Awalnya saya tidak mengetahui nama bunga yang cantik ini. Bibitnya saya dapatkan dari teman saya. Dia juga meminta bibit bunga ini dari temannya. Ternyata bunga ini gampang sekali berbiak. Bijinya jatuh ke mana-mana dan sangat mudah tumbuh. Saya kira disetek pun akan jadi.Â
Maka dalam waktu tidak terlalu lama saya sudah memiliki puluhan anakannya. Sudah saya berikan kepada teman-teman yang mau dan masih tersisa. Maka saya tanam saja di luar pagar pada pinggir jalan.Â
Ternyata bunganya menarik perhatian para pejalan kaki yang rajin berolahraga di pagi hari. Bukan hanya ibu-ibu, tapi bapak-bapak juga ada yang berhenti sejenak untuk memotret bunga ini dari berbagai sudut.
Sampailah pada suatu pagi beberapa ibu menghampirinya. Mereka mulai memperbincangkan bunga apa itu gerangan. Mirip soka, tapi bukan!
Lalu salah seorang dari mereka mengatakan," Ah, saya namai saja bunga cotton bud."
Sebenarnya sangat cocok dinamai bunga kembang api, karena bunganya bergerombol tapi mekarnya tidak serentak. Bunganya kecil-kecil dengan tangkai bunga yang panjang berwarna ungu kemerahan kontras dengan warna bunganya yang putih bersih.Â
Dalam imajinasi saya, itu sangat menyerupai kembang api yang sedang bernyala. Cantik sekali. Jika dikatakan cotton bud, benar mirip juga tapi itu bila bunganya belum mekar.Â
Saya sambil menyiram, diam-diam saja di balik pagar. Percuma saya menyapa, nanti mereka malu. Saya juga belum tahu nama bunga ini. Masa, saya bilang namanya bunga kembang api? Itu kan cuma imajinasi saya, walau kemudian ternyata memang disebut juga fireworks.