Setiap kali mudik ke Indonesia, makan di Hoka-hoka Bento (HokBen) sudah menjadi agenda wajib bagi kami sekeluarga. Menjadi ajang pamer di sosial media juga untuk teman-teman yang belum (tidak) mudik ke Indonesia, hehehe....
Tahun ini, kami mudik setelah 2 tahun tidak pulang kampung. Kamis malam tanggal 23 Juni pukul 10 malam, pesawat Qatar Airways yang kami tumpangi mendarat di bandara Sukarno-Hatta. Setelah 1 jam menunggu koper terkumpul semua, kami pun menanti adik yang menjemput di pintu kedatangan. Ketika itulah tiba-tiba putra kedua saya yang berusia 8 tahun meminta sesuatu.
"I want eat hoka-hoka bento, Bunda," katanya memelas dengan mimik lucu.
Sebenarnya saya juga memikirkan makanan yang sama. Terbayang lezatnya beef teriyaki untuk sahur nanti. Sayang sekali kami terburu-buru pulang karena keluarga adik yang menjemput kami sudah lama menanti di bandara, kasihan kalau harus menunggu lama lagi. Dan tidak yakin juga gerai HokBen masih buka pada jam 11 malam.
Malam itu saya berjanji pada si nomor dua untuk beli HokBen besok lagi. Untunglah dia tidak keberatan.
Perjuangan Mendapatkan Hokben di Depok
Keesokan harinya, saya tidak bisa memenuhi janji makan di HokBen. Jumat sore itu Depok macet dan diguyur hujan deras, kami yang tidak memperkirakan kemacetan, akhirnya terjebak di jalan sampai harus buka sekedarnya di mobil.
Hari sabtunya, kami yang hendak mencari sesuatu di mal Margo City Depok berangkat lebih siang, sehabis Dzuhur, dengan harapan jalan Margonda Depok tidak macet. Ternyata perkiraan kami salah, jalan Margonda Depok di akhir pekan macet parah begitu juga malnya penuh sesak sampai susah mencari parkir.
Suami saya lalu berinisiatif menyeberang ke mal Depok Town Square (Detos)--dimana gerai HokBen berada-- yang tepat berada di seberang Margo City untuk membeli HokBen sementara saya dan anak-anak menuntaskan keperluan kami di Margo City.
Dan inilah cerita suami saya ketika berusaha membeli HokBen pesanan istri dan anak-anak tercintanya.
Hari itu hasrat untuk menikmati kelezatan HokBen harus tertunda lagi.
Berbuka Bersama Omiyage di Argo Jati
Setelah tiga hari beristirahat di Depok, kami pun melanjutkan perjalanan mudik ke kampung halaman di Majalengka. Naik kereta api menjadi pilihan transportasi mudik kami. Selain cepat dan bebas macet juga mengenalkan kereta api pada anak-anak. Maklum di Qatar, tidak ada kereta api, hehehe....
Pada hari senin, tiket yang masih tersedia adalah kereta api Argo Jati pukul 5 sore. Mau tidak mau kami pun membeli tiket sore dengan konsekuensi buka puasa di perjalanan. Aha, kesempatan nih buka puasa dengan HokBen, seingat saya di stasiun Gambir ada gerai HokBen. Hasil penelusuran di internet membenarkan itu.
Awalnya saya sempat kecewa ketika petugas di HokBen bilang kalau paket Omiyage sudah habis. Namun kemudian entah bagaimana caranya mereka bisa mengusahakan paket itu tersedia. Saya sudah membayangkan putri kami satu-satunya pasti girang melihat edamame, yang merupakan kacang favoritnya. Terima kasih petugas HokBen Stasiun Gambir :)Â
Saya pertama kali mengenal Hokben pada saat kuliah tingkat 2 di Bandung. Ketika itu saya diajak teman kost-an yang sudah saya anggap kakak sendiri merayakan ulang tahunnya. Momen itu seperti dream come true, karena setiap kali melintas di depan resto Hokben itu, saya selalu berkhayal kapan bisa makan di sana, merasakan masakan Jepang yang seumur itu belum pernah saya cicipi. Rasanya saya pengen nangis ketika suapan demi suapan masuk ke mulut saya (bukan lebay). Itu pertama kalinya saya makan memakai sumpit dan Mbak kesayangan saya itu mengajari dengan sabar. Kenangan itu selalu terpatri dalam ingatan yang selalu menghangatkan perasaan acapkali memori itu melintas. I miss you Mbak Diah wherever you are ðŸ˜
Kedua kalinya saya makan di Hokben, diajak kakak sepupu saya. Ketika itu selepas kuliah saya hijrah ke Jakarta dan tinggal bersama kakak sepupu. Momen itu tak terlupakan karena saat itu saya makannya sambil menunduk terus, gugup takut salah memakai sumpitnya, hahaha.... Kenangan itu pun selalu menimbulkan perasaan hangat bila teringat karena kakak sepupu telah banyak membantu saya selama 'menaklukkan' kerasnya Ibu Kota.
Kelak, setelah menikah, saya lalu menularkan kehangatan ala Hokben itu pada anak-anak saya, adik-adik bahkan pada supir yang selalu menemani kami selama mudik ke Indonesia. Reaksi mereka macam-macam dan lucu. Anak-anak kami menyukainya dan menjadikannya makanan favorit. Adik saya biasa saja, tapi kalau ditraktir mah semangat sekali, hahaha.... Kalau mamang supir meringis, katanya doi lebih suka gado-gado (dibanding salad+mayonaise).
Apapun itu, selama ini Hokben selalu menjadi makanan favorit keluarga kami dan menikmatinya bersama selalu menciptakan kehangatan dan kenangan indah.
*Foto Dokumen Pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H