Mohon tunggu...
Irfan Alkajani
Irfan Alkajani Mohon Tunggu... Petani - ~

Belajar Sepanjang Hayat. Gerak Kerja, Menyemai Istirahat. Mengelus Mimpi, Mengasah Impian.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kemarau Karakter Lini Bangsa

11 Oktober 2023   11:36 Diperbarui: 11 Oktober 2023   11:37 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jiwa-jiwa yang kering sangat rawan terjurumus sulut kekuasaan yang dimilikinya. Baru saja kembali terkuak dihadapan publik, seorang kepala sekolah, ditengarai melakukan penyelewengan kekuasan. Memungut atau menerima sogokan dari orang tua siswa disaat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) salah satu sekolah dasar di kota Bogor. Hingga sang Wali Kota Bogor turun tangan dan memecat pimpinan sekolah tersebut.

Kasak-kusuk PPDB menjadi kisruh musiman saat memasuki tahun ajaran baru. Seperti yang diketahui program PPDB ini bertujuan untuk menghilangkan sekat kesenjengan dalam pendidikan. Namun harus pula terang dikatakan, fakta dilapangan membukakan realitasnya, bahwa masih banyak ketimpangan struktur pendidikan baik dari sekmen infrastruktur bangunan hingga kualitas sumber kualitas manusia. Perbedaan yang sangat berjarak antara satu sekolah dengan yang lainnya dianggap memicu hal demikian. Namun, atas dasar apapun itu, tindakan ini tidak bisa dibenarkan, entah dari orang tua siswa terlebih kepala sekolah sebagai pelayan publik, jauh dari nilai-nilai profesional sebagai Aparatur Sipil Negara.

Tahapan menuju pemerataan ini adalah usaha pemerintah dengan meluncurkan berbagai program, semangat PPDB yang harusnya pula diimbangi pemerataan pendidikan dari penjuru aspek. Tanpa adanya hal tersebut, secara alamiah orang tua siswa atau pun siswa itu sendiri pastinya memilah dan memilih sekolah yang dianggap baik untuk memenuhi kebutuhan pendidikan.

Menelisik kondisi tersebut, bibit-bibit kecurangan dalam pergaulan hidup sosial atau pun bernegera baik yang tampil di muka publik atau pun dalam keseharian kita secara tidak langsung membentuk karakter yang bermuka curang dalam melakoni hidup. Hingga pada satu titik tertentu, hal tersebut sudah dianggap biasa dan hal ini tentunya tidak diharapkan.

Sebelum PPDB hadir kiwari, kita juga sudah mengenal yang namanya, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bertujuan sebagai penyokong arus pendidikan khususnya di sekolah. Kucuran dana BOS ini pun sering digembosi , Kemendikbud pernah merilis setidaknya ada 12 modus yang sering dilakukan oleh pimpinan-pimpinan sekolah dalam menggelapkan dana tersebut.

Penulis dalam perbincangan bersama mahasiswa Pendidikan Profesi Guru (PPG) prajabatan angkatan tahun 2022, mengusulkan agar dana BOS yang dialirkan kepada sekolah-sekolah memiliki pengawasan khusus, dibentuk satuan tugas (SATGAS). Benar bahwa sudah ada inspektorat pendidikan atau pun penegak hukum yang berwenang melakukan pengawasan dan penindakan hukum, namun realitasnya tidak bisa berbicara banyak untuk menjangkau penyelewangan yang terjadi di lingkungan pendidikan. Menjadi rahasia publik, khususnya dikalangan guru bahwa masih banyak kepala sekolah yang melakukan kecurangan dalam penggunaan dana bos, contoh sederhana dengan pelaporan kegiatan yang fiktif hingga mark up anggaran. Pengawasan yang diharapkan dari inspektorat juga tidak maksimal, hingga syak wasangka bergulir di publik. Kita ingin lembaga pendidikan sebagai garda terdepan sebagai perwujudan pengelolaan anggaran negara yang tepat, sesuai ketentuan undang-undang.

Dari kedua contoh program yang tertuliskan diatas, menunjukkan sedikit-banyaknya kualitas yang dimiliki manusia Indonesia khususnya yang berkecimpung di dunia pendidikan, secara norma dan moralitas layaknya menjadi garda terdepan dalam memperlihatkan teladan publik yang memiliki karakter.

Dunia pendidikan yang diharapkan sebagai cahaya penerang dalam membangun sumber daya manusia yang unggul, masih menyisakan kisah kepiluan. Negara yang sedang giat-giatnya membangun negeri ini sebagai pemilik karakter unggul. Ibarat kata, masih jauh panggang dari apa. Teringat ungkapan mendiang Drs. Muh Hatta "kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun, tidak jujur sulit diperbaiki." Nampaknya kita harus menunggu, sembari merajut usaha berkesinambungan membangun karakter bangsa yang kukuh.

Revolusi mental yang serig digaungkan oleh pemerintah juga masih diambang jargon, buktinya indeks korupsi di negara ini semakin melambung tinggi. Usaha pemerintah dalam memerangi korupsi dalam pandangan penulis nampaknya samar-samar bahkan cenderung mundur. Hukum sebagai panglima keadilan masih sering dikuasai oleh kuasa politik dan uang. Secara tidak langsung menunjukkan pula bagaimana karakter penegak hukum bangsa kita.

Secara umum, kalau kita menengok negara-negara lain dalam membangun bangsanya, paling minimal memuat dua hal sentral yaitu membangun kualitas pendidikan dan supremasi hukum yang bermuara pada keadilan. Pendidikan yang berkemajuan mampu menghadirkan karakter dan intelegensia yang mumpuni. Pada sisi hukum yang memiliki kekuatan untuk menghambat atau menghentikan perilaku koruptip. Indonesia ada dalam kesemua itu, namun belum menunjukkan hasil yang maksimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun