Saya baru tahu bahwa ada penyakit bernama Hipertensi Paru. Ketika mengetahuinya, ternyata saya adalah pasien dengan Hipertensi Pulmonal atau Hipertensi Paru.
Yaaa... begitulah tapi saya tetap bersyukur bahwa penyakitku itu akhirnya terdeteksi dan saya segera bisa mendapatkan pengobatan.
Saya akan berkisah sedikit seputar Hipertensi Paru ini ya.
Tekanan darah yang tinggi pada Hipertensi Paru tidak sama dengan tekanan darah tinggi yang biasa kita ukur dengan tensimeter.Â
Saya bergegas menulis ini tak lain untuk menggugah perhatian dari sahabat pembaca agar tahu dan waspada bila mendapati hal seperti yang saya alami.
Sebelum pandemi covid saya kadang merasa tidak nyaman jika harus menunduk mengambil sesuatu di lantai. Saya pikir mungkin tekanan darah saya turun, karena saya penyandang hipertensi atau yang disebut sakit darah tinggi.Â
Saya pun pernah terpaksa segera harus duduk di tanah rumput ketika saya berkebun dan merasa pusing dan sesak.
Setengah tahun terakhir gejala sesak ini semakin sering. Berjalan sepuluh langkah saya sudah ngos-ngosan.Â
Januari dan Februari 2023 lalu saya rawat inap 2 kali karena ISK/ Infeksi Saluran Kemih.
Setelah infeksi itu dinyatakan sembuh, kondisi saya tetap saja rasanya tidak enak dan saya mengatakan kepada dokter ginjal saya bahwa saya ini ada masalah. Keadaan saya tidak baik.Â
Bersyukur, saya dirujuk ke dokter spesialis jantung dan pembuluh darah. Saya menjalani Echocardiography atau USG jantung.
Ketika dokter menyampaikan bahwa jantung saya masih baik, luar biasa senangnya saya. Namun dokter melanjutkan tetapi tekanan arteri parunya agak tinggi. Saya pikir, ah... apalagi itu? Saya cuek saja dan tidak meminta penjelasan lebih lanjut. Biasanya saya pasti bertanya segala macam. Mungkin karena saya sudah capek dan kondisi saya memang loyo saat itu.
Masa ke Poli Jantung saya harus duduk di kursi roda! Nah, sampai segitunya!
Setelah saya konsul ke dokter jantung yang merujuk untuk echo jantung, katanya," Arteri paru ibu menyempit sehingga jantung kanan harus bekerja keras untuk memompa darah ke paru." Barulah saya sedikit mengerti dan mulai merasa tegang dan khawatir, karena saya tahu jantung yang bekerja keras akan membengkak/membesar dan akan menjadi lemah.
Sakit berat rupanya saya ini. Perasaan ini lebih memperparah gejala penyakit ku ini. Saya tidak bertanya mengapa bisa begitu, karena waktu itu saya tidak ingin tahu.
Namun dokterku yang baik, menenangkan saya. Syukur puji Tuhan saya diberi obat yang tepat.Â
Setelah mengkonsumsi obat tersebut, belum sampai sebulan saya sudah merasakan manfaatnya. Selain minum obat secara teratur, saya juga harus berlatih untuk melakukan gerakan tidak tergesa-gesa. Bangun dari berbaring, bangkit dari duduk dan waktu berjalan pun harus saya perhatikan. Sebagai pengingat sekarang saya selalu ditemani tongkat.
Sekarang saya sudah terapi bulan ke-5. Sesekali sudah bisa membungkuk memungut sesuatu. Sebelumnya hal itu sangat saya hindari karena menyebabkan saya sesak.
Ssya sudah bisa menggoreng telur ceplok. Â Sudah mulai berlatih Angklung. Syukur puji Tuhan atas kemurahanNya.
Di samping Hipertensi Paru saya juga menyandang beberapa penyakit yang lain, tetapi tidak masalah, saya jalani saja dengan sabar. Saya percaya dengan perkenan Tuhan semua akan membaik dan kembali selaras.
Sekarang saya sedang sibuk fokus di ginjal dan ureter. Hehehe... sebenarnya dokter yang sibuk, ya.
Yang penting kita hadapi semua dengan senyum dan jangan lupa mengolah napas, Tuhan pasti menopang kita.
Kembali ke Hipertensi Paru, apa gejalanya?Â
* Mudah lelah.
* Pusing.
* Pingsan.
* Sesak Napas.
* Bengkak di Kaki
Kita sudah harus waspada walau tidak semua gejala ini ada. Mudah lelah saat beraktivitas normal sudah harus waspada.
Mengapa harus WASPADA? Karena Hipertensi Paru adalah suatu kondisi fatal dan serius, yaitu tingginya tekanan darah di paru yang dapat menyebabkan gagal jantung.Â
Ketika saya kelelahan, saya mengira karena saya sudah lanjut usia (78) dan ada masalah dengan ginjal, maka cepat lelah.
Saya belum tahu Hipertensi Paru saya di grade berapa, karena belum dikateterisasi.
Kateterisasi jantung kanan adalah standar tertinggi dalam menegakkan diagnosa Hipertensi Paru,karena tekanan paru dapat diukur dengan akurat hanya melalui kateterisasi.
Saya belum dikateterisasi, mungkin dengan echo jantung sudah bisa diperkirakan atau karena saya sudah lansia.Â
Semoga saya masih di grade rendah, sehingga cukup dengan minum obat dan mengatur gaya hidup.Â
Yaaa... kami para penyandang Hipertensi Paru, harus sabar dan ikhlas, karena ini adalah penyakit kronis yang harus terus dijaga dan dijalani seumur hidup, hingga obat yang menyembuhkan ditemukan.
Keluarga dan teman-teman serta masyarakat harus tahu ini :
Sifat Hipertensi Paru termasuk "Invisible Illness" atau penyakit yang gejalanya tidak terlihat dari luar, bisa memperberat kehidupan pasien. karena terlihat "sehat-sehat" saja dari luar, maka sulit mendapat toleransi dari keluarga maupun dari lingkungan teman apalagi dari masyarakat umum.
Gejala yang tidak terlihat ini sering menimbulkan salah paham, ketika kami para penyandang, tidak bisa menjalani tugas rutin sehari-hari dan tidak bisa mengikuti kegiatan/aktivitas sosial, maka dikira malas, sombong dan seterusnya..Â
Contoh: Â Di dalam kendaraan umum, Penyandang Muda Usia tidak memberikan tempat duduknya buat penumpang Lansia yang tidak kebagian tempat duduk, pasti dilirik, dianggap tidak tahu sopan-santun, tidak tahu aturan.
Nah... sekarang, kita harus lebih berhati-hati menilai orang, ya.Â
Ada pesan penting untuk diingat para penyandang Hipertensi Paru, yaitu: Jangan pernah menurunkan dosis obat/ menghentikan obat Hipertensi Paru Anda sebelum dinyatakan sembuh oleh minimal dua orang dokter.
Sekian dulu untuk kali ini ya sahabat- sahabatku. Sehat-sehat kita semua ya!
Kepada sahabat-sahabat yang membutuhkan informasi yang lebih lengkap,
Yayasan Hipertensi Paru Indonesia siap membantu Anda. "Bersama Kita Kuat" demikian slogan yang saya dapat dari www.hipertensiparu.org
Mohon maaf kepada sahabat-sahabat Yayasan Hipertensi Paru Indonesia (YHPI), saya belum menyapa langsung, sementara diwakili dulu oleh Pak Peter suami saya, ya.
Terima kasih atas bantuannya.
Sumber: Booklet dan Brosur YHPI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H