Mohon tunggu...
Irfan Afandi
Irfan Afandi Mohon Tunggu... NGO -

Bekerja di International Labour Organization

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

TKI Juga Pekerja Rumah Tangga

30 Agustus 2016   19:05 Diperbarui: 1 September 2016   09:09 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - TKW. (Kompas.com)

Menarik mengikuti petisi online yang digagas Migrant Care tentang darurat nasib TKI mati sia-sia di mancanegara. Begitu banyak pengalaman pahit yang dialami para pekerja rumah tangga yang ingin mendapatkan pengakuan dan kerja layak di negeri orang, namun cerita itu tidak menjadikan orang surut untuk menjadi TKI termasuk mereka yang tidak melalui jalur resmi.

Sudah semestinya Negara memberikan perlindungan bagi mereka sesuai amanat UUD 1945 bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”. Bukan berarti bahwa setiap warga negara hanya menunggu hak-haknya diberikan tanpa perlu mengupayakan perlindungan bagi dirinya sendiri, minimal membekali diri dengan pengetahuan dan perlindungan bagaimana seharusnya menjadi pekerja/buruh migran.

Bahwa mereka adalah korban sindikat perdagangan manusia memang nyata. Sistem rekruitmen yang masih belum berjalan atau memang sengaja dibuat rumit sehingga muncul peluang untuk memanfaatkan ketidaktahuan mereka. Oknum yang bermain juga cukup banyak mulai dari lingkungan sekitar tempat tinggal calon pekerja, level kabupaten, provinsi sampai pada tingkat nasional. Semua itu karena orientasi ‘bisnis’ - bahwa uang yang beredar dari bisnis pengiriman TKI cukup besar.

Selain soal sistem rekruitmen, kondisi kerja mereka juga sangat menyedihkan. Bagaimana mungkin seorang pekerja, baik TKI ataupun PRT dalam negeri, dapat bekerja optimal jika harus bertanggung jawab terhadap semua urusan rumah tangga, mulai bersih-bersih, memasak, cuci setrika, merawat balita, orang tua/sakit, merawat taman, dsb. Tidak heran jika kita temukan PRT yang sangat emosional memperlakukan anak rewel di saat kondisi lelah dan sangat eksploitatif.

Karena itu Pemerintah melalui Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 1/2015 telah menetapkan tujuh jabatan dalam pekerjaan domestik, meliputi: (1) Tata Graha (housekeeping), (2) Memasak (family cooking), (3) Penjagaan Bayi (babysitting), (4) Penjagaan Anak Balita (childcaring), (5) Penjagaan Lansia (caretaking), (6) Tata Taman (gardening), dan (7) Mengemudi Kendaraan Keluarga (family driving). 

Dan untuk meningkatkan kompetensi kerja pekerja domestik, Pemerintah juga telah menetapkan standar kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI) melalui Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 313/2015 tentang jasa perorangan yang melayani rumah tangga. Standar kompetensi ini memberikan acuan standar kerja yang berlaku secara nasional dan internasional yang mengacu pada RMCS (Regional Model Competency Standard). Dalam SKKNI tersebut aspek perlindungan diri merupakan kompetensi inti yang harus dikuasai calon TKI atau pekerja domestik, selain kompetensi teknis sesuai bidang/jabatan pekerjaan yang dibutuhkan.

Pelatihan Pekerja Domestik sesuai SKKNI 313/2015 ini sangat strategis dilakukan di daerah asal pengirim PRT, baik yang akan bekerja di luar negeri ataupun dalam negeri. Mengingat mereka nantinya akan mengirim ‘remitansi’ dari hasil kerjanya ke daerah asal, sudah semestinya pemerintah daerah berkepentingan untuk melaksanakan pelatihan tersebut. Selain itu, pemerintah daerah juga berkepentingan dalam mengurangi angka pengangguran di wilayahnya.

Saat ini Indonesia termasuk sebagai negara berpenghasilan menengah ‘Middle Income Country’. Artinya ada peningkatan jumlah keluarga kelas menengah ke atas, dan bisa dipastikan mereka memerlukan jasa pekerja rumah tangga. Jika saja sektor rumah tangga diakui sama seperti pekerja lainnya dan layak, mungkin mereka tidak lagi berpikir untuk bekerja di luar negeri dengan segala permasalahannya. Kalaupun harus bekerja di luar negeri, minimal mereka bisa melindungi diri meski harus berhadapan dengan sistem rekruitmen dan oknum yang tidak bertanggung jawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun