Mohon tunggu...
Irene Siagian
Irene Siagian Mohon Tunggu... -

Semoga pesan yang saya sampaikan mendarat selamat ke hati kalian.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Caleg Milenial, Kenapa Tidak

1 April 2019   23:12 Diperbarui: 2 April 2019   01:35 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perpolitikan Indonesia memang masih didominasi oleh kaum tua. Suara anak muda cenderung dibungkam dan hanya dijadikan alat untuk menggalang dukungan ketika yang tua-tua itu berkoar-koar. Anak muda dianggap awam dan masih belum berpengalaman.

Di tahun 2019 ini, yang notabene tahun politik, posisi anak muda mulai diperhitungkan. Anak muda diposisikan sebagai penentu kemajuan, atau malah kemunduran demokrasi?

Peran anak muda sebagai penyumbang suara yang cukup besar dalam pemilu kali ini membuat anak muda sering menjadi objek sasaran partai politik dan politisi untuk diraih suaranya dalam pemungutan suara karena keidealismeannya dan masih mudah dipengaruhi keberpihakannya.

Belakangan ini para politisi pun mulai menyadari pentingnya media sosial sebagai cara untuk memperoleh kemenangan pada pemilu. Kampanye-kampanye mulai banyak dilakukan melalui media sosial atau internet.

Lalu, seberapa jauh tingkat partisipasi anak muda ini dalam bidang politik?

Anak muda sering dianggap tidak peduli dengan persoalan politik, dianggap tidak berminat pada proses dan persoalan politik, serta memiliki tingkat kepercayaan yang rendah terhadap para politisi, dan sinis terhadap berbagai lembaga politik dan pemerintah. Anggapan ini dikarenakan data yang menunjukkan anak muda yang bergabung di partai politik masih sedikit. Mereka juga cenderung memilih golput.

Namun, anggapan itu ternyata keliru. Justru anak mudalah yang paling peduli terhadap berbagai isu politik saat ini. Mereka pun menginginkan pandangan mereka didengarkan.

Bentuk partisipasi politik anak muda saat ini cenderung menunjukkan perubahan dibanding pendahulunya. Jika dulu bentuk partisipasi politik lebih bersifat konvensional dan butuh waktu lama, misalnya dengan aksi turun ke jalan melakukan demonstrasi atau boikot seperti yang dilakukan oleh mahasiswa trisakti pada jamannya, tindakan politik anak muda sekarang lebih bersifat individual dan spontan.

Tindakan politik ini dipandang sebagai sesuatu yang baru karena dilakukan melalui internet dan media sosial. Oleh karenanya dibutuhkan peran anak muda yang cakap media, tanggap, kreatif, dan advokatif.

Seperti yang dilakukan oleh Daylon Sitanggang, Politisi PDI Perjuangan Caleg DPRD Kota Medan daerah pemilihan V, diumurnya yang masih muda, ia mampu untuk memberikan suatu terobosan baru kepada masyarakat.

Baginya tidak ada penghalang apapun untuk terus mengabdi kepada masyarakat kurang mampu karena hal besar takkan terjadi kalau tidak dimulai dari hal kecil. Seperti yang telah ia lakukan beberapa waktu lalu saat mengunjungi sebuah kampung di daerah Medan Tuntungan, berbagi cerita dengan masyarakat yang belum terjangkau oleh perhatian pemerintah.

Sebuah cerita yang membuat ia prihatin dengan sebuah kondisi dimana seorang anak berusia 12 tahun harus meregang nyawa karena tidak terjangkau fasilitas layanan kesehatan pemerintah (BPJS gratis) karena jangkauan informasi yang minim membuat mereka takut untuk berhadapan dengan layanan kesehatan.

Daylon yang tidak ingin kejadian ini terulang kembali, langsung mengirim timnya untuk memberi edukasi terkait adanya fasilitas gratis yang dapat dengan bebas digunakan oleh masyarakat kurang mampu. Jangan lagi takut berobat karna alasan finansial. Anak muda harusnya juga tanggap dan berperan mengenai kondisi ini.

Menjadi seorang pengamat dan bersikap netral bagi Daylon memang menjadi pilhan zona aman. Tetapi untuk menjadi revolusioner tidak cukup hanya menjadi seorang pengamat saja, tetapi harus menjadi seorang pelaku yang langsung terlibat dengan partai politik yang memiliki visi yang sama untuk menunjukkan sikap keberpihakan kepada rakyat kecil demi tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

Banyak cara yang dapat dilakukan anak muda untuk turut berpartisipasi dalam pesta demokrasi ini, misalnya dengan mendorong gerakan anti golput, hastag dan tagar pemilu yang positif, gerakan anti hoax dan lain sebagainya.

Memilih untuk tidak memilih bagi anak muda memanglah bukan tindakan pidana. Tetapi pernahkah mereka berpikir dengan adanya UU ITE bisa membuat seseorang masuk penjara hanya gara-gara update status, atau mungkin mereka sering jengkel karena internet di Indonesia lemot? kalau anak muda tidak ikut memilih atau memilih untuk golput, siapa yang akan menyuarakan hal-hal tersebut? Anak muda perlu ikut memilih agar kepentingan dan pandangan mereka terwakili.

Setiap manusia ada masanya. Sekaranglah masanya anak muda bangkit menyambut estafet kepemimpinan yang ada.

Untuk itu, marilah kita bersama sama proaktif dalam pelaksanaan pemilu legislatif 2019 dengan memberi amanah dan kepercayaan kepada saya untuk menjadi wakil rakyat Kota Medan 2019-2024 agar seluruh suara masyarakat dari berbagai kalangan dan lini terwakili. Sudah saat nya anak muda berdiri bagi Kota ini untuk fokus menciptakan trobosan karena saya percaya bahwa anak muda tidak punya batas di era milenial, ujar Daylon."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun