Kota Semarang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah Indonesia, dalam beberapa hari terakhir ini terjadi bencana banjir yang yang melanda sebagian besar wilayah Ibu Kota Jawa Tengah. Berdasarkan Monitoring Satelit Klimatologi BMKG wilayah yang terdampak cuaca ekstrem ini antara lain yakni Kota Semarang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Sebagian wilayah Kabupaten Demak, dan Kabupaten Grobogan.
Bencana Banjir yang belakangan ini terjadi karena hujan lebat disertai angin kencang yang turun sejak hari Minggu 10 Maret 2024, Akibat dari cuaca ekstrem yang melanda wilayah Kota Semarang mengakibatkan sebagian besar jalan di Kota Semarang mengalami kelumpuhan karena luapan air yang meluap setinggi 15-80cm.
Fenomena banjir ini tidak hanya dipicu oleh hujan lebat yang turun dalam periode singkat, tetapi juga oleh kombinasi dari beberapa faktor kompleks lainnya. Salah satu isu kritis yang dihadapi kota ini adalah land subsidence (penurunan tanah), yang terjadi dengan kecepatan yang cukup signifikan di beberapa bagian kota, terutama di area pesisir. Penurunan tanah ini, bersamaan dengan pasang surut air laut, memperburuk risiko banjir, terutama di wilayah pesisir dan daerah rendah lainnya.
Urbanisasi yang cepat dan tidak terkontrol telah mengubah lanskap alami, mengurangi area penyerapan air, dan meningkatkan aliran permukaan, yang semuanya berkontribusi terhadap risiko banjir. Selain itu, sistem drainase yang tidak memadai dan pendangkalan sungai karena sedimentasi berlebih menambah kompleksitas masalah, menghambat aliran air hujan ke laut dengan efektif.
Banjir yang terjadi di Kota Semarang dan sebagian besar wilayah di Sekitarnya membuat sebagian besar masyarakat mengkaitkannya dengan 'kembalinya selat muria'. Apa itu sebenarnya selat muria?
Teori Selat Muria
Selat Muria adalah sebuah teori geologis yang menyatakan bahwa ribuan tahun yang lalu, mungkin terdapat sebuah selat yang memisahkan Gunung Muria dari daratan utama Pulau Jawa. Menurut teori ini, area yang sekarang dikenal sebagai Semarang dan sekitarnya, pada suatu masa, berada di bawah air atau merupakan bagian dari selat tersebut. Proses geologis seperti aktivitas vulkanik, tektonik, dan sedimentasi secara bertahap mengisi selat tersebut, menghubungkan Gunung Muria dengan daratan Jawa dan membentuk topografi yang kita lihat saat ini.
Keberadaan Selat Muria yang hipotetis ini menarik karena memberikan wawasan tentang bagaimana perubahan geologis besar-besaran telah membentuk lanskap Jawa sepanjang masa. Pemahaman tentang proses geologis ini penting karena dapat memberikan konteks tentang bagaimana fitur-fitur geografis yang ada sekarang, seperti sistem sungai, pola aliran air, dan topografi, mempengaruhi distribusi dan manajemen air, termasuk risiko banjir di wilayah tersebut.
Meskipun hubungan langsung antara teori Selat Muria dan banjir terkini di Semarang mungkin tidak langsung terlihat, pemahaman tentang sejarah geologis dapat memberikan perspektif berharga tentang kerentanan alami wilayah tersebut terhadap banjir. Selain itu, mempertimbangkan perubahan lanskap jangka panjang dan interaksinya dengan faktor-faktor manusia modern adalah penting dalam merencanakan dan mengimplementasikan solusi untuk mengurangi risiko banjir di Semarang dan area sekitarnya.
Teori keberadaan Selat Muria adalah salah satu teori geologis yang menarik, menggambarkan bagaimana bentang alam Pulau Jawa telah mengalami transformasi dramatis sepanjang sejarah geologisnya. Menurut teori ini, pada masa lalu, diperkirakan ada selat yang memisahkan Gunung Muria dari daratan utama Pulau Jawa, membentuk pulau yang terpisah atau semenanjung.