Mohon tunggu...
Irfandy Dharmawan
Irfandy Dharmawan Mohon Tunggu... Lainnya - Lawyer Tri Vittama Firm

Mengarungi Samudra Hukum, berlabuh di Dermaga Filsafat, dan Berlayar di Lautan Politik. Seorang Sarjana Hukum yang sedang menambahkan cerita di Perpustakaannya

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menguak Dinamika Kekuatan Kehendak: Menyelami Teori Voluntarisme dalam Bingkai Keindonesiaan

3 Maret 2024   17:10 Diperbarui: 3 Maret 2024   17:15 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah Awal yang Menggugah

Di penghujung abad ke-19, Friedrich Nietzsche memperkenalkan sebuah konsep revolusioner yang mengguncang dasar pemikiran filosofis: Voluntarisme, dengan 'Will to Power' sebagai intinya. Konsep ini bukan sekadar pemikiran semata; melainkan sebuah tanggapan terhadap krisis nilai yang menggejala di zaman itu, menawarkan sebuah lensa baru untuk memandang moralitas dan agama yang telah lama berdiri.

Nietzsche tidak hanya menawarkan teori, tetapi juga sebuah tantangan: untuk merenungkan ulang apa yang kita anggap sebagai kekuatan yang menyokong kehidupan manusia. 'Will to Power' bukan hanya tentang dominasi atau ambisi, melainkan tentang pemahaman mendalam akan keinginan manusia untuk menentukan nasibnya sendiri, serta melampaui batasan yang diberikan oleh norma dan tradisi.

Mengapa Kehendak itu Penting ?

Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan? Apa yang mendorong kita untuk mencapai suatu tujuan, atau bahkan, apa yang membuat kita memilih tujuan tersebut? Friedrich Nietzsche, seorang filsuf Jerman, memiliki pemikiran yang cukup revolusioner tentang hal ini. Ia mengajukan konsep 'Voluntarisme' yang berpusat pada ide 'Will to Power' atau Kekuatan Kehendak.

Mengenal Will to Power

'Will to Power' bukan sekadar dorongan untuk mencapai suatu keberhasilan maupun untuk mendominasi sesuatu. Lebih dari itu, konsep ini merupakan kekuatan mendasar yang mendorong manusia untuk berkembang, menciptakan, dan memanifestasikan versi terbaik yang ada pada diri manusia.

Konsep 'Will to Power' mengeksplorasi kekuatan yang mendasari keinginan manusia untuk mencapai keberhasilan dan dominasi. Sejauh mana kekuatan ini memainkan peran dalam membentuk nilai-nilai, tujuan, dan ambisi manusia menjadi fokus dalam memahami dinamika kekuatan kehendak.

Nietzsche tidak takut untuk menantang status quo. Melalui kritik tajamnya terhadap moral dan agama konvensional, ia mengajak kita (manusia) untuk membebaskan diri dari 'rantai' yang membatasi potensi sejati kita. 

Kekuatan Kehendak dalam Bingkai  Keindonesiaan

Konsep 'Will to Power' atau Kekuatan Kehendak dari Friedrich Nietzsche mungkin terasa asing dan menantang dalam konteks Indonesia yang kaya akan tradisi dan nilai kebersamaan. Namun, dengan pemahaman yang tepat, kita bisa menemukan keselarasan antara konsep ini dengan nilai-nilai sosial Indonesia yakni:

  • Integrasi dengan Gotong Royong

Dalam masyarakat Indonesia, gotong royong adalah nilai inti yang mencerminkan kerja sama dan bantuan timbal balik antar anggota komunitas. 'Will to Power'  dapat diartikan sebagai kekuatan untuk berkontribusi dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan gotong royong, di mana setiap individu berdaya untuk membawa perubahan positif dalam komunitasnya. Contoh konkret bisa dilihat dalam upaya pemulihan bencana, di mana kekuatan kehendak individu bersatu dalam semangat gotong royong untuk membangun kembali yang terdampak.

  • Harmonisasi dengan Nilai Kekeluargaan

Nilai kekeluargaan yang kuat di Indonesia menekankan pentingnya hubungan dan kesejahteraan bersama. Kekuatan kehendak dalam konteks ini dapat diarahkan untuk memperkuat ikatan keluarga dan komunitas, memastikan bahwa setiap anggota merasa didukung dan dihargai. Ini bisa diwujudkan melalui inisiatif seperti pendidikan keluarga, di mana orang tua dan anak-anak sama-sama didorong untuk mengejar aspirasi mereka sambil menjaga keseimbangan dan harmoni dalam keluarga.

  • Kesejahteraan Bersama dan Kesetaraan

'Will to Power' juga dapat dimaknai sebagai dorongan untuk menciptakan kesetaraan dan keadilan sosial. Dalam konteks Indonesia, ini berarti menggunakan kekuatan kehendak untuk mengadvokasi kesetaraan gender, inklusi sosial, dan akses yang adil terhadap sumber daya bagi semua anggota masyarakat. Contohnya, gerakan-gerakan sosial yang berfokus pada pemberdayaan perempuan dan kelompok marginal dapat dilihat sebagai manifestasi dari 'Will to Power', di mana individu dan kelompok menggunakan kekuatan mereka untuk menciptakan perubahan sosial yang positif.

Dengan memahami dan mengadaptasi 'Will to Power' dalam konteks nilai dan tradisi Indonesia, kita dapat menemukan cara-cara baru untuk menerapkan konsep ini dalam kehidupan sehari-hari, menunjukkan bahwa kekuatan kehendak bukan hanya tentang pencapaian pribadi, tetapi juga tentang bagaimana kita dapat berkontribusi pada kesejahteraan dan kemajuan bersama dalam masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun