Mohon tunggu...
Irenne GraceSahatmaida
Irenne GraceSahatmaida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Hoaks terhadap Elektabilitas Pasangan Calon Anies-Imin di Masa Pemilu

25 September 2024   19:50 Diperbarui: 25 September 2024   19:57 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemilu atau Pemilihan Umum adalah proses demokratis untuk memilih wakil rakyat atau pejabat pemerintahan secara langsung oleh warga negara suatu negara. Pemilihan Umum merupakan mekanisme penting dalam sistem demokrasi modern yang memungkinkan rakyatnya untuk berpartisipasi dalam menentukan pemimpin dan kebijakan negara. Di Indonesia, pemilu dilakukan setiap 5 tahun sekali, pemilu pertama dimulai pada tahun 1955 dan yang terbaru di tahun 2024.

Mengutip dari situs resmi Kominfo, pada periode Agustus 2018 -- September 2019 terdapat 3.356 kasus hoaks yang tersebar, 916 diantaranya bertemakan politik dan 566 diantaranya bertemakan pemerintahan. Angka tersebut membawa berita bertemakan politik dan pemerintahan menjadi dua tema teratas terkait berita hoaks yang tersebar menjelang pemilu 2019. Kepala Biro Humas Sekretariat Jenderal Kementerian Kominfo, Ferdinandus setu menjelaskan bahwa jumlah berita hoaks terbanyak ditemukan pada bulan April 2019, yang bertepatan dengan momentum pesta demokrasi Pilpres dan Pileg.

Sepanjang tahun 2022 hanya terhadap 10 berita hoaks Pemilu, namun sepanjang Januari 2023 --  26 Oktober 2023 terdapat 91 isu hoaks Pemilu. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa terdapat kenaikan hampir 10 kali lipat terkait isu penyebaran hoax dibandingkan dengan taun lalu dan lagi-lagi hal ini terjadi menjelang Pemilu, yaitu pada bulan Februari lalu. Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengidentifikasi total 101 isu hoaks yang beredar mengenai Pemilu terhitung dari bulan Januari 2023 hingga 26 Oktober 2023.

Hoax adalah informasi yang tidak benar atau menyesatkan yang disebarkan dengan sengaja atau tanpa sengaja untuk memperdaya, mempengaruhi pendapat, atau menciptakan kebingungan di kalangan masyarakat. Serangan palsu ini sering kali muncul dalam berbagai bentuk, antara lain berita palsu, gambar atau video yang diedit dengan sangat meyakinkan tetapi berisi informasi yang salah, dan gangguan informasi. Terdapat tiga kategori gangguan informasi, yaitu misinformasi (penyebaran informasi yang salah tanpa sengaja), disinformasi (penyebaran informasi yang palsu dengan niat jahat), dan malinformasi (penggunaan informasi yang disengaja untuk merugikan orang lain).

Sebuah informasi tidak mungkin menyebar dengan sendirinya, selalu ada orang yang bertugas menjadi aktor dalam penyebaran sebuah berita. Terkait penyebaran berita hoaks, aktor utama penyebaran hoax dikenal dengan nama buzzer, dimana mereka adalah individu atau kelompok yang dengan sengaja menyebarkan informasi palsu di media sosial guna mempengaruhi pandangan publik terhadap isu tertentu. Menjelang Pemilu, berita hoax sendiri mudah menyebar dikarenakan peranan buzzer didalamnya. Maka dari itu, kemunculan hoax dan buzzer menjadi salah satu fenomena yang tak dapat terhindari  

Buzzer sendiri manjadi marak digunakan karena keefektifitasannya dalam menaikkan sebuah berita, selain itu seorang buzzer  juga dibayar oleh pihak terkait untuk menaikkan suatu berita. Hal inilah yang membuat penyebaran berita palsu makin melejit menjelang pemilu. Dalam konteks pemilu, buzzer kerap terlibat dalam penyebaran narasi yang nantinya akan mempengaruhi penilaian dan pemilihan oleh masyarakat terhadap pasangan calon. Potensi elektoral, atau sejauh mana seorang kandidat layak dipilih atau menarik di mata pemilih, merupakan kunci terpenting dalam menilai peluang kemenangan seorang kandidat.

Dalam pemilu 2024 yang diikuti oleh Bapak Anis Baswedan dan Bapak Muhaimin Iskandar (Cak Imin), penyebaran berita bohong melalui buzzer memberikan dampak yang signifikan terhadap persepsi masyarakat. Berita palsu yang beredar mempengaruhi opini masyarakat dengan memberikan citra negatif atau positif terhadap pasangan calon, yang pada akhirnya dapat memecah belah masyarakat dan mempengaruhi hasil pemilu. 

Salah satu rumor palsu paling tenar yang tersebar tentang pasangan calon pemilu 2024 Anies Baswedan (Amin) dan Muhaymin Iskandar (Cak Imin) adalah Anis diklaim akan mengIslamkan dan mewujudkan negara Islam Indonesia. Calon presiden dari Partai NasDem, Anies Baswedan tak pernah habis mendapat serangan bersifat politik identitas. Disinformasi itu disebar di layanan perpesanan WhatsApp berbentuk poster acara munajat akbar. Isi pernyataan dalam selebaran itu bertuliskan ajakan untuk mendoakan Anies Baswedan mengIslamkan Indonesia dan tausiah agama mujudkan negara Islam.

Selain itu, ada juga berita hoaks menegenai Bahan Bakar Minyak (BBM) gratis bila pasangan Anies Baswedan-Cak Imin menang Pilpres 2024. Sebuah vidio dari Wasekjen PKB, Syaiful Huda, viral di media sosial. Syaiful Huda mengungkapkan beberapa janji apabila Cak Imin bisa menang dalam Pilpres 2024 mendatang. Salah satu janji yang diungkapkan adalah BBM gratis. Ternyata Subsidi tersebut hanya diperuntukkan kepada rakyat yang bekerja di level bawah dan tidak mendapatkan transportasi publik memadai.

Dengan beredarnya hoax terkait Anies ingin mengIslamkan Indonesia, dukungan yang paslon ini dapatkan dari masyarakat ber-agama yang minoritas di Indonesia menjadi sedikit. Padahal hoax tersebut sudah beredar lama namun selelau di "goreng" kembali oleh para buzzer. Faktor agama dinilai sudah menjadi hal terpenting dalam memengaruhi perilaku politik masyarakat. Hasil temuan itu diperoleh dari serangkaian observasi sejak tahun 2021 hingga 2022 melalui survei nasional dengan sampel mencapai 8.319 responden. Adanya perbedaan itu penting riil ada di masyarakat bahwa orang Muslim cenderung memilih Anies dibandingkan dengan non-Muslim. Proporsinya 24 persen berbanding 17 persen.

Pemberitaan palsu seperti hoax BBM diatas merusak reputasi pasangan calon di mata masyarakat dan mempengaruhi keputusan memilih bagi pemilih yang belum memiliki informasi lengkap. Hoax semacam ini tidak hanya merusak reputasi pasangan calon, tetapi juga menghasilkan ketidak percayaan terhadap proses demokrasi, khususnya jika klaim-klaim tersebut tak diklarifikasi atau diverifikasi oleh pihak yang berwenang. Hoaks diatas merusak reputasi dari pasangan calon dan menimbulkan kebingungan di antara para pemilih dan media memegang peranan penting dalam memvaliditas informasi yang tersebar ketika masa pemilihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun