Musisi-musisi yang mengadopsi gaya musik band populer barat seperti The Beatles terancam dipidana apabila menyanyikannya secara terang-terangan. Koleksi piringan hitam musik-musik barat pun disita dan dimusnahkan.
Sebagai gantinya lagu-lagu nasional yang bersifat revolusioner pun mulai digalakan sebagai counter dari musik barat yang dianggap kontra revolusi. Muncul lagu-lagu yang bertujuan membangkitkan semangat revolusioner Indonesia seperti Nasakom Bersatu, Dekon, Ganyang Inggris Amerika, Resopim, Anthem Ganefo dan lain-lain.
Di era orde lama ini musik memang dikontrol oleh rezim, musik-musik bernuansakan barat dilarang dan diganti dengan musik nasional yang revolusioner dan politis karena di era orde lama ini kondisinya sedang dalam proses penguatan kemandirian bangsa pasca masa post kolonialisme.
Setelah kekuasaan Soekarno runtuh, kondisinya berbalik 180 derajat di era orde baru. Musik barat mulai diterima akan tetapi ada proses depolitisasi dari rezim orde baru dalam penerimaannya untuk mempertahankan status quo dengan menciptakan situasi massa mengambang . Selengkapnya akan dibahas di sub bab selanjutnya.
Terlahir Kembalinya Budaya Musik Populer Barat Di Era Orba Lewat Upaya Stabilitas Ekonomi dan Politik
Jatuhnya kekuasaan Soekarno menandai berakhirnya sepak terjang rezim orde lama dalam tampuk kekuasaan pemerintahan. Soeharto sebagai suksesor kekuasaan orde lama memiliki sejumlah permasalahan yang diwariskan oleh pemangku kekuasaan sebelumnya yaitu krisis hiperinflasi di era 60an.
Inflasi ini tidak lepas dari ambisi orde lama dalam kebijakan pengambilan langkah politik mercusuarnya yang menitik beratkan politik di atas kepentingan ekonomi sebagaimana yang disampaikan Thee Kian Wie “Tujuan kepentingan ekonomi kerap kali dibersamai tujuan politis kebudayaan” (Wie, 2016). Maka dari itu Soeharto mempunyai tugas untuk menstabilkan kembali kondisi sosial baik itu ekonomi dan stabilitas politik Indonesia.
Langkah yang diambil oleh Soeharto pada saat itu adalah mencari pinjaman atau investasi dari barat lewat disahkannya UU PMA 1967 yang nantinya undang-undang ini juga menjadi salah satu faktor pendorong “terlahir kembalinya” budaya musik populer barat. Di era awal kepemimpinan Soeharto seiring terbukanya kerja sama dengan asing, budaya barat pun mulai masuk kembali khususnya musik populer seperti rock dan sejenisnya.
Musisi-musisi yang mengadopsi musik barat seperti Elvis dan The Beatles kini bebas untuk berkreasi tanpa takut adanya ancaman pidana karena tidak ada aturan khusus yang melarang musik barat ketika itu.
Band-band seperti The Rollies mulai mewarnai skena musik di era orde baru. Perilisan musik di era orde baru dapat dikatakan sedikit lebih bebas dibandingkan orde lama yang penuh kontrol karena khawatir musik tersebut memberi pengaruh kontra revolusioner.
Bebasnya musik barat ini juga tak lepas dari upaya Soeharto untuk menarik hubungan dengan negara barat yang liberal lewat citra Indonesia yang mulai terbuka dalam budaya dan melemahnya pengaruh komunis yang dibawa orde lama. Akan tetapi, sebenarnya budaya musik di era ini tidaklah sepenuhnya bebas ada sebuah filterisasi, pencekalan, penyensoran melalui depolitisasi lagu. Hal ini berbanding terbalik dengan budaya musik orde lama yang kebanyakan malah bersifat politis.