Mohon tunggu...
Irfan Kamaluddin
Irfan Kamaluddin Mohon Tunggu... -

Peneliti INDONESIAN FREEDOM

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Barbar; WH Tabur Uang di Tangerang

21 Oktober 2011   05:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:41 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi kubu Wahidin Halim (WH), berhentilah meneriakkan ahlaqul karimah. Sebab kata ini tak pantas dikeluarkan dari mulut yang kotor, tingkah yang pongah, dan perilaku yang binal. Setelah diduga kuat menggunakan dana APBD untuk iklan kampanye di Metro TV, kini calon gubernur nomor urut dua ini melakukan money politic dengan membagi-bagikan uang di Sukasari. WH membeli suara masing-masing orang Rp 20 ribu.

Awalnya saya menduga itu hanya isu, tapi setelah melihat pemberitaan Global TV Jum’at dini hari, kasus money politic benar-benar terlihat dengan mata telanjang. Warga yang menerima uang itu diwawancara dan mengaku bahwa tim WH memberikan uang dengan imbalan suara saat pencoblosan.

Beginikah demokrasi yang mereka pahami? Demi kekuasaan mereka menghalalkan segala cara. Demokrasi yang sangat menjunjung tinggi kebebasan, keadilan, dan kejujuran dalam mencapai mufakat (kesepakatan) ternoda oleh praktik pembelian suara. Mereka tidak sadar bahwa akibat perilaku mereka sendi-sendi demokrasi rusak dan terkubur.

Repsresentasi suara rakyat yang dianalogikan dengan suara Tuhan (suara rakyat suara Tuhan) tidak ada artinya karena rakyat tidak murni lagi memilih pemimpin. Ironisnya, alasan yang mereka kemukakan klasik, yaitu money politic sudah biasa dilakukan di seluruh Indonesia. Alasan ini sungguh menyedihkan mengingat kenyataan itulah yang kita kutuk selama ini.

Jika bukan elit atau partai politik yang mengajarkan cara berpolitik dengan baik dan santun sesuai nilai-nilai demokrasi, lalu siapa lagi? Budaya berdemokrasi, apa pun bentuknya, awalnya dihembuskan oleh perilaku elit politik. Perilaku merekalah yang mempengaruhi dan membentuk budaya demokrasi.

Jika pada saat Pemilukada mereka membagikan uang dengan jumlah miliaran rupiah, maka bisa ditebak bagaimana mereka mengembalikan uang itu setelah berkuasa nanti. Sumber-sumber kekayaan negara di daerah akan dikeruk untuk membayar hutang-hutang di Pemilukada. Apalagi, berdasarkan data KPU yang didapatkan dari KPK, kekayaan Wahidin Halim hanya sekitar 9 miliar. Dengan uang sebesar itu, jika dibagi masing-masing orang 20 ribu ke semua pemilih Banten yang berjumlah 7 juta pemilih, maka jauh dari cukup. Ditambah lagi biaya dari awal pencalonan sampai masa kampanye.

Oleh sebab itu, sudah saatnya memasang mata, berhati-hati menentukan pilihan. Apalah arti 20 ribu jika hasil menyesal lima tahun ke depan. Sungguh tak bisa terbayang.

Berikut informasi yang dimuat media yang juga ditayangkan Global TV:

Kota Tangerang – Lurah Sukasari, Kecamatan Tangerang, Wawan Fauzi dilaporkan sejumlah warga ke Panwaslu Kota Tangerang, kemarin. Wawan kedapatan membagikan uang sebesar Rp20 ribu kepada warga dalam acara sosialisasi penggunaan kartu multiguna di Aula Kelurahan Sukasari. Agus (37), Warga Jl. Veteran, Gg, Budiman, RT.06/RW.09 mengatakan, pembagian uang itu dilakukan lurah, melalui sekretaris kelurahannya saat peserta sosialisasi penggunaan kartumultiguna pulang. “Saat saya mau pulang, saya dikasih amplop, sekretaris kelurahan bilang, jangan lupa tanggal 22, pilih yah. Bagitu saya diingatkan,” kata Agus, sembil mengatakan, saat meminta dirinya memilih, sekretaris kelurahan menunjukkan angka dua melalui jarinya. Saat memberikan amplop berisikan Rp20 ribu, dengan pecahan Rp10 ribu, sekretaris kelurahan juga menyampaikan permintaan lurah untuk memilih. “Sesampainya saya di rumah, saya buka amplop itu, dan saya temukan ada uang Rp20 ribu. Langsung saja saya laporkan ke Panwaslu. Apalagi ada permintaan saya untuk memilih,” jelas agus lugu yang ditemui di Kantor Panwaslu, Kota Tangerang. Dari laporan itu, Agus menyerahkan barang bukti berupa surat undangan yang dikeluarkan oleh Lurah Sukasari, dan amplop berisi uang Rp 20.000, dengan menyertakan saksi Nana, rekan Agus. Sedangkan sebagai terlapor adalah Sekel dan Lurah Sukasari. Menurut Ahmad Taufik, Anggota Panwaslu Kota Tangerang, apa yang dialami Agus adalah bagian dari politik uang di masa tenang. “Kalau ada uang seperti ini namanya money politic. Karena pembagian uang itu di saat mau Pilgub,” ucapnya. Karena itu kata Ahmad Taufik, pihaknya akan segera menindaklanjuti laporan tersebut. “Ini masalah serius, kami akan klarifikasi apa sebenarnya yang dijanjikan oleh Sekel kepada warga di Sukasari,” tandasnya. (sumber/kabarpolitik.com)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun