Novel Buya Hamka Setangkai Pena di Taman Pujangga yang ditulis oleh Uda Akmal adalah koleksi buku yang kelima dari empat buku yang sudah saya baca, sebut saja karya beliau dari Dilarang Bercanda dengan Kenangan, Dilarang Bercanda dengan Kenangan 2, Putik Safron di Sayap Izrail dan Kincir Waktu. Masih banyak lagi karya beliau yang masih ingin saya baca tapi sedang berusaha untuk mengumpulkan sebagai penunjang kepustakaan dan mengkoleksi sebagai milik pribadi.
Novel Buya Hamka Setangkai Pena di Taman Pujangga merupakan sebuah novel dwilogi yang ditulis oleh Akmal Nasery Basral a.k.a Uda Akmal dalam rangka mengungkapkan rasa kekaguman dan rasa cinta terhadap sosok yang sangat dikagumi oleh semua orang, terutama bagi para pecinta sastra dan penggiat literasi yang ada di Indonesia.
Penulis dalam membuat buku novel ini dibagi menjadi dua bagian, dengan alasan Buya Hamka memiliki usia 73 tahun dalam mengisi banyak profesi. Sebut saja dari sastrawan, ulama, musafir (tidak semua ulama mampu tafsir Al Qur'an), jurnalis, politisin, guru dan masih banyak lagi kegiatan yang digeluti oleh seorang tokoh hebat bernama Buya Hamka. Buku pertama ini akan membahas perjalanan hidup Buya Hamka sampai usia 30 tahunan dan cerita selanjutnya akan ditulis dalam karya buku kedua yang akan segera terbit pada tahun ini.
Novel Buya Hamka Setangkai Pena di taman Pujangga menceritakan tentang kisah perjalanan seorang Buya Hamka dari kecil hingga ia berusia 30 tahun. Penulis sangat piawai dan mengusai di setiap seluk beluk tentang kehidupan dari tokoh ini. terlihat banyak buku dan referensi yang dijadikan oleh penulis sebagai bahan atau sumber untuk mewujudkan sebuah cerita menjadi sebuah mahakarya yang sangat luar biasa dalam menceritakan kisah yang menarik dari tokoh utama yang diberi nama "Malik"
Penulis membuat buku ini dengan sudut pandang orang pertama sebagai tokoh nyata dalam sebuah kisah dari Buya Hamka. Kisah yang ditulis dalam buku ini sangat runut dan rapi dalam mengisahkan perjalanan dari Malik Hamka kecil, bertumbuh menjadi remaja hingga beranjak menjadi seorang pemuda yang memiliki karakter dan kharisma yang sangat luar biasa dibandingkan dengan orang-orang yang seumuran dengannya.
Penulis juga piawai dalam menggabungkan kisah Hamka dengan perjalanan hidup dari silsilah keluarga dari pada orang tuanya, sehingga cerita yang dibaca di dalam novel ini semakin menarik dan mengalir sesuai dengan alur cerita yang mengalir dengan sangat baik. Tatanan kalimat dan kutipan yang ditulis dalam Novel ini juga terdiri dari ucapan yang disampaikan oleh Buya Hamka, orang tuanya dan tokoh-tokoh yang memiliki hubungan serta keterkaitan yang erat dengan Buya Hamka.
"Semakin banyak kau berguru pada orang lain, akan semakin luas pandanganmu dan semakin dalam kebijaksanaanmu. Insyaallah kau pun nanti akan menjadi orang besar, malik. Yang penting satu saja dalam hidup ini : lakukan segalanya dengan niat mengharapkan ridha Allah. Ikhlas. Jangan harapkan pujian manusia. Jangan pernah." (hal 132)
Kalimat di atas merupakan sebuah kutipan yang disampaikan oleh Haji Rasul yang merupakan ayah dari Buya Hamka ketika Hamka masih remaja. Orang tua Hamka sangat memperhatikan tumbuh kembang anak-anaknya hingga sampai kepada pendidikan dan memilihkan atau mencari seorang guru yang akan mengajari anak laki-lakinya yaitu Hamka hingga menjadi orang yang sangat hebat dikemudian hari.
Perjalanan kisah Hamka yang ditulis oleh Uda Akmal sangat ringan dan mudah dipahami oleh semua pembaca. Saya sangat suka dalam buku ini banyak petuah atau kata-kata yang berasal dari orang tetua dari asli minang yang sering saya dengar dari orang tua saya dahulu, karena saya merupakan salah satu anak yang dilahirkan dari suku minang memiliki ibu yang berasal dari kota Bukittinggi.