Mohon tunggu...
Irene Maria Nisiho
Irene Maria Nisiho Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu rumah tangga

Nenek 6 cucu, hobby berkebun, membaca, menulis dan bercerita.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Teori Senyum yang Penuh Manfaat

13 Agustus 2023   16:00 Diperbarui: 13 Agustus 2023   16:18 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Tersenyum sepintas terlihat sepele. Siapapun pasti pernah tersenyum, bahkan orang yang pemarah sekalipun pasti pernah tersenyum.

Senyum membuat kita merasa senang, dan juga membuat orang lain yang kita beri senyum juga pasti happy.

Namun pernahkah sahabat-sahabatku tersenyum tanpa objek? Hehe... ga pernah kan?!

Saya telah berusaha menjalankan teori tersenyum 72 jam dalam seminggu. Tentunya kadang saya lupa tersenyum, tetapi begitu sadar pasti kembali tersenyum.

Teori tersenyum ini mudah saya laksanakan karena adanya masker. Saya dan kawan-kawan saya mulai belajar teori senyum ini pada masa pandemi Covid-19.

Memang, walau memakai masker, orang-orang yang berpapasan dan kebetulan melihat ke arah saya pasti tahu bahwa saya tersenyum. Ada yang membalas dengan sedikit mengangguk dan saya pun balas mengangguk.  Wow... senang sekali! 

Saya jadinya 'berkawan' dengan banyak orang. Di Poli Kartu Indonesia Sehat (KIS) paling banyak kawan. Menunggu antrian dan dokter, jadi terhibur.

Penasaran kan siapa yang mengajari? Oh, saya dan teman-teman belajar relaksasi dan meditasi pada Pak Dokter yang baik hati dan sangat sabar. Siapa dia? Dokter yang selalu tersenyum itu adalah dr. RB Santoso Sp.U, akrab kami sapa sebagai dokter Santo.

Dokter Santo mengajar saya banyak hal melalui bukunya Smart Healing dan pertemuan-pertemuan kami. Awalnya kami sering meditasi bersama di RS Dharmais Jakarta, tetapi sejak pandemi pertemuan kami menjadi pertemuan daring melalui zoom. Salah satu hal yang diajarkannya adalah teori senyum 72 jam. Ketika wajah saya terlihat siap-siap protes, karena merasa sulit untuk tersenyum terus, dokter langsung berkata, "Tenang saja, kan pakai masker..." Hehehe... dokter tahu saja kalau saya takut dilihat aneh.

Beberapa bulan yang lalu saya akan menjalani tindakan operasi. Ketika di ruang persiapan, saya didatangi dokter anestesi yang memberitahu bahwa saya akan dibius umum (total). Wah saya rada sedikit panik. Biasanya cuma bius separuh. 

Saya membujuk dokternya tapi ga berhasil karena yang minta adalah dokter spesialis urologi yang akan melakukan operasi. Mau tidak mau, saya harus nurut! Untuk menenangkan hati, saya ingat tersenyum dan mengatur napas 6-6 sesuai ajaran dokter Santo. Operasi aman dan saya sangat santai dan nyaman.

Ketika terbangun di kamar pulih, saya merasa masih tersenyum dan sambil nyanyi, "I Love You Because You Understand Dear..." Perawat  mengomentari senyum saya, "Ibu happy ya...dari tadi senyum-senyum terus." Masih setengah sadar akibat anastesi, rasanya saya bercerita padanya mengenai teori senyum dan napas 6-6.

Keesokan harinya, pasien yang sekamar berkata pada saya, "Kemarin pasien di sebelah bed saya di ruang pulih, senang nyanyi." Karena kami berdua masih dalam pengaruh obat bius, kami tidak saling kenal. Menurut anak saya, kami didorong keluar hampir bareng. Ibu itu duluan, tapi kami satu lift. "Jangan-jangan pasien di sebelah Ibu adalah saya?" tanya saya padanya. "Sepertinya bukan...," jawabnya. Ketika saya bercerita bahwa kemarin saya terbangun sambil bernyanyi dan dikomentari perawat karena tersenyum terus, Ibu tadi langsung berseru, "Wah, benar itu...berarti benar Ibu yang di sebelah saya. Saya dengar Ibu cerita teori senyum..."

Rasanya teori senyum tersebut sangat cespleng untuk saya.

Beberapa hari ke depan saya akan tindakan lagi. Sebelumnya harus minta rekomendasi ke beberapa orang dokter. Ada teman yang menanyakan kesan saya tentang dokter X. Saya jawab, "Baik, sangat ramah, dan berbicara hal-hal yang membuat akrab dan santai." Teman saya tidak percaya, "Ah masa? Apa dokternya nggak ketus? Bicaranya ga singkat saja?" Dia tidak percaya mendengar pengalaman saya, karena dia beberapa kali konsul, dokter X tidak seperti cerita saya.

Apakah teori senyum, yang saya praktekkan yang mengubah sikap dokter itu terhadap saya? Wah, tampaknya saya perlu selalu mengingat praktek senyum 72 jam dari dr. Santo. Terima kasih atas ilmunya, dok!

Mari sahabat-sahabatku, ayo kita tersenyum 72 jam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun