[caption id="attachment_303254" align="aligncenter" width="579" caption="jalan masuk ke museum dari area parkir"][/caption] Hari pertama di tahun 2014, kami mengunjungi Museum of Islamic Art yang terletak di Doha Bay/ Doha Port. Museum ini didesain oleh arsitek kenamaan I.M Pei, yang terkenal dengan karya Pyramid-nya di Museum Louvre Paris. Bagian atas/atap dari Museum of Islamic Art ini tampak seperti dua mata yang tertutup burqa/niqab/cadar. Uniknya museum ini adalah pulau kecil di teluk Doha Bay yang dihubungkan ke daratan oleh dua jembatan pendek. Salah satu jembatan merupakan gerbang masuk utama yang melandai ke jalan, kiri kanannya berjejer pohon palm. Terdiri dari 5 lantai. Terlihat megah dan unik. [caption id="attachment_303255" align="alignnone" width="320" caption="di depan ruang pameran"]
[/caption] Lebih detail tentang museum ini nanti akan saya ulas di tulisan berikutnya. Karena tujuan utama kami mengunjungi museum itu untuk melihat pameran
Hajj, The Journey Through Art yang telah berlangsung dari Oktober sampai 5 Januari nanti. Kami tak menyangka ketika sore itu museum tampak ramai, karena walaupun tanggal 1 Januari, tapi  bukan merupakan hari libur di Qatar. Dan cukup banyak orang
western dan
Chinese yang masuk ke arena pameran haji. Bahkan salah satu rombongan bule, yang sepertinya turis, dipandu oleh seorang
guide yang berwajah oriental:) Ruangan pameran haji ini terletak di lantai 1 museum, di sebelah kanan gedung yang memang diperuntukan
temporary exhibiton. Memasuki pintu ruang pameran kami disambut rak display yang berisi dua Al-Quran ukuran besar dan kecil yang tampak kuno. Al-Quran besar terbuka di bagian surat Al-Hajj. Suasana museum remang-remang dan magis, ya layaknya sebuah museum.
Baksound musik menambah suasana magis itu. Sampai-sampai si sulung berbisik, "Musiknya bikin aku
scary, Bun." :) Beranjak ke bagian kiri dalam tampak deretan foto dan lukisan Kabah beserta perluasan Masjidil Haram dari masa ke masa. Sesuai dengan judul pamerannya Hajj, The Journey Through Art, pameran ini memang menampilkan proses Haji melalui berbagai foto, lukisan, dan video. Bahkan di halaman museum, dipamerkan foto-foto suasana haji ukuran besar dalam format hitam putih dan berwarna. Cukup menggugah kerinduan untuk berkunjung ke Mekkah dan bersimpuh di depan Kabah. Namun yang paling menggugah saya adalah bagian rute perjalanan haji. Cukup lama saya tertegun di display
Indian Ocean Route. Menceritakan para jemaah haji dari India dan Asia (paling jauh dari Cina) yang mengarungi Samudera Hindia untuk menunaikan ibadah haji dengan menggunakan
dhow atau
sailing ship (perahu tradisional). Bukan sebuah perjalanan yang mudah, bahkan boleh dikatakan sangat berbahaya, mengarungi lautan berbulan-bulan diterpa angin dan badai. Tak terasa mata saya berkaca-kaca dan dada sesak penuh haru. Rute perjalanan ini diceritakan dalam bentuk
slide foto-foto dan lukisan, terasa nyata. Salah satu foto memperlihatkan jemaah asal Indonesia yang berdiri di dek kapal laut ketika kapal sampai di Jeddah. Bila diperhatikan jelas, para jemaah di foto itu sedang mengangkat kedua tangan, berdoa, (mungkin) berdoa syukur telah sampai ke tanah suci. Â Melihat foto itu, suami saya berbisik, "Lihat betapa rapinya para jemaah Indonesia berbaris di atas kapal, berarti dari dulu jemaah haji Indonesia memang terkenal tertib ya." Saya hanya tersenyum simpul mendengarnya. [caption id="attachment_303258" align="alignnone" width="320" caption="kapal yang membawa jemaah haji asal Indonesia tiba di Jeddah pada 1 Januari 1976"]
[/caption] Senyum saya makin lebar ketika melihat sebuah frame foto yang menampilkan empat foto ukuran kecil. Dari keterangan foto, dijelaskan kalau foto diambil dari buku karangan
Christiaan Snouck Hurgronje. Pasti familiar dong nama itu ya? Sangat terkenal kan di buku-buku jaman sekolah dulu:) Empat foto itu adalah jemaah haji dari Indonesia. Kiri atas adalah jemaah haji dari Surakarta (Jawa), sebelahnya adalah jemaah haji dari Bugis (Celebes). Kiri bawah adalah foto jemaah haji dari Solok (Sumatera), sementara di sebelahnya adalah seorang jemaah haji perempuan dari Banten (Jawa). Cukup lama saya memandangi foto itu. Imajinasi saya melayang ke masa lalu, membayangkan wajah-wajah di foto, ketika mereka sedang melakukan perjalanan haji dan betapa bahagia dan terharunya mereka ketika sampai ke Mekkah, melihat rumahNya, Kabah. [caption id="attachment_303260" align="alignnone" width="320" caption="jemaah haji dari berbagai daerah di Indonesia"]
[/caption] Saya jadi teringat cerita mama saya tentang neneknya yang berarti nenek uyut saya. Nenek uyut melakukan perjalanan haji dengan menggunakan kapal laut. Berbulan mengarungi laut menuju Mekkah, dan berbulan pula pulang ke tanah air. Mama saya dan keluarga besarnya sudah mengikhlaskan nenek uyut bila tak kembali lagi ke kampung halaman. Bagi mereka berhaji adalah perjalanan jihad yang mungkin pulang tinggal nama. Alhamdulillah nenek uyut pulang ke tanah air dengan selamat walau harus kehilangan satu ruas jarinya karena terjepit sesuatu ketika berada di kapal. Tak heran bila sampai sekarang, masyarakat Indonesia begitu "dramatik" melepas saudara-kerabat-kenalan yang akan pergi berhaji. Selanjutnya saya melihat
The African Route. Rute perjalanan haji ini dilakukan oleh muslim dari Mesir, Tunisia, Turki. Mereka berhaji dengan melakukan
convoi caravan. Sebelum berangkat dilakukan
ceremony The Mahmal, semacam pelepasan jemaah haji. Iring-iringan pawai sepanjang jalan Cairo yang disaksikan oleh ribuahn penduduk Cairo. Sebenarnya Mahmal ini adalah tandu yang ditutupi oleh kain sutra berbordir yang melambangkan otoritas kesultanan. Di letakkan di punggung unta yang berjalan di tengah pawai, sementara unta-unta lain mengikuti di belakangnya. Pawai ini dipimpin oleh aneka pasukan berkuda kesultanan. Dimeriahkan musik dan tarian. Tradisi ini dilanjutkan oleh kesultanan Ottoman di Turki. [caption id="attachment_303261" align="alignnone" width="240" caption="the mahmal"]
[/caption] Selain itu, ada yang juga
The Railway Route. Perjalanan haji yang dilakukan oleh muslim Iran, Irak, Syria, Jordan. Hanya saja ketika Revolusi Arab meletus (1916-1918), rel kereta api ini diledakkan, dan para jemaah haji dari negara Iran Irak tak pernah sampai ke Mekkah. Sementara itu jemaah haji dari negara-negara Arab sendiri (
gulf country) menuju ke Mekkah dengan melintasi padang pasir. Ketika tinggal di Kuwait, kami pernah berumrah dengan naik bus, 18 jam perjalanan lamanya termasuk proses pemeriksaan visa di perbatasan Kuwait-Saudi. Perjalanan membelah padang pasir yang begitu berkesan dan tak akan terlupakan:) Di bagian lain pameran, kita juga akan melihat prosesi haji dari mulai tanggal 8 Dzulhijjah sampai hari tasrik. Dijelaskan apa saja prosesi/ ibadah yang dilakukan. Namun bagian yang cukup menyita perhatian saya adalah display tas dan kunci Kabah yang digunakan pada abad ke-16. Kuncinya besar sekali! Tampak pula foto seorang pria Arab yang di keterangan foto disebutkan sebagai Keykeeper Kabah, berasal dari keluarga
Banu Shayba. Dari wikipedia, disebutkan kalau
Rasulullah SAW sendiri yang menyerahkan kunci Kabah pada Bani Saiba. Selain tas dan kunci Kabah, juga dipamerkan kain kiswah Kabah yang pernah digunakan, ada yang berwarna hijau dan merah. Dipajang pula kain-kain penutup pintu kabah. [caption id="attachment_303262" align="alignnone" width="320" caption="tas dan kunci Kabah di abad ke-16"]
[/caption] Selain itu saya melihat botol air zamzam yang digunakan jaman dulu. Terbuat dari kulit sepertinya dan ukurannya besar:) Bandingkan deh dengan botol air zamzam jaman sekarang yang mungil dan unyu, hehehe… Saya juga melihat lembaran kertas yang cukup panjang terpajang. Ternyata itu adalah sertifikat haji yang diberikan oleh pemerintah Irak bagi warganya yang sudah menunaikan ibadah haji. Bagi yang ingin memiliki sertifikat seperti ini, bisa beli replikanya di Gift Shop yang terletak di seberang ruang pameran. [caption id="attachment_303263" align="alignnone" width="320" caption="botol zamzam dulu dan sekarang"]
[/caption] Sejujurnya satu jam lebih berpetualang di ruang pameran itu tidak lah cukup. Semuanya begitu menarik untuk diamati dan dibaca dengan seksama. Namun para krucils sudah protes kelaparan dan si baby sudah rewel. Dengan berat hati saya harus menyudahi The Journey of Hajj  yang sarat ilmu dan hikmah. Karena setelah melihat pameran ini, betapa saya malu dan sekaligus bersyukur. Malu dengan perjuangan para jemaah haji dulu yang harus mengarungi samudera atau melintasi padang pasir yang ganas. Dan betapa bersyukurnya saya karena sangatlah mudah untuk datang ke tanah suci kini, dari Qatar hanya 2,5 jam perjalanan dengan menggunakan pesawat terbang. Betapa ingin kembali lagi ke sana. Semoga dimudahkan. Aamiin… Bagi teman-teman di Qatar, yang belum melihat pameran ini, masih ada waktu sampai tanggal 5 Januari nanti. Museum buka setiap hari kecuali Selasa, dari pukul 10.30 sampai 17.30, khusus Kamis-Jumat-Sabtu buka sampai pukul 20.00. Bila tak berkesempatan menyaksikan pameran, bisa membeli bukunya Hajj The Journey Through Art yang ada di Gift Shop Museum seharga 240 QR. [caption id="attachment_303264" align="alignnone" width="320" caption="tiruan sertifikat haji dan buku Hajj The Journey Through Art yang dijual di Gift Shop Museum"]
[/caption] PS: Dan ketika akhirnya kami keluar dari Museum setelah menunaikan Maghrib di mushala museum, kami disuguhi pemandangan yang teramat indah dan menakjubkan dari suasana senja di Doha Bay. Dengan penuh semangat saya memotret, tak menyadari teriakan
security Museum yang melarang motret:) Entah kenapa. [caption id="attachment_303265" align="alignnone" width="320" caption="suasana senja, pemandangan dari lantai 1 museum of islamic art doha"]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya