Tragedi Kanjuruhan merupakan sebuah peristiwa yang kelam untuk bangsa Indonesia pada akhir tahun 2022, dunia sepak bola diguncangkan dengan kabar yang tidak mengenakkan yaitu banyaknya para supporter meninggal setelah menyaksikan laga pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya di dalam Stadion Kanjuruhan.
Faktor yang melatar belakangi kematian ini adanya tembakan gas air mata yang dilepaskan oleh Polisi ke tempat tribune penonton menyaksikan laga pertandingan Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya. Padahal penggunaan gas air mata pada saat mengamankan pertandingan atau jika terjadi kericuhan di dalam Stadion sangat dilarang keras oleh FIFA.
Dengan adanya gas air mata yang ditembakkan oleh oknum Polisi membuat situasi menjadi panik dan chaos. Semua penonton yang ada di tempat tribune berlari-lari mencari pintu keluar untuk bisa menyelamatkan diri. Namun apa yang terjadi malah penumpukan penonton di satu pintu sehingga menyusul adanya aksi desak-desakan dan dorongan dari dalam stadion untuk keluar menyelamatkan diri.
Maut yang tidak dapat terelakkan oleh semua orang akhirnya terjadi, karena adanya penumpukan di satu titik pintu keluar stadion. Dengan adanya penumpukan massa yang banyak membuat kadar oksigen mulai menipis dan banyak orang kehilangan nafas karena berdesakan untuk menyelamatkan diri dari serangan gas air mata yang sangat membahayakan.
Hingga saat ini jumlah para korban yang berjatuhan yang awalnya 125 orang menjadi bertambah sekitar 132 orang meninggal. Data ini didapat dan dikumpulkan dari tim khusus untuk menyelidiki kasus ini agar berita yang beredar berkembang dimasyarakat dapat diperoleh secara transparan dan penyelidikan dilakukan secara terbuka.
Sanksi FIFA Imbas Tragedi Kanjuruhan
Atas kejadian yang terjadi pada hari minggu, 2 Oktober 2022. Sontak membuat berita ini menjadi viral dan tersebar hingga ke luar negeri. Berita ini pun juga sampai ke telinga President FIFA Gianni Infantino, ia sempat kaget dan memberikan sebuah pernyataan sebagai berikut :
"Dunia sepak bola sedang shock menyusul insiden tragis yang terjadi di Indonesia pada akhir pertandingan antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan. Ini adalah hari yang gelap untuk semua yang terlibat  dalam sepak bola dan tragedy di luar pemahaman."
Tidak lupa juga President FIFA Gianni Infantino mengucapkan kalimat bela sungkawa terhadap para korban dan keluarga yang di tinggalkan :
"Saya menyampaikan belasungkawa terdalam saya kepada keluarga dan teman-teman para korban yang kehilangan nyawa setelah insiden tragis ini."Â Gianni Infantino, President FIFA pada Minggu, 2 Oktober 2022
Tidak sampai disitu saja, sepak bola Indonesia akan mendapatkan sanksi berat dari FIFA. Mungkin sanksi yang akan diperoleh Indonesia yang diberikan oleh FIFA dapat memberikan efek jera dan penyesalan yang sebesar-besarnya untuk semua pihak yang terlibat. Berikut daftar kemungkinan sanksi FIFA yang aka diterima oleh Indonesia.
7 ancaman sanksi FIFA imbas tragedi Kanjuruhan :
- Seluruh pertandingan Liga Indonesia dibekukan 8 tahun
- Keanggotaan Indonesia di FIFA dicabut
- Piala Dunia U-20 di Indonesia dibatalkan
- Timnas Indonesia dilarang bermain di Piala Asia 2023 dan Piala Asia U-20
- Rangking poin FIFA Timnas Indonesia dikurangi
- Kompetisi Liga Indonesia tanpa penonton
- Klub Indonesia dilarang bermain di AFC Cup dan Liga Champion Asia
Melihat daftar sanksi yang memiliki kemungkinan besar untuk diberikan ke sepak bola Indonesia sangatlah berat. Mungkin dari sebagian orang akan sangat menyayangkan apabila terealisasi, namun setelah melihat apa yang terjadi di Kanjuruhan sanksi ini sangat layak dan pantas untuk diterima sebagai bentuk pertanggung jawaban atas terjadinya tragedi ini.
Semua pihak harus berani dalam mempertanggung jawabkan apa yang sedang terjadi saat ini. Sanksi ini akan menjadi sebuah tamparan keras untuk mereka yang belum sadar akan bahayanya Liga ini tetap diselenggarakan. Kita harus menyadari bahwa tidak ada sepak bola seharga nyawa di dunia ini.
Semua Pihak Merasa Benar dan Lepas Tangan dari Tanggung Jawab
Berbeda sikap dengan semua pihak yang terlibat dalam kasus tragedi ini, seperti PSSI, Panitia Pelaksana, Polisi, PT. LIB dan Pihak Emtek. Mereka semua seakan merasa benar dengan apa yang mereka yakini kebenarannya, padahal jika ditelusuri satu per satu maka semua pihak yang ada di atas semuanya layak untuk bertanggung jawab.
Hal yang paling lucu dari sikap pihak-pihak yang disebutkan diatas malah lepas tangan dan melempar kesalahan ke masing-masing pihak yang bersangkutan lainnya. PSSI yang seharusnya orang yang paling bertanggung jawab pada saat ini malah membuat pernyataan yang mengandung pro kontra.
Pihak PSSI mengatakan yang diwakili oleh Ketua Umum PSSI : "Ini tanggung jawab Panitia Pelaksana, bukan PSSI". Mendengar pernyataan Panitia Pelaksana malah balik memberikan serangan balasan :"PSSI juga harus tanggung jawab". Saling menyalahkan dan melempar tanggung jawab untk berusaha tidak disalahkan dan merasa benar.
Padahal di dalam Undang-undang Statuta PSSI 2018 Pasal 4 ayat 2 yang menjelaskan pada poin pertama yaitu :
"PSSI mengatur dann/atau mengoordinasikan seluruh kompetisi dan turnamen, baik pada tingkat nasional maupun pertandingan-pertandingan lainnya yang diselenggaraka di Indonesia."Â
Jadi, jika kesalahan dilimpahkan secara keseluruhan kepada panitia pelaksana untuk bertanggung jawab sepenuhnya. Itu adalah kesalahan besar yang telah dilakukan oleh Ketua Umum PSSI di dalam konferensi pers kepada media.
Selain itu pihak Polisi melakukan pembelaan terhadap sikap yang telah dilakukan anggotanya dengan kalimat "Bukan gas air mata yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa". Kalimat ini sungguh melepas tangan atas apa yang telah diperbuat dengan menyalahkan, semua orang berlari berdesakan dan membuat tumpukan banyak orang sehingga mengakibatkan mati dengan kehabisan oksigen.
Padahal faktor utama yang membuat semua orang lari adalah untuk menghindar dari tembakan gas air mata yang diarahkan ke tempat duduk penonton yang berada di dekat tribune. Hal ini merupakan sebuah penyangkalan yang keji namun masyarakat mulai mereda setelah adanya permintaan maaf dan aksi sujud bersama di lapangan Polisi Jawa Timur ketika setelah melakukan sebuah Upacara yang sering dilakukan oleh Polda.
Tidak mau kalah dengan pihak yang lain untuk saling lepas tangan dari masalah tanggung jawab. Pihak PT. LIB menyudutkan pihak stasiun penyiaran dengan kalimat : "Pihak broadcaster yang meminta main malam." Seolah hal ini membenarkan bahwa televisi hanya ingin mendapatkans ebuah rating yang bagus untuk menjadi tempat tontonan di kalangan masyarakat.
Tidak mau terima begitu saja dari pihak Emtek selaku pihak broadcaster atau tempat penyiaran siaran berlangsung menyampaikan pernyataan : "Jadwal diputuskan oleh PT. LIB dan kami selalu mengikutinya." Kalimat ini seakan melempar dan mengembalikan bola panas kepada pihak yang ingin ditujukan secara langsung.
Apa yang harus dilakukan setelah ini, What Next ?
Masayarakat bisa menilai sendiri bagaimana perilaku atau sikap dari semua pihak yang terlibat dalam sangkut paut permasalahan ini. Tragedi Kanjuruhan telah terjadi dan tidak dapat di kembalikan seperti semula, semua pihak harus menyadari hal tersebut. Bukan malah menambah pro dan kontra yang bisa membuat ricuh dari masyarakat yang mulai bosan dengan banyaknya drama di televisi.
Dalam kasus ini seharusnya semua pihak harus mengintropeksi dan mulkai berbenah diir untuk membentuk sebuah pertandingan olahraga sepak bola yang jauh lebih baik yang memiliki nilai dan martabat tinggi untuk para pendukung dan pecinta sepak bola di tanah air. Bukan memperlihatkan perdebatan yang saling menyalahkan dan melempar bola panas untuk terlepas dari tanggung jawab.
Semua pihak harus bertanggung jawab dalam menanggapi tragedi yang super besar ini. kejadian ini sudah mendapatkan sorotan tajam dari dunia luar tentang bagaimana buruknya ekosistem dari pengelolaan olahraga sepak bola di tanah air. Bukannya fokus untuk memajukan olahraga ini tapi malah membuat tambah rumit dan banyak mengandung kontroversi.
Sanksi FIFA yang akan segera dihadapi oleh Indonesia harus diterima dengan lapang dada agar terwujudnya pengembangan dalam pengelolaan olahraga sepak bola di negeri ini menjadi lebih baik dan memiliki martabat yang tinggi. Banyak yang dirugikan dari munculnya tragedi ini tapi siapa juga yang menginginkan hal ini terjadi di negeri ini. Semuanya sudah terjadi dan tidak bisa diputar balik waktu untuk merubah apa yang telah ditetapkan oleh Sang Maha Kuasa.
Mungkin dengan adanya masalah ini dunia olahraga sepak bola Indonesia di masa yang akan datang jauh lebih baik. Tidak ada lagi sekelompok pihak yang mengambil keuntungan atau memanfaatkan situasi untuk kebutuhan tertentu. Kita semua sudah merindukan banyaknya prestasi lahir dari olahraga ini seperti layaknya bulu tangkis yang sudah mendunia.
Perubahan sudah mulai tampak dari munculnya prestasi membanggakan yang dibuat oleh pemain-pemain muda yang memiliki kemampuan untuk membuktikannya. Namun dengan adanya tragedi ini, kita semua berharap asa dan semangat mereka tetap terjaga dan selalu bangga akan apa yang telah diberikan untuk bangsa ini lewat sebuah prestasi.
Sepak bola Indonesia sudah waktunya untuk berbenah dan memperbaiki dari semua aspek untuk menjadi lebih baik. Sebagai bentuk solidaritas dalam rasa simpati dan empati terdalam kepada pihak korban dan keluarga, semua orang yang ada di PSSI saat ini harus mundur dan mulai membentuk system yang baru agar bisa menajdi lebih baik.
Sikap lari dari masalah dengan melempar tanggung jawab dan lepas tangan kepada pihak lain, merupakan sebuah sikap sebagai seorang pecundang bukan pemenang. Jika ingin berubah maka lakukanlah sebuah tindakan perubahan yang baik untuk bisa memajukan olahraga sepak bola di tanah air ini.
Salam olahraga dan Salam Satu Jiwa, Irfan Fandi
 Pekanbaru, 14 Oktober 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H