Mohon tunggu...
Mohamad Irfan
Mohamad Irfan Mohon Tunggu... -

Hidup dengan penuh kesederhanaan, kisah cinta yang melankolis dan abnormal tetapi indah penuh intuisi meskipun menyakitkan... dunia terlalu singkat untuk tidak dinikmati

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hati Menari-nari di Bali (Cerita IV)

6 Juli 2011   07:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:54 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_120931" align="aligncenter" width="300" caption="Selamat Pagi ombak (doc. pribadi)"][/caption] Selamat Pagi Ombak! Setelah bersusah payah bangun pagi-pagi, karena alrm di ponsel androidku gak bisa di ajak kompromi, bunyinya gak berhenti-henti meski sudah aku tekan tombol merahnya, akhirnya aku ada disini juga, di pinggir pantai kuta, pukul setengah enam pagi, dan matahari masih malu-malu keluar dari peraduannya. Hanya tidur dua jam, dan aku rasa itu cukup, karena jadwal tidurku selama wsata di tempat ini sengaja aku potong sedikit mungkin agar lebih banyak waktu yang aku luangkan untuk mendatangi tempat-tempat luar biasa yang ada disini. Sepagi ini sudah ada di pesisir Kuta, lengka dengan DSLR yang menggantung di leherku. Deburan ombak di pagi hari serasa memberikan semangat tersendiri, karena tidak setiap hari aku bisa menikmati saat-saat seperti ini. Sudah cukup ramai tourist yang duduk-duduk santai disepanjang pesisir pantai, ada yang sedang membaca koran, mendengarkan musik, bermain pasir, atau sekedar duduk-duduk santai bersiap-siap menikmati matahari pagi yang mulai terlihat di ujung tanpa batas. Aku sangat menikmati pagi ini, terasa sangat sejuk, aku buang jauh-jauh rasa kantuk yang masih sedikit tersisa di badan ini.

Puas menikmati sunrise meskipun tidak sesempurna sunrise yang ada di Pantai Sanur, aku merasa cukup karena paling tidak aku masih bisa melihat keindahaan Matahari ketika nampak muncul perlahan dari garis laut di kejauhan, aku langsung kembali ke Hotel dan langsung menuju pondok sarapan pagi yang terletak persis di depan kolam renang di bagian belakang hotel. Memesan teh manis hangat dan beberapa cemilan kecil kacang-kacang khas makananBali, aku ambil bangku di paling ujung, dekat kucuran air kolam renang. Tidak teralu ramai, suasana disini sangat tenang, ditambah dengan gemericik kucuran air, dan backsound musik tradisional Bali, gambelan bambu, suaranya benar-benar merdu dan menawan hati, membuat ketenangan yang luar biasa nyaman.

“Selamat pagi, menu sarapan untuk pagi ini pancake pisang cokelat, silahkan, selamat menikmati...” Pramusaji perempuan berusia sekitar sembilan belas tahun memberikan satu piring pancake pisang ke mejaku. Cukup unik seragam yang dia kenakan, seragam SMA, lengkap dengan bet OSISnya dan nama dadanya, rambutnya di kuncir dua seperti kuping kelinci, dan kaos kaki putih panjang sedengkul, aku tersenyum, jadi ingat masa-masa sekolah sepuluh tahun lalu.

Usai sarapan, sebetulnya masih sangat ingin berlama-lama di tempat itu, atau malah sempat berpikir untuk mencoba menikmati kolam renang disana, tapi setelah aku cek arloji, sudah pukul delapan tiga puluh, tiga puluh menit lagi agenda wisata dimulai, dan aku harus bersiap-siap untuk memulai tour hari ini.

---

Tepat pukul sembilan pagi, semua peserta tour berkumpul di lobby hotel, tidak banyak, aku menghitung, hanya ada lima orang, enam dengan ku, dua orang pasangan bule dan yang lainnya turis lokal sepertiku, aku cuma sendiri, bagus! Tour Guide mengenalkan diri, Bli Made namanya, berperawakan agak gemuk dan tinggi, kulit cokelat gelap, dan rambut ditutup oleh udeng batik berwarna putih, dia mulai menjelaskan ketempat mana saja hari ini kita akan dibawanya, setelah itu dia meminta kita semua untuk segera masuk kedalam mobil.

Aku ambil duduk di kursi depan persis di samping Bli Made, tas ransel aku simpan di bawah, dan DSLR aku kalungkan.

“Kamu sendiri, siapa tadi namamu?”

“Iya Bli, sendiri, saya Senja”

“Syukurnya hari ini lemayan banyak ya yang ikut tour, jadi kamu nggak sepi, sudah kenalan dengan mereka?”

“Belum Bli,”

“Ya sudah, nanti juga terbiasa, oya kita tunggu lima menit lagi ada satu orang tambahan yang ikut tour hari ini, katanya tadi sudah di depan.”

---

“Loh, Damar Bli?” Aku melihat dari dalam kaca mobil, sambil mengernyitkan mata, mengingat-ingat sosok asing yang tadi pagi mengantarku ke hotel.

“Iya kalau ndak salah namanya Damar, kamu kenal?”

“Baru kenal sih tepatnya,”

“Ohh,, baguslah kalau sudah kenal, kamu mau pindah duduk kebelakang? Biar bareng dengan dia?”

“Wah, nggak perlu Bli, biar saya disini saja, lebih nyaman sendiri..” membatin dengan kata terakhir itu.

Tidak perlu menunggu lama-lama, Damar dengan ransel hitam di punggungnya langsung masuk ke dalam mobil setelah Bli Made memberi aba-aba lambaian tangan, dia duduk di bangku paling belakang, aku sempat meliriknya dari sepion dalam yang ada di depan, dan kita sama-sama meihat di satu titik, aku senyum, dingin, dia senyum lebar sambil mengatakan ‘hai’ pelan, dia bergabung dengan turis lokal lainnya lalu langsung sibuk dengan ipadnya. Mobilpun mulai melaju perlahan, keluar area hotel dari jalan Poppies Lane l yang sempit, semoga perjalanan hari ini bisa aku nikmati meskipun tanpa dia disini.

Aku kembali lagi bermain dengan ekspektasi. Seandainya saja ada dia, aku pasti sedang asik cari kuliner pagi untuk sarapan bareng, setelah itu jalan-jalan ke pantai tempat dia menyendiri kalau sedang bosan dengan rutinitasnya sehari-hari, itu dulu sering dia ceritakan, dia sembunyi sendiri ditempat itu, memandang jauh lurus kedepan pantai, dimalam hari, dia pernah janji akan membawaku ketempat itu, ketempat yang hanya kita berdua saja yang tahu. Aku tepiskan ekspektasi itu lagi dan lagi, membuat mual dan sesak berkepanjangan, tapi sepertiya aku nikmati.

---

[caption id="attachment_120948" align="alignleft" width="300" caption="Memasuki kawasan Tari Barong (doc. pribadi)"]

1309935884588620122
1309935884588620122
[/caption] Memasuki kawasan Bali tengah, tujuan pertama adalah kawasan Batubulan. Batubulan adalah salah satu kawasan desa seni yang menyajikan pertunjukkan tari Barong. Desa dengan sentra ukiran patung-patung batu yang berlokasi di Kabupaten Gianyar, kalau dari Denpasar, kurang lebih sekitar 10 km ke arah Timur, dari tempatku menginap di Kuta, perjalanan bisa ditempuh selama 45 menit dengan kendaraan pribadi. Kalau kita mau ke arah Kintamani, atau Ubud, setelah melewati Sanur, kita akan sampai ke Batubulan. Disepanjang kawasan Batubulan ini begitu banyak toko-toko seni dan kerajinan tangan yang berjejer di bahu kiri dan kanan jalan. Tapi perjalanan pertamaku kali ini bukan untuk berburu barang-barang seni dan kerajinan tangan, melainkan untuk menyaksikan pertunjukkan tarian Barong.

Sekilas tentang tari Barong, tari Barong merupkan peninggalan kebudayaan pra Hindu, tarian yang didalamnya menggunakan boneka yang berwujud binatang berkaki empat, atau manusia purba yang memiliki kekuatan magic. Barong Ket atau Barong Keket adalah tari Barong yang paling banyak terdapat di Bali dan paling sering dipentaskan serta memiliki pebendaharaan gerak tari yang lengkap. Dari wujudnya, Barong Ket ini merupakan perpaduan antara singa, macan, sapi atau boma. Badan Barong ini dihiasi dengan ukiran-ukiran dibuat dari kulit, ditempel kaca cermin yang berkilauan dan bulunya dibuat dari perasok (serat dari daun sejenis tanaman mirip pandan), ijuk atau ada pula dari bulu burung gagak.

Saat memasuki gerbang Barong Dance, setiap orang disambut dengan satu penerima tamu, lalu di antar ke tempat pembelian tiket masuk pertunjukkan. Aku berjalan sendiri, dan kemudian, dengan sigap aku llihat Damar keluar dari mobil dan sedikit berlari mengejarku, sekarang dia ada di sampingku.

“Hallo..” sapanya setengah terengah-engah, harumnya segar, aku tahu sekali parfum yang dia kenakan, persis dengan parfumnya, sama!

“Hai..” balasku datar.

“Boleh gabung kan?”

Aku mengangguk, ini orang dari semalam di Kuta Sea View seperti menguntitku, tiba-tiba datang, dan sekarang malah ikut tour bareng dengan hotel tempat aku menginap.

“Kamu pasti bingung kenapa aku tiba-tiba ikut tour ini kan?”

“Ya kurang lebih”

“Mendadak sih, sebetulnya hari ini sepupuku yang di Denpasar itu mau jadi guideku buat keliling Bali, tapi ternyata dia ada acara gathering di kantornya, jadi ya terpaksa, aku pagi-pagi ke hotel tempat kamu menginap dan reservasi pagi-pagi, syukurnya masih ada bangku kosong, jadi aku bisa gabung.”

“Ooo..oke!”

“Selamat datang di Pertunjukkan Tari barong, selamat menikmati pertunjukkan..”

Seorang wanita dengan kostum lengkap penari bali menyapa kami di depan pintu masuk, aku meminta Damar untuk mengambilkan foto dengannya, sekali lagi dalam hati berkata, beruntung juga dengan keberadaan Damar yang tiba-tiba. Selesai ambil foto, aku langsung memilih tempat duduk di paling depan, menikmati pertunjukkan yang ternyata sudah setengah jalan, di atas pentas sedang ada empat pasang penari bali yang sedang menunjukkan kebolehannya menjentikkan jari jemari mereka, menggerakkan tubuh mereka seirama dengan alunan musik Bali yang begitu kental, sungguh, kali ini aku sangat menikmatinya, meskipun aku duduk hanya sendiri di depan sini, karena Damar lebih meimilih duduk di deretan bangku belakang.

[caption id="attachment_120949" align="alignright" width="300" caption="The Legend of Barong Dance (doc. pribadi)"]

1309935993169849607
1309935993169849607
[/caption]

Hampir satu jam menyaksikan pertunjukkkan tari Barong, pertunjukkan di tutup dengan aksi debus, untuk yang satu ini sudah tidak asing aku saksikan di Jakarta, tapi aku terhipnotis seolah tak mau beranjak dari bangku aku duduk, sampai Damar menepuk punggungku pelan.

“Ayo kita foto-foto dengan mereka..”

Damar mengajak aku berfoto dengan para penari Barong, dan semua sudah berkumpul di atas pentas, penonton memang sengaja dipersilahkan mengambil foto mereka dengan Barong yang sudah dipajang di atas panggung.

---

Jujur sejenak aku bisa lupakan dia,

Bisa sedikit saja menikmati saat-saat yang seharusnya bisa aku nikmati bersama dia,

Bisa merasakan betapa setiap manusia beruntung karena telah diciptakan pasangan untuk mereka masing-masing,

Bisa banyak mendekap waktu yang semua pun tahu ia lewat dengan cepat,

Sejenak aku bisa melambungkan senyum, membuang cemas, dan mencampakkan rindu yang sia-sia,

Kali ini, aku biarkan sejenak saja hati menari-nari,

Sejentik saja jari dan lekuk tubuh ini mengikuti ritme music yang kuat namun kian melemah,

Aku hantarkan sejenak bahagia di hati yang menari-nari dalam sepi…

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun