Mohon tunggu...
Irfan Dani
Irfan Dani Mohon Tunggu... Pembelajar -

Cinta merupakan akar dari semua kehidupan.. Jadikan Cinta sebagai landasan bertumpu untuk "menuju" kesempurnaan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Imanensi dan Transendensi

28 November 2018   09:23 Diperbarui: 28 November 2018   10:30 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak pesan-pesan yang Tuhan sampaikan melalui peristiwa yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan agar manusia dapat menangkap makna filosofis yang berujung pada ke-eksistensian Tuhan.. Segala sesuatu yang ada di dunia pasti ada yang menciptakannya.. Pena, buku, teknologi ada karena ada yang membuatnya, begitu pula dengan semesta dan seluruh elemennya tentu ada sesuatu yang maha besar yang mampu menciptakannya..

Pertanyaan sederhana yang mempertanyakan mengapa Tuhan tidak dapat dilihat dan didengar melalui indra?
Tuhan tidak dapat terlihat dan tidak terdengar oleh manusia adalah cara Tuhan memperlihatkan kemaha adilannya, jika Tuhan terlihat dan terdengar, lantas bagaimana dengan si buta yang tak dapat melihat ? Bagaimana dengan si tuli yang tak dapat mendengar?

Jika Tuhan dapat di indrai artinya manusia juga dapat melogikakan Tuhan yang berarti jika demikian maka dapat menggurkan syarat sebagai Tuhan...  kemetafisikaan Tuhan menunjukkan bahwa Tuhan merupakan sesuatu yang lebih besar dari manusia yang tidak dapat dicapai oleh akal.. Jika beberapa hal diatas terbantahkan maka ia tidaklah dapat disebut Tuhan...

Tuhan menciptakan manusia di karuniai akal dan hati nurani sebagai alat verifikasi kebenaran untuk mencapai keselamatan dan perdamaian (Hanief). Sebagai khalifah (Qs. Albaqarah : 30 dan Abdullah (Adz-Dzariyat : 56) manusia seyogyanya mampu merefresentasikan Tuhannya melalui sifat-sifat Tuhan (Asmaul Husna) yang termanifestasikan dengan baik meski tidak akan mungkin utuh terefleksikan...

Jika manusia yang mengklaim  sebagai hamba Tuhan yang taat akan perintah dan larangannya harusnya mampu mentransformasikan keinginan Tuhan yang cinta akan seluruh makhluknya (Theologi transformatif). Harus disadari secara seksama bahwa Tuhan tentu menginginkan perdamaian antar makhluk ciptaannya, Tuhan mana yang menginginkan kehancuran dan perpecahan, jikapun ada maka ia bukan Tuhan..

Sebagai ummat yang mengaku pengikut Muhammad Saw yang mengimani beliau sebagai utusan Tuhan yang membawa risalah islam yang rahmatan lil alamin juga harus meniru tauladan muhammad sebagai uswatun hasanah.. Bukankah muhammad di utus untuk menyempurnakan akhlak?, bukankah Tuhan mengutus muhammad sebagai rahmatan lil alamin? (Qs. Al Anbiya :107).

Fenomena islam masa kini telah mengalami pergeseran dari yang sebelumnya rahmatan lil alamin berubah menjadi rahmatan lil agama, rahmatan lil aliran, rahmatan lil kepentingan.. Jika fenomena demikian tidak di sadari dengan segera maka permusuhan akan selalu terjadi yang berujung pada perpecahan dan kehancuran.. Klaim kebenaran yang dimaknai secara mutlak menjadikan individu maupun golongan buta akan kebenaran yang dimiliki orang lain..

Sedikit mengutip kata-kata Sujiwo Tejo, bahwa negeri ini kebanyakan pagi kekurangan senja, kebanyakan gairah kurang perenungan... Terlalu berambisi memaksakan kebenaran subyektif tanpa kontemplasi untuk menemukan kebenaran - kebenaran yang orang sampaikan...

Persoalan semacam ini tidak ada habis-habisnya selama agama dipolitisasi sebagai alat untuk mencapai kepentingan menjadikan individu ataupun golongan buta kemaslahatan untuk sesama manusia...

Pertanyaan Muhammad dalam mimpi seseorang yang Fadh Djibran tulis dalam sebuah novel Seribu Malam Untuk Muhammad, adakah yang lebih penting dari pada iman? Ialah Ihsan (Kebaikan).
Manusia saling membunuh dengan alasan iman.. Apakah kemurkaan lebih mulia dibandingkan memaafkan dan kesabaran demi mencapai perdamaian?

Sifat-sifat Tuhan (Asmaul Husna) dan uswatun hasanah dalam diri Muhammad harus mulai di internalisasikan dalam diri untuk kemudian terealisasi dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk keimanan kepada sang Maha dan Rasulnya.. Jika cinta kasih Tuhan dan kemuliaan Muhammad belum mampu tereksternalisasikan dengan baik maka patut dipertanyakan kualitas iman yang kental akan klaim kebenaran dan kesucian ...

Wallahualam bisshawab
Bengkulu, 28 November 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun