Mohon tunggu...
Irfandy Dharmawan
Irfandy Dharmawan Mohon Tunggu... Lainnya - Lawyer Tri Vittama Firm

Mengarungi Samudra Hukum, berlabuh di Dermaga Filsafat, dan Berlayar di Lautan Politik. Seorang Sarjana Hukum yang sedang menambahkan cerita di Perpustakaannya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Hukum dari Angkringan: dari Angkringan ke Kantor HR

4 Maret 2024   17:58 Diperbarui: 4 Maret 2024   18:00 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perkenalan:

Selamat datang di "Cerita Hukum di Angkringan", sebuah seri unik yang akan membawa Anda menyelami dunia hukum melalui kisah-kisah menarik yang terjadi di pinggir jalan Kota Semarang. Dalam seri ini, yang akan saya publikasikan setidaknya tiga kali dalam seminggu, kita akan berkenalan dengan Nanda, seorang mahasiswa hukum yang gemar menghabiskan malamnya di angkringan, berbincang dengan berbagai orang dari lapisan masyarakat. Melalui percakapan-percakapan ini, kita akan melihat bagaimana hukum tidak hanya berlaku di ruang sidang atau dalam buku-buku teks, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari, di tempat-tempat yang paling tidak kita duga.

Dari Angkringan ke Kantor HR: Mencari Keadilan Kontrak:

Nanda, mahasiswa semester dua yang terkenal akan semangatnya yang tak pernah padam, menemukan kedamaian di tengah hiruk-pikuk malam Kota Semarang. Suatu malam, dengan langkah yang enteng dan hati yang riang, ia mengunjungi angkringan favoritnya, sebuah oasis kecil bagi para pencari ketenangan dan kopi panas di depan kantor provider ternama.

Di sana, sambil menyeruput kopi panas yang menguarkan aroma penuh cerita dan menggigit gorengan yang renyahnya melampaui keriuhan kota, Nanda memainkan rokok favoritnya Surya 12, yang seakan menjadi sahabat setia dalam setiap obrolan. Tidak lama, muncullah Bagas, seorang pekerja kantor provider yang tampaknya baru saja lepas dari belenggu pekerjaan lembur.

"Malming di angkringan, bro? Gak nongkrong di caf Instagramable?" sapa Nanda dengan nada bersahabat namun penuh canda, membuka jalan bagi sebuah dialog yang tak terduga.

Bagas, yang awalnya terlihat kelelahan, terpikat oleh sapaan hangat dan santai Nanda. "Ah, caf Instagramable mah buat yang butuh pemandangan, bro. Kalau gue, butuh pencerahan," balas Bagas, sembari duduk dan memesan secangkir teh hangat.

Percakapan pun mengalir, dari topik ringan hingga mendarat pada masalah yang lebih berat. Bagas mulai mengungkapkan kekesalannya terhadap pekerjaannya sebagai pegawai kontrak yang telah terjebak selama dua tahun dalam lingkaran setan kebijakan perusahaan yang tak kunjung memberi kejelasan.

"Gaji yang stagnan kayak air genangan, bro. Kontrak kerja yang abstrak kayak lukisan abad pertengahan. Ditambah gaji yang kadang mampir telat, kayak pacar yang janjian tapi ngaret," keluh Bagas, setengah bercanda namun penuh kekecewaan.

Nanda, dengan keingintahuannya yang tinggi dan pengetahuan hukum yang masih hijau, mencoba memberikan sedikit pencerahan. "Nah, itu dia, bro. Di dunia hukum, kontrak kerja itu kayak janji manis, harusnya jelas dan terang benderang. Kalau abstrak, bisa jadi bumerang."

"Jadi, menurutmu, gue harus gimana, bro? Keluar sebelum kontrak habis, atau bertahan sambil berdoa ada keajaiban?" tanya Bagas, penasaran.

Mendengar keluh kesah Bagas, Nanda merenung sejenak, mencoba mengingat kembali pelajaran hukum ketenagakerjaan yang pernah ia pelajari. "Sebenarnya, bro, UU Ketenagakerjaan kita itu cukup jelas lho soal hak dan kewajiban pekerja serta pemberi kerja. Misalnya, tentang pemutusan hubungan kerja," ujar Nanda, mencoba menyalakan lilin pencerahan dalam kegelapan masalah Bagas.

Nanda kembali melanjutkan omongannya sambal menggaruk kepala, mencari jawaban yang tepat di antara teori hukum yang pernah dia pelajari. "Pertama, cek lagi kontraknya, bro. Siapa tahu ada celah untuk negosiasi atau bahkan keluar. Kedua, kalau memang ada yang nggak beres, bisa coba bicara baik-baik dulu sama HR. Kalau tetap buntu, ya... mungkin bisa minta saran lebih lanjut dari yang lebih paham hukum kerja."

Bagas tertawa kecil, merasa sedikit lega tapi juga bingung. "Wah sek sebentar jadi tambah pusing aku ini."

"Jadi gini, bro. Kalo menurut UU, pemutusan hubungan kerja itu harus ada alasan yang jelas dan sah, kayak misalnya karena perusahaan tutup atau karena ada pelanggaran serius dari pekerja. Tapi, yang penting itu harus ada pemberitahuan tertulis dulu, dan harus ada pembicaraan bipartit antara pekerja dan pemberi kerja untuk mencapai kesepakatan," lanjut Nanda, berusaha menjelaskan dengan bahasa yang sederhana.

Bagas, yang awalnya hanya setengah mendengarkan, mulai tertarik. "Tapi, bro, kalau gaji gue yang sering telat dan kontrak yang nggak jelas itu termasuk nggak sih?"

Nanda mengangguk, "Nah, itu bisa jadi masalah serius, bro. Keterlambatan gaji itu bisa dianggap sebagai pelanggaran kontrak kerja dari pihak perusahaan. Dan soal kontrak yang nggak jelas, itu juga bisa jadi celah buat negosiasi. Kamu bisa minta klarifikasi tentang status kerjamu, hak-hakmu, dan tentunya kewajibanmu."

"Jadi, langkah pertamanya adalah cek kontrak kerjamu, pastikan semua ketentuan dan hak-hakmu tercantum dengan jelas. Kalo ada yang abu-abu, jangan ragu buat minta penjelasan dari HR atau atasanmu. Dan ingat, komunikasi itu kunci, bro. Mulai dari dialog yang baik, semoga bisa dapet solusi yang baik juga buat kedua pihak," Nanda menutup nasihatnya dengan senyum optimis.

Bagas tampak merenung, ada kilatan harapan baru di matanya. "Wah, gak nyangka malam ini bisa dapet pencerahan hukum dari angkringan, bro. Makasih ya, Nanda. Mungkin besok gue akan coba bicara sama HR, lihat bisa nego apa nggak."

Mereka pun menyelesaikan minuman mereka dalam diam, merenungkan percakapan malam itu. Nanda, meski masih belajar, merasa senang bisa memberikan sedikit bantuan. Bagas, di sisi lain, merasa lebih berani untuk menghadapi masalahnya. Malam di angkringan itu, entah bagaimana, telah memberikan mereka lebih dari sekadar kopi dan rokok, tapi juga pelajaran berharga tentang hak dan suara.

Penutup:

Terima kasih telah menyimak kisah pertama dari seri "Cerita Hukum di Angkringan". Saya berharap cerita ini telah memberikan Anda perspektif baru tentang hukum dan kehidupan. Jika Anda memiliki komentar, pendapat, atau pertanyaan, jangan ragu untuk meninggalkannya di bawah. Cerita Anda mungkin akan menjadi inspirasi untuk petualangan hukum Nanda selanjutnya. Apakah ada masalah hukum di sekitar Anda yang membuat penasaran? Atau ada topik hukum tertentu yang ingin Anda lihat dibahas dalam cahaya lampu angkringan? Sampaikan kepada kami, dan mari kita jelajahi dunia hukum yang luas dan penuh warna bersama Nanda di seri mendatang!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun