Plong rasanya sudah melakukan ziarah rasul dan menyampaikan salam dari orang-orang yang titip salam untuk baginda Rasul.
Usai sarapan pagi, aku buru buru berangkat dalam acara tour sekitaran masjid nabawi. Acara dimulai jam 8 dengan jalan kaki. Tetapi aku dan istriku  terlambat, sehingga kami tertinggal. Aku kehilangan jejak pak kyai dan para jamaah lainnya yang menghilang entah ke mana. Saat kami memasuk gerbang 238 aku sudah tidak melihat mereka.
Aku berjalan berduaaan saja sama istri, mengitari halaman dalam masjid nabawi. Alhamdulillah di tengah jalan kami bertemu dengan lima orang rombongan petugas kloter 17 JKS, yaitu  Ketua kloter, tpih, dan Bu dokter, dan perawat, serta tphd. Ternyata mereka juga kehilangan jejak pak kyai.
Akhirnya aku dan istriku bergabung dengan tim petugas kloter tersebut  mengelilingi masjid nabawi.
Kami melewati pintu 25  21 dan seterusnya hingga sampai sejajar dengan pintu 46 yang subuh tadi aku lewati. lalu kami melewati pelataran yg lurus dengan raudhah yang kubah hijaunya tampak jelas di pagi jumat yang cerah itu.  Kami terus berjalan menuju baqi melewati pintu  38, 37, dan 36 yang cukup jelas dari tempat kami berjalan.
Posisi Baqi sendiri berada di sisi kiri halaman belakang masjid nabawi. Â
Saat mau memasukinya, petugas berseragam melarang jamaah wanita masuk pemakaman. Â Maka istriku dan bu dokter pun langsung pulang ke hotel. sementara kami yang lelaki masuk pemakaman Baqi. Â
Sejak di tanah air aku telah berazam  untuk dapat berziarah ke Baqi, khususnya untuk mendoakan Abah Masruri.  Selain itu di Baqi juga  ada  pemakaman Siti Aisyah dan juga beberapa sahabat terkenal, termasuk Usman bin Affan.
Sebenarnya aku ingin berlama-lama di baqi, mencari makam abah masruri, namun aku urungkan karena rekan rekan petugas kloter hanya berfoto foto sebentar di sekitar gerbang lalu melanjutkan "tour dalam" mengelilingi masjid nabawi.
Setelah keluar dan  melewati pemakaman Baqi yang berada di sisi kiri masjid, kami akhirnya sampai di pintu gerbang bernomor 239 yang sejajar dengan gerbang 238.
kami keluar dari pelataran masjid menuju pelataran hotel melalui pintu tersebut.
Saat melewati pertokoan menuju hotel, Aku mampir ke sebuah toko oleh-oleh di mana di dalamnya ada kitab kitab yang bisa dibeli. Di sinilah aku jajan untuk pertama kali di Madinah. Jajanku kali ini adalah dua buku berbahasa arab; pertama tentang Tajwid, yang kedua  tentang haji dan umrah dengan total harga 22 reyal.
Ikut Mengusung Jenazah
Aku penasaran ingin merasakan sensasi  shalat dan berdoa di Raudhoh. Istriku sudah ke Raudhoh. Pa ubaed juga katanya  bersama pak kyai habis asar kemarin sudah ke sana.
Maka aku bulatkan tekadku agar bisa ke raudhah secepatnya. Jadi, habis shalat jamaah  asar di hari keduaku di Madinah tanpa  ragu aku kembali berpanas-panas ria dibawah terik matahari asar kota Madinah untuk ikut ngantri ke Raudhoh.
Â
Saat sudah di dalam antrean dan baru bergerak 5 atau 10 meteran, aku melihat ada tiga  jenazah yang sedang ditandu menuju pemakaman Baqi. Tanpa pikir panjang, aku langsung mengejar pengusung jenazah itu lalu ikut mengusungnya masuk ke Baqi.
Aku teringat pesan pak Kyai Saerozi ketika di pendopo kabupaten,  “ kalau mau ziarah ke Baqi, ikutlah mengusung jenazah, maka kamu bisa sepuasnya di dalam pemakaman tersebut. “ Begitu pesan pak kyai.
Aku ikut mengusung jenazahnya sampai ke liang lahat. Setelah jenazah dimakamkan, aku berkeliling mencari makam Abah Masruri. Tanpa bantuan pemandu tentu saja makam beliau tak kunjung ku temukan.Â
Sempat aku tanya via WA ke teman yang pernah ziarah ke makam beliau, namun jawabannya justru membuatku bingung. Bagaimana tidak, semua makam jemaah haji di Baqi tanpa diberi batu nisan dengan nama jenazah seperti makam di Indonesia. Jadi aku memutuskan untuk duduk di kursi di tempat yang agak teduh yang berada dekat tembok keliling.