Adam terdiam sambil melongo. Tapi ia rupanya tidak ingin terlibat perdebatan panas lebih jauh, setelah si tukang cukur mengeluarkan argumen dengan contoh2 konkret dalam kehidupan. Bahkan, sampai proses cukur selesai, ia tak lagi melanjutkan diskusi. Sesuatu yang membuat si tukang cukur merasa menang dan makin yakin, bahwa Tuhan Tidak ada.
Seusai membayar ongkos cukur, Adam ke luar. Di jalan, dia melihat seorang gembel dengan rambut panjang kotor, gimbal tak pernah dicukur, dan cambang tak terurus, seperti ilalang tak bertuan (dulu, belakangan konon sudah dikavling-kavling) di Pegunungan Meratus. Ia kembali menemui si tukang cukur, dan berkata, “ Saya percaya tukang cukur itu TIDAK ADA!”
“Anda ngomong apa?! Saya tukang cukur. Anda baru saja merasakan bagaimana saya cukur. Jangan ngomong sembarangan, ya,” kata si Tukang Cukur dengan nada tinggi.
“Tidak, saya tidak ngomong sembarangan. Tukang cukur memang TIDAK ADA,” tegas Adam lagi. “Jika tukang cukur ada, tidak mungkin ada orang dengan rambut gimbal yang kotor dan cambang tak terurus di luar sana.”
“Oh Tidak. Anda tak bisa bilang begitu. Anda tahu, tukang cukur tetap Ada. Salah dia itu yang tidak datang ke saya untuk bercukur agar rapi,” kata si Tukang Cukur.
“Persis, itu maksud saya. Tuhan itu Ada. Namun, orang2 tidak mau datang kepadaNYA atau tidak mau berupaya mencari DIA. Itu sebabnya banyak orang melakukan korupsi, banyak yang sakit, banyak yang kelaparan,” jelas Adam dengan nada lega.
Ganti Si tukang cukur yang kini melongo bengong....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H