Mohon tunggu...
Irfan Amalee
Irfan Amalee Mohon Tunggu... Penulis - Direktur Eksekutif Peace Generation Indonesia

Co-founder PeaceGeneration, Mudir Peacesantren Welas Asih, Writer, Father, Udar-ider.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjadi Radikal Karena Pemahaman, Menjadi Toleran Karena Pengalaman

10 Agustus 2015   22:10 Diperbarui: 10 Agustus 2015   22:10 2865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejumlah peristiwa dan contoh, meyakinkan saya bahwa PENGALAMAN-lah yang mengubah pemahaman.

Pak Toni dan Pak Wahyu, adalah dua dari sekian korban bom JW Marriot. Pak Wahyu, saat bom meledak berada tepat di pinggir kaca besar, dan di seberang kaca itulah mobil yang berisi bom meledak. Dapat dibayangkan bagaimana pecahan kaca berhamburan dan menancap di tubuhnya. Mereka cacat seumur hidup dan menjalani pengobatan bertahun-tahun unutk dapat kembali hidup normal. Ketika bertemu mereka, saya dapat melihat bekas-bekas luka ditubuh pak Toni dan Pak Wahyu. Tapi mereka berhasil bangkit. Bahkan mereka mengorganisir para korban bom untuk melakukan aksi sosial mengadvokasi para korban bom.

Bukan hanya itu, mereka juga mencoba menyembuhkan rasa sakit mereka dengan berusaha memaafkan para pelaku bom. Mereka datang ke penjara menemui para pelaku bom, mengajak berbicara dari hati ke hati. Dengan tulus mereka menyampaikan bahwa mereka tidak menyimpan dendam bahkan inign menjalin persahabatan dengan para pelaku. Dalam beberap foto, Pak Toni terlihat berbincang akrab dnegan Umar Patek salah satu teroris yang sempat menjadi orang paling dicari intelejen Amerika. Umar Patek begitu miris ketika Pak Toni memperlihatkan sejumlah luka di tubuhnya. Setelah beberapa kali pertemuan, akhirnya mereka menajdi sahabat. Sebuah foto memperlihatkan Umar Patek mengimami shalat, Pak Toni dan beberapa korban bom berdiri sebagai makmum. Secara eksplisit Umar Patek menyesali perbuatannya dan menyadari kesalahan tindakannya. Tidak ada perdebatan soal "konsep jihad", tak ada perbincangan tentang "radikalisme". Hanya berbicara dari hati ke hati. Sebuah pengalaman yang menyentuh, hingga runtuhlah pemahaman Umar Patek tentang pemaknaannya terhadap agama selama ini.

Demikian juga yang terjadi pada Yonathan, seorang pilot Israel yang bertugas mengebom Palestina. Dia berbalik 180 derajat menjadi aktivis perdamaian setelah mengalami peristiwa yang menyentuh. Sebuah bom yang dia jatuhkan di pemukiman Palestina menyebabkan seorang anak perempuan meninggal seketika. Sulaiman, sang ayah mengumumkan bahwa siapapun yagn menyebabkan kematian anaknya, dia maafkan. Mendengar itu, Yonathan tersentuh dan menjalin persahabatan dengan Sulaiman dan mereka mendirikan Combattan For Peace, sebuah organisasi yang mewadahi mantan militer Israel dan mantan anggota kelompok radikal Plestina, yang giat mengkampanyekan cara-cara damai untuk penyelesaian konflik Israel-Palestina.

Saya dan tim PeaceGeneration, pernah mempertemukan anak-anak sekolah Internasional yang mayoritas beragama kristen dengan santri-santri sebuah pesantren di Garut. Orangtua siswa sekolah internasional mayoritas tidak mengizinkan karena mereka khawatir dengan image pesantren sebagai sarang teroris. Demikian juga, pihak pesantren ragu menerima siswa-siswa bule yang kristen. Pihak pesantren khawatir persepsi masyarakat tentang kehadiran non muslim di pesantren. Ada juga yang khawatir anak-anak bule itu akan memberikan pengaruh buruk budaya barat pada para santri. Tapi semua kekhawatiran tidak terbukti. Para santri dan siswa siswa sekolah internasional beraktivitas bersama, diskusi, bertukar pikiran, dan kurang dari 12 jam mereka sudah menjadi sahabat. Salah seorang peserta dari sekolah Internasional yang sudah sekitar lebih dari 10 tahun di Indonesia, mengalami perubahan persepsi tentang Islam dan muslim. Selama 10 tahun dia tak pernah punya sahabat muslim, karena ia tersandra oleh pemahamannya tentang islam seperti digambarkan media.

Dan masih banyak lagi contoh dan bukti yang meyakinkan saya bahwa pengalaman dapat memabntu kita mengubah persepsi kita. Seorang yang pernah mengaliai hidup sebagai minoritas, akan memiliki sense toleransi yang jauh lebih tinggi dari pada orang yang selslu hidup sebagai mayoritas. Seorang siswa yang punya teman dari berbagai suku, bangsa dan agama, akan lebih faham tentang makna menghargai. Pengalaman mengantarkan pada pemahaman yang lebih dalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun