Tiga malam Rasulullah  SAW  dan Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsur, yaitu pada malam jumat, malam sabtu, dan malam minggu. Beberapa algojo sebenarnya berhasil menemukan jejak persembunyian  Rasulullah SAW di gua Tsur, Namun  Allah SWT yanga maha membolak balikkan hati manusia menundukan hati sehingga mereka tidak jadi mengeceknya.
Setelah situasi dirasa cukup aman perjalanan ke Yatsribpun dilanjutkan dengan dipandu oleh pemandu jalan bernama Abdullah bin Uraiqit. Rute yang dipilih tentu bukan rute yang mudah dan biasa dilalui banyak orang. Dari Gua Tsur, Abdullah bin Uraiqit memilihkan jalur ke selatan, lalu ke barat ke arah pantai, baru kemudian melanjutkan ke arah utara menuju Yatsrib melalui jalanan dekat tepi laut merah. Suraqah bin Malik, salah satu algojo yang berniat menangkap Rasulullah SAW, hampir  berhasil mengejar dan menangkap beliau. Namun sekali lagi Allah SWT menunjukan kuasanya dengan melembutkan hatinya untuk menerima hidayah Islam sehingga iapun berubah haluan untuk  melindungi hijrah beliau.
Pada akhirnya Rasulullah SAW tiba  di pinggiran kota Yatsrib bernama Quba pada  tanggal 8 Rabiul Awal tahun 1 Hijriyah.  Beliau berdua disambut dengan antusias oleh masyarakat setempat. Lalu Rasulullah Saw mendirikan masjid Quba dan shalat jumat untuk pertama kalinya.
 Setelah beberapa hari di Quba, perjalanan hijrah Rasulullah  dilanjutkan ke titik akhir tujuan yakni Yatsrib yang secara alamiyah mulai disebut sebagai "Kota Nabi" atau dalam bahasa arab disebut "madinatun nabi". Sejak itu nama Yatsrib lebih dikenal dengan sebutan Madinah hingga sekarang.
Demikian sejarah singkat peristiwa hijrah Rasulullah yang ditulis Sofiyurrahaman al Mubarakfuri dalam bukunya "arrahiiq al Makhtuum". Sejarah tersebut perlu kita ceritakan kembali kepada umat Islam khususnya para millenials dan generasi z agar dapat mengambil pelajaran.
Sekurang-kurang nya ada enam pelajaran yang dapat diserap dari persitiwa hijrah Rasulullah SAW tersebut. Berikut ini urainya.
Pertama, peristiwa sebelum dan pada saat hijrah dipenuhi keteladanan  Rasulullah SAW dalam menghadapi kesulitan dan rintangan dengan penuh kesabaran dan ketahahan. Meski beliau berstatus Nabi dan Rasul namun berbagai kesulitan dan rintangan justru begitu lekat dengan perjuangan beliau. Padahal apa sulitnya bagi Allah menjadikan perjalanan hijrah seperti halnya perjalanan  isra mi'raj rasulullah SAW. Hal ini mengandung hikmah bagi kita bahwa  kesulitan dan bahkan kegagalan  adalah sesuatu yang pasti akan kita temukan sepanjang  hidup. Berharap menjalani hidup tanpa ujian dan rintangan hanyalah sebuah hayalan yang justru membuat kita lemah saat menghadapi situasi sulit.  Sebaliknya jika kita bersabar menghadapi segala rintangan dan kesulitan maka kita akan semakin kuat dan kesuksesan semakin dekat.
Kedua, peristiwa hijrah Rasulullah SAW dapat dimaknai sebagai perlu adanya rencana  alternatif atau plan B. Saat Rasulullah mengalami kebuntuan dan resistensi yang luar biasa di Makkah, Rasulullah mempersiapkan rencana baru yakni hijrah ke Yatsrib. Namun beberapa tahun kemudian, Rasulullah kembali ke kampung halamannya itu untuk menuntaskan dakwah Islam di Makkah yang belum berjalan sebagaimana mestinya. Pelajaran yang dapat dipetik adalah  kita harus terbuka dengan berbagai kemungkinan meski tujuan telah ditetapkan  dengan jelas. Kegagalan seseorang terkadang bukan karena siapa siapa, melainkan karena kegagalannya dalam menetapkan tujuan. Sehingga terjadihlah apa yang dikenal sebagai "Failing to plain is planning to fail". Kegagalan merencana sama dengan merencanakan kegagalan.
Ketiga, hijrah juga dapat dimaknai sebagai bentuk pengorbanan yang luar biasa, di mana waktu, tenaga, harta, keluarga, bahkan nyawa jadi taruhannya. Pesan moralnya adalah setelah kita memiliki tujuan, Â tugas berikutnya adalah mewujudkan tujuan tersebut semaksimal yang kita bisa meskipun untuk itu kita harus rela mengorbankan banyak hal. Â
Keempat, kesuksesan hijrah Rasulullah SAW juga bisa dimaknai sebagai contoh nyata betapa efektifnya komunikasi beliau terhadap  berbagai pihak yang terlibat dalam  perencanaan dan pelaksanaan hijrah. Hal ini mengandung hikmah bagi kita bahwa kesuksesan memerlukan sinergi berbagai pihak. Dan sinergi tidak akan terjadi jika kita tidak bisa mengomunikasikan ide ide kita secara efektif.
Kelima, hijrah juga memiliki makna penting dalam mempersatukan dua suku di Yatsrib, yakni Aus dan Khozroj. Rasulullah SAW hadir sebagai pihak luar yang berhasil menyelesaikan konflik berkepanjangan antar dua suku tersebut. Dalam konteks keindonesiaan, Â tahun baru Islam idealnya dapat kita manfaatkan untuk mendorong siapapun yang datang ke Indonesia untuk menjadi juru damai yang berperan aktif dalam meningkatkan semangat persatuan dan kesatuan anak bangsa.