Mohon tunggu...
Irfandy Dharmawan
Irfandy Dharmawan Mohon Tunggu... Lainnya - Lawyer Tri Vittama Firm

Mengarungi Samudra Hukum, berlabuh di Dermaga Filsafat, dan Berlayar di Lautan Politik. Seorang Sarjana Hukum yang sedang menambahkan cerita di Perpustakaannya

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Menanti Kelanjutan Drama Pasca Pengumuman Hasil Rekapitulasi KPU

21 Maret 2024   03:44 Diperbarui: 21 Maret 2024   03:48 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam pentas politik Tanah Air, drama tak pernah berhenti berputar layaknya roda pedati kuno---terus melaju meski jalannya terkadang tak lebih mulus dari permukaan bulan. Kali ini, panggung politik kita dihebohkan dengan pengumuman rekapitulasi suara oleh KPU yang bagaikan sebuah adegan klimaks dalam drama klasik, dimana pasangan Prabowo-Gibran berhasil menunjukkan dominasi yang luar biasa dengan meraih kemenangan di 36 provinsi dari total 38 provinsi yang ada. Sebuah prestasi yang membuat banyak pihak terperangah, dan tentu saja, membuat pesta bagi para pendukungnya.

Namun, di sisi lain, layaknya sebuah cerita yang baik ada kontras yang menciptakan dinamika. Pasangan Ganjar-Mahfudz, yang sejatinya diidam-idamkan oleh sebagian rakyat sebagai 'penyelamat' justru harus rela berada di posisi yang jauh dari kata mengesankan. Ironisnya, Partai PDIP sebagai 'kendaraan politik' Ganjar justru keluar sebagai partai politik dengan perolehan suara terbanyak yaitu 16,78 persen. 

Disusul kemudian oleh Partai Golkar dengan 15,13 persen, dan tak ketinggalan, Gerindra yang mendapuk Prabowo sebagai salah satu nahkodanya justru hanya menempati posisi ketiga dengan 13,22 persen.

Bagi para pengamat politik dan masyarakat yang gemar menyelami dunia satir, situasi ini bagaikan hidangan lezat yang siap untuk dicicipi. Bagaimana tidak, di satu sisi ada kemenangan yang megah, di sisi lain ada kekecewaan yang mendalam. Seolah-olah, drama politik ini layaknya sebuah pertunjukan sandiwara yang disutradarai dengan apik di mana setiap tokoh memiliki perannya masing-masing, lengkap dengan ironi dan paradoks yang menyertainya.

Namun, apa yang menarik dari semua ini bukanlah sekadar hasil akhirnya, melainkan apa yang akan terjadi setelahnya. Pasca pengumuman rekapitulasi KPU ini, kita semua menanti dengan penuh antusiasme, bagaimana para aktor di panggung politik ini akan bergerak. Akan ada gugatan? Akan ada rekonsiliasi? Atau malah, akan ada twist cerita yang tak seorang pun prediksi?

Babak Tambahan Drama

Dilain sisi panggung, masih ada pula kelompok lain yang seakan tak ingin ketinggalan pesta. Mereka ini, bagaikan penari yang tengah menyiapkan gerak tarian yang bertajuk 'hak angket dalam langkahku', dengan lincahnya berputar dan meliuk-liuk, mencari celah untuk memainkan peran mereka dalam drama yang sedang berlangsung ini. 

Sebagian penari angket ini menggap bahwa angketnya menjadi alat mahapowerful dalam tata politik, dan kini justru lebih Nampak menjadi tarian yang mungkin saja mengubah arah angin, atau paling tidak, menambahkan nuansa baru dalam cerita yang sedang kita saksikan.

Sebagian masyarakat mungkin melihat ini sebagai bagian dari dinamika demokrasi, sebuah proses 'check and balance' yang sehat dalam sistem politik. Namun, bagi para penggemar satire, ini hanyalah babak tambahan dalam sandiwara yang sama, dengan karakter dan plot twist yang serupa, namun selalu berhasil menarik perhatian. Para 'penari hak angket' ini, dengan langkah kaki mereka yang terukur dan tatapan mata yang penuh kalkulasi, menambah dimensi baru dalam drama politik yang tak pernah kehabisan bahan.

Mungkin bagi sebagian orang, upaya hak angket ini dilihat sebagai langkah desperat dari pihak yang tak rela kalah. Namun, bagi yang lain, ini adalah manifestasi dari hak demokrasi, sebuah proses untuk memastikan bahwa segala sesuatu berjalan sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan. Ironisnya, dalam konteks politik yang penuh dengan intrik dan manuver, upaya hak angket ini bisa jadi adalah gerak dansa yang paling elegan; sebuah perlawanan yang diselimuti oleh jubah prosedural dan aturan main yang ketat.

Bagaimanapun juga, tambahan babak hak angket ini hanya membuat drama politik kita semakin menarik untuk diikuti. Setiap gerakan, setiap keputusan, dan setiap kata yang diucapkan, semuanya adalah bagian dari narasi yang lebih besar. Dan bagi kita, para penonton yang terpaku di kursi penonton, tidak ada yang bisa kita lakukan selain menunggu dan melihat bagaimana akhir dari drama ini. 

Satu hal yang pasti, dalam drama politik, tidak ada yang namanya akhir cerita; selalu ada babak selanjutnya yang menanti untuk dimainkan. Ah, indahnya politik, sebuah panggung sandiwara tanpa akhir yang terus menerus mengundang decak kagum dan geleng kepala.

Menanti Kelanjutan Drama

Dari hiruk-pikuk drama politik yang telah terurai, dengan panggung yang dipenuhi oleh karakter-karakter yang beragam dan plot yang penuh kejutan, kita kini berada di ambang babak baru yang tidak kalah menegangkan. Menanti kelanjutan drama politik pasca pengumuman rekapitulasi KPU adalah seperti menunggu tirai teater kembali terbuka, di mana setiap elemen kisah sebelumnya menyatu dan menjanjikan alur cerita yang lebih kompleks dan dinamis.

Kesimpulannya, pasca pengumuman rekapitulasi KPU, kita disajikan dengan sebuah narasi yang penuh ketidakpastian dan spekulasi, namun tidak kekurangan dari segi dinamika dan kejutan. Kita sebagai penonton, diundang untuk terus mengikuti dan merenungkan bagaimana drama ini akan berkembang, menyadari bahwa dalam politik, seperti dalam teater, tidak ada yang benar-benar bisa diprediksi dengan pasti. 

Satu-satunya kepastian adalah bahwa drama politik ini akan terus berlanjut, dengan atau tanpa kita menyadarinya, dan kita hanya bisa menantikan dengan penuh antisipasi, apa yang akan terjadi selanjutnya di panggung besar politik Indonesia.

Dalam keadaan dimana ketidakpastian menjadi satu-satunya kepastian, satu hal yang bisa kita pastikan: drama politik Indonesia tak pernah kekurangan bumbu. Dan bagi para penggemar satire, periode ini ibarat pesta pora yang tak ada habisnya. Mari kita saksikan bersama, bagaimana kelanjutan drama ini akan berlangsung, dengan segala intrik dan dinamikanya yang seolah tak pernah kehabisan bahan bakar. Ah, politik, kau memang tak pernah gagal membuat kita tersenyum pahit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun