Saya kira orang-orang seusia saya, bahkan yang lebih muda, pasti pernah melihat capung. Saya tidak mengatakan semua orang karena mungkin saja anak-anak zaman now ada yang sudah tidak mengenal serangga yang bernama Capung.
Ketika saya kecil dulu, saya sering sekali bermain dengan capung. Waktu itu capung berwarna kehijauan dengan sayap warna transparan. Biasanya kami menunggu saat capung itu berhenti terbang dan hinggap pada pohon-pohon bunga atau di mana saja, sambil mengendap kami berusaha menangkapnya.Â
Ketika capung sudah di tangan, yang kami pegang adalah kedua sayapnya. Lalu, ekornya kami ikat dengan seutas benang yang kira-kira panjang sekitar 2 meter, supaya capungnya bisa terbang. Biasanya kami berlomba, capung siapa yang terbangnya lebih gesit.
Jika ingin capung terbang lincah, maka benangnya harus dipendekin. Tapi, ini berisiko Capung terbang tinggi tak terjangkau, maka capung yang susah payah kami tangkap akan hilang terbang bebas dengan benang di ekornya.
Saat ini saya masih sering ketemu capung di halaman rumah. Tetapi capung yang berwarna kehijauan sudah jarang terlihat, dan terbangnya sangat gesit. Sulit sekali untuk memotretnya, apalagi menangkapnya.
Sekarang ada capung berwarna kuning kecoklatan dan yang berwarna merah marun. Yang terakhir ini lebih tenang dan bisa hinggap berlama lama.Â
Dulu ketika bermain capung kami pasti dimarahi Ibu. "Tidak baik menyiksa binatang," kata Ibu.
Belakangan saya mendengar ada yang mengatakan, jika capung terbang masuk rumah pada malam hari itu pertanda buruk. Akan ada kesialan yang terjadi. Sebaliknya jika datang pada siang hari itu pertanda keberuntungan akan datang. Benarkah? Entah, rasanya itu mitos.
Belakangan saya tahu bahwa capung makan nyamuk. Benarkah? Semoga benar ya! Di halaman saya ada banyak nyamuk, walau saya sudah berusaha memangkas ranting- ranting supaya terang.Â
Pot tanaman air saya juga tiap hari airnya saya luberin. Maksud saya supaya ga ada jentik tersisa di sana dan secara berkala saya beri bubuk Abate.Â