ruang publik. Senang rasanya dapat empati dalam bentuk LIKE atau komen mendukung. Tidak lupa wejangan teman yang mungkin silih berganti singgah. Seolah-olah para pemirsa ini lebih PAHAM dibanding orang yang menjalaninya.

Pada titik inilah harusnya kita menyadari. Jatidiri kita sebagai individu sudah MENCAIR. Hilang terganti oleh KEPRIBADIAN PALSU.

Bisa jadi secara tidak sadar, gaya kita berbahasa dan bicara diubah demi grup pertemanan saat on air atau off air. Biar terlihat gaul, asik, lucu, sweet, dan humble. Kalimat : aduh ketawa sampai pegal, saking lucunya sampai ga konsen masak, ingin rasanya marah, blablablas lainnya. Padahal secara sinikal aslinya tidak seperti itu.

Atau bisa juga kita mematut diri secara khusus ketika tampil di publik pertemanan. Harus terlihat cantik, ganteng, dan all out performance. Itu dilakukan baik yang single atau sudah berpasangan. Semua ditampilkan untuk saling tarik menarik pengaruh atau perhatian. Padahal secara tidak sadar kita sudah melupakan sesuatu atau mengecewakan oranglain karena tindakan kita tersebut.

Resah rasanya kalau kita tidak "bermanja" di depan publik pertemanan sosmed. Galau rasanya jika kita tidak menunjukan rasa-rasa yang berkecamuk dalam pikir dan hati. Dan SEDIH rasanya jika kita "minim" pemirsa atau tanggapan saat eksis. Sepi dan kehilangan daya hidup rasanya, andai tidak ada hiruk pikuk eksis di pertemanan.

Bahaya dan Tapal Batas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun