Sering Ngerasa Kayak Lagi "Diagnosa Sendiri"? Yuk, Bahas Bareng-bareng!
Pernah nggak sih, kamu dengar orang-orang di sekitar ngomong kayak gini:
- "Duh, kayaknya anxiety-ku kambuh lagi!"
- "Aku rasa lagi depresi deh, sering capek, nggak semangat, susah tidur. Kayaknya gejalanya cocok banget sama yang aku baca di internet."
Kalau ungkapan-ungkapan ini terdengar familiar, mungkin kita perlu ngobrol lebih dalam soal fenomena self-diagnosis. Apa sih artinya, apa bahayanya, dan gimana caranya supaya nggak salah langkah? Yuk, simak pembahasannya!
Apa Itu Self-Diagnosis?
Self-diagnosis adalah kebiasaan seseorang "mendiagnosis" kondisi kesehatan mental atau fisiknya sendiri. Biasanya, ini dilakukan dengan mengandalkan pengalaman pribadi, cerita dari teman atau keluarga, dan informasi yang ditemukan di internet atau media sosial.
Meskipun kelihatannya sederhana, praktik ini sebenarnya punya banyak sisi yang perlu diwaspadai, loh.
Ciri-Ciri Orang yang Melakukan Self-Diagnosis
Beberapa tanda bahwa seseorang sedang melakukan self-diagnosis:
Cemas Berlebihan Setelah Cari Informasi
Pernah nggak kamu baca gejala suatu penyakit di internet, terus tiba-tiba jadi yakin banget itu kamu? Ini salah satu tanda kalau self-diagnosis mulai muncul.Terlalu Percaya Sama Sumber Nggak Resmi
Banyak orang percaya sama artikel atau video di media sosial tanpa cek kebenarannya. Padahal, nggak semua informasi di luar sana akurat atau sesuai dengan kondisi tiap orang.Punya Persepsi Negatif Tentang Diri Sendiri
Kalau sudah yakin sama "diagnosa" sendiri, sering kali orang malah merasa makin buruk. Ini bisa bikin tambah stres dan bingung harus ngapain.
Kenapa Self-Diagnosis Itu Berisiko?
Walaupun awalnya terlihat membantu, self-diagnosis sebenarnya punya banyak dampak negatif. Beberapa di antaranya:
Salah Diagnosa
Tanpa pemeriksaan dari ahli, kamu bisa salah paham tentang gejala yang dialami. Akibatnya, kamu mungkin mengambil langkah yang salah atau bahkan memperburuk kondisinya.Memperkuat Stigma
Memberi label kondisi mental pada diri sendiri bisa bikin kamu merasa "berbeda" atau "bermasalah," bahkan di mata orang lain. Ini bisa memperparah stigma terhadap gangguan kesehatan mental.Kesehatan Makin Memburuk
Rasa cemas akibat self-diagnosis malah bisa memperburuk kesehatan mental dan fisik. Bukannya merasa lebih baik, kamu malah makin terjebak dalam siklus stres.
Gimana Cara Bijak Menghindari Self-Diagnosis?
Daripada terus-terusan terjebak dalam self-diagnosis, ada beberapa hal yang bisa kamu lakukan:
Kenali Diri Lebih Dalam
Daripada langsung panik, coba pelajari lebih dalam tentang apa yang kamu rasakan. Tanyakan pada diri sendiri: apakah ini cuma perasaan sesaat atau masalah yang benar-benar butuh perhatian?Ceritakan ke Orang Terdekat
Kadang, berbagi cerita dengan teman atau keluarga bisa bikin kamu merasa lebih lega. Mereka juga bisa memberikan sudut pandang yang berbeda dan membantu kamu mencari solusi.Cari Bantuan Profesional
Kalau gejala yang dirasakan terus berlanjut dan mengganggu aktivitas sehari-hari, jangan ragu buat konsultasi sama psikolog atau psikiater. Mereka punya keahlian buat memberikan diagnosis yang tepat dan solusi yang sesuai.
Jangan Terjebak dalam "Diagnosa Sendiri"
Self-diagnosis memang sering terjadi, terutama karena akses informasi yang mudah di internet. Tapi ingat, nggak semua informasi di luar sana cocok untuk diterapkan ke diri sendiri. Daripada merasa cemas atau bingung sendiri, lebih baik cari bantuan dari orang terpercaya atau profesional.
Ingat, menjaga kesehatan mental itu penting, tapi harus dilakukan dengan langkah yang benar. Kalau kamu butuh panduan atau ingin cerita, ada banyak layanan konseling yang bisa membantumu, kok. Yuk, jadi lebih bijak dalam memahami diri sendiri!
Menemukan jawaban atas kesehatan mental bukan tentang menebak sendiri, tapi tentang mendapatkan bantuan dari yang ahli
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H